Merdeka.com - Eric Emerson Schmidt merupakan salah satu tokoh inspiratif yang juga masuk ke dalam deretan orang terkaya di dunia versi Forbes, dengan total kekayaan USD 23,4 miliar atau Rp335,6 triliun. Dia pun dikenal sebagai orang yang berjasa bagi Google.

Dia menjabat sebagai CEO Google hingga 2011, membantu mengubah perusahaan dari startup muda Silikon Valley menjadi raksasa teknologi global dengan nilai pasar saat ini lebih dari USD1,8 triliun. Dia tetap sebagai ketua eksekutif hingga 2017, dan penasihat teknis hingga 2020.

Alih-alih mendorong beberapa rencana besar untuk mengubah perusahaan rintisan menjadi raksasa, katanya, dia fokus pada kekuatan individunya sendiri — menjadi gila kerja, memiliki hasrat untuk membangun sesuatu, dan bersandar pada kesukaannya sendiri. Sifat terakhir itu, katanya, terkadang membuat orang meremehkannya.

Saat ini, Schmidt fokus pada Schmidt Futures nirlaba, yang mendanai penelitian ide besar di bidang-bidang seperti kecerdasan buatan, biologi, dan energi. Tahun lalu, ia ikut menulis buku, "The Age of AI," sebagai peta jalan tentang seperti apa masa depan teknologi itu.

Di sini, Schmidt membahas membangun karier yang sukses, bekerja dengan Steve Jobs, kesalahan terbesarnya di Google, dan bagaimana dia menangani kritik, dilansir CNBC Make It.

Keberuntungan

Schmidt selalu mengatakan bahwa dirinya sangat beruntung. Dia mengatakan, keberuntungan adalah hal pertama dan terpenting yang dia miliki. Keberuntungan lahir, pendidikan, minat, waktu, dan bisnis yang saya jalani.

Menurutnya, selain bekerja keras, keberuntungan sama pentingnya. Dan saat Anda semakin beruntung, Anda menciptakan keberuntungan Anda sendiri.

"Saya adalah seorang eksekutif muda, dipromosikan cukup cepat. Saya menggambarkan diri saya sebagai seorang workaholic. Kebanyakan orang tidak gila kerja, syukurlah," katanya.

Meski demikian, butuh waktu yang sangat lama baginya untuk memahami siapa dirinya, dan apa yang dia kuasai. Sangat penting untuk merasa nyaman tentang siapa Anda dan bagaimana Anda berperilaku dan bereaksi, karena ada begitu banyak kritik dan tekanan hari ini, terutama bagi kaum muda.

Pengaruh Steve Jobs

Steve Jobs merekrut Schmidt untuk menjadi anggota dewan Apple dari 2006 hingga 2009. Jobs pun menjadi orang yang Schmidt kagumi, karena dianggap bukan orang yang normal.

"Ketika dia 'aktif', karisma dan wawasannya sangat luar biasa lebih baik daripada orang lain sehingga dia mampu mengatasi hambatan apa pun dengan cara dia memperlakukan orang. Orang-orang sangat mengaguminya," katanya.

Jika Anda melihat sejarah, para pemimpin hebat memiliki kemampuan unik untuk menginspirasi orang secara pribadi. Yang penting bukanlah apakah Anda orang yang mudah tersinggung atau tidak, tetapi apakah Anda dapat menginspirasi orang untuk bergabung dan bersemangat untuk mengubah dunia.

"saya belajar bahwa penting untuk memiliki remaja. Mereka relatif tidak dapat dikelola, tetapi mereka perlu dikelola. Anda belajar untuk membiarkan mereka melakukan apa yang mereka inginkan sampai menjadi berbahaya atau serius. Kemudian, Anda harus meletakkan kaki Anda ke bawah. Semuanya baik-baik saja sampai tidak, dalam hal ini, kita harus bertindak cepat."

Kesalahan saat Membangun Google

Dia berpikir kesalahan terbesar yang saya buat sebagai CEO adalah tentang media sosial: Google berada di awal media sosial, tetapi tidak benar-benar menjalankannya dengan baik.

Waktu masuk ke pasar platform yang akan meledak ini sangat penting. Bahkan menjadi beberapa bulan lebih awal membuat perbedaan besar dengan produk yang tepat.

Terbiasa dengan Kritik

"Saya berhati-hati dengan apa yang saya bicarakan saat ini, karena saya berada di kelas "orang-orang teknologi" yang menarik ini yang entah bagaimana dikritik untuk semua yang kami lakukan," kata Schmidt.

Kritik itu datang dari rasa pencapaian dan kecemburuan. Faktanya adalah, dia berpikir itu adalah bagian dari kehidupan. Jadi ketika dirinya berbicara dengan orang sekarang, dirinya berkata, "Biasakan. Aku sudah terbiasa."