Energi Terbarukan Bisa Ciptakan 10,5 Juta Lapangan Kerja Baru di Asia Tenggara
Merdeka.com - Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyebutkan, transisi energi dari energi fosil ke energi terbarukan menjadi pembuka kesempatan untuk menciptakan lapangan kerja baru.
Berdasarkan riset milik Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA), pada 2050 ada potensi 100 bidang lapangan kerja baru yang bisa tercipta di sektor energi terbarukan.
"Ini kira-kira kita bisa lihat, untuk Asia Tenggara di mana ada Indonesia itu bisa mencapai 10,5 juta. Jadi perubahan sistem energi dari energi fosil ke energi besi juga membuka kesempatan," kata Fabby dalam virtual konferensi pers Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2020, Senin (30/11).
Menurut dia, itu merupakan janji-janji yang diberikan atau ditawarkan jika pemerintah dan pelaku usaha di Indonesia bisa serius melakukan transisi energi. "Jadi ekonomi tumbuh lebih resilient, dan di satu sisi ciptakan tenaga kerja hijau sehingga bisa mengatasi pengangguran," sambungnya.
Sebagai gambaran, program pemulihan ekonomi dengan melakukan sejumlah investasi pada energi terbarukan. Menurut perhitungannya, untuk penambahan satu gigawatt (GW) pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) bisa menciptakan lapangan kerja sampai dengan 30 ribu orang.
"Ini kami bayangkan kalau pasarnya bisa tumbuh 3 GW per tahun saja, maka kemudian kita harapkan industri modul surya bisa tumbuh, baik dari shell, kaca sampai dengan modul suryanya bisa tumbuh. Mereka tidak hanya kompetitif saja di pasar nasional, tapi juga di pasar global," tuturnya.
Fabby menilai, meski transisi energi bisa ciptakan banyak lapangan kerja baru, di sisi lain, transformasi ini potensi buat angka pengangguran naik di sektor yang telah ditinggalkan.
Bikin Angka Pengangguran Naik
Dia mencontohkan proses transisi yang menyebabkan harga batu bara turun drastis pada periode 2014-2017. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di sejumlah provinsi seperti Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan mengalami penurunan. Dan itu berasosiasi juga dengan meningkatnya pengangguran.
"Kondisi ini masih bisa sangat terjadi jika di masa depan misalnya konsumsi batu bara domestik stagnan atau turun, karena kita menggunakan energi terbarukan," ujar Fabby.
Menurutnya, hal ini perlu dikelola. Pemerintah pada saat menggenjot pertumbuhan energi terbarukan juga dihimbau untuk bisa mendorong pertumbuhan industri dalam negeri.
Hal ini telah dilakukan oleh sejumlah negara seperti di India dan Vietnam yang turut membangun industri dalam negeri. Vietnam ketika mendorong pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) pada 2017 lalu sudah memasukan dalam pembangunan nasionalnya untuk membangun solar economy.
Alhasil, strategi multiplier effect tersebut berhasil membangun pengembangan energi terbarukan sekaligus ekonomi di Vietnam. "Mereka mendorong industri yang mendukung ekosistem pembangunan PLTS itu juga tumbuh di Vietnam. Dan kita bisa lihat hasilnya sekarang," sambungnya.
"Jadi ini yang kami katakan, transisi energi ini perlu direncanakan dan masuk dalam agenda atau rencana pembangunan nasional yang kemudian bisa dikerjakan oleh berbagai sektor. Transisi energi tidak hanya jadi persoalan atau menjadi tanggung jawab sektor energi juga, tapi sektor-sektor ekonomi yang lain," tandasnya.
Reporter: Maulandy Rizky Bayu Kencana
Sumber: Liputan6.com
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jika pengembangan lapangan migas terus tertunda, maka diperkirakan di tahun 2042, Indonesia akan menjadi negara pengimpor net migas.
Baca SelengkapnyaIndonesia Kembali Gelar ISF 2024, Bawa 9 Topik Besar soal Transisi Energi hingga Ekonomi Biru
Baca SelengkapnyaFokus pemerintah dalam percepatan transisi energi Indonesia masih mengarah pada pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Pemerintah seharusnya mengevaluasi faktor penyebab kegagalan pencapaian target investasi energi terbarukan selama ini.
Baca SelengkapnyaUlubelu terus berkembang menjadi 'Negeri Tiga Energi'.
Baca SelengkapnyaDampak perubahan iklim global tidak hanya dirasakan oleh Indonesia, melainkan juga seluruh negara di dunia.
Baca SelengkapnyaPercepatan transisi energi fosil ke EBT diperlukan untuk mewujudkan target emisi karbon netral atau net zero emission pada 2060 mendatang.
Baca SelengkapnyaMelalui TEMC, PT Semen Tonasa berhasil menghemat penggunaan energi hingga 4.899 Terajoule (TJ) atau setara dengan 167.228 ton batu bara.
Baca SelengkapnyaFilipina mampu mengembangkan dan memanfaatkan panas bumi dengan baik untuk kelistrikan di negaranya.
Baca Selengkapnya