Bos OJK: Pelemahan Rupiah hanya sementara
Merdeka.com - Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) sedikit tertekan beberapa hari ini. Bahkan, Rupiah sempat menyentuh level Rp 13.800 per USD.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso mengatakan, pelemahan Rupiah ini hanya sementara saja. Ini sebagai dampak kabar atau isu The Fed atau bank sentral AS yang akan menaikkan suku bunga.
"Pelemahan Rupiah temporer (sementara) saja, seperti pada Mei 2013 dulu The Fed akan menaikkan suku bunga. Market memang begitu. Market jangan sampai kena pancing," kata Wimboh akhir pekan lalu.
Wimboh mencontohkan, pada Mei 2013 lalu kondisi melemahnya Rupiah juga sempat terjadi. Pelemahan merupakan reaksi kecil dari investor yang nantinya akan berhenti sendiri.
"Reaksi kecil saja yang nanti akan reda," tegasnya.
Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) bergerak melemah di perdagangan hari ini, Senin (5/3). Rupiah tadi pagi dibuka di Rp 13.747 per USD atau masih menguat dibanding penutupan perdagangan sebelumnya di Rp 13.757 per USD.
Mengutip data Bloomberg, Rupiah langsung bergerak melemah usai pembukaan. Tercatat, nilai tukar sempat menyentuh level Rp 13.765 per USD pada pukul 11.00 WIB. Saat ini, Rupiah menguat tipis ke 13.755 per USD.
Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), Arif Budimanta mengatakan, melemahnya Rupiah didorong oleh rencana The Fed (Bank Sentral Amerika Serikat) untuk menaikkan suku bunganya.
"Indikasi dari kebijakan bank sentral Amerika serikat yang berencana menaikkan Fed Fund Rate itu. Minimal 3 kali bahkan 4 di tahun ini," ujar Arif di Jakarta, Sabtu (3/3).
Selain itu, posisi neraca perdagangan Indonesia dari Januari sampai Februari yang relatif negatif turut memberikan kontribusi pada terdepresiasinya rupiah. "Salah satunya mungkin karena tekanan harga minyak yang meninggi. Kita lihat juga posisi current account kita yang kembali ke defisit," kata dia.
Untuk itu, strategi untuk kembali menguatkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia harus dengan meningkatkan ekspor dengan neraca perdagangan yang surplus. "Kan kalau ekspornya naik, meningkatkan devisa," jelasnya.
Selain itu, pemerintah juga harus menjaga keseimbangan harga di pasar, sebab harga akan sangat berpengaruh terhadap inflasi. "Menjaga keseimbangan harga di pasar. Karena akan berpengaruh terhadap inflasi. Transmisinya walaupun perlahan-lahan akan berpengaruh terhadap inflasi," tandasnya.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
OJK Buka-bukaan Soal Ancaman yang Pengaruhi Kinerja Sektor Keuangan 2024
Salah satunya kondisi suku bunga yang masih di level tinggi, walaupun di proyeksikan tidak akan naik lagi.
Baca SelengkapnyaKondisi Ekonomi 2024 Masih Suram, Sri Mulyani Bongkar Penyebabnya
Walau begitu, perekonomian Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan di angka 5,05 persen.
Baca SelengkapnyaBank Indonesia Kembali Tahan Suku Bunga Acuan, Ternyata Ini Alasannya
Perry mengatakan, keputusan mempertahankan suku bunga acuan ini untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Bank Indonesia Putuskan Tahan Suku Bunga Acuan di Level 6 Persen
kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Baca SelengkapnyaKurs Rupiah Anjlok 2,02 Persen, Gubernur BI: Lebih Baik Dibanding Ringgit Malaysia
Gubernur BI, Perry Warjiyo menyampaikan, nilai tukar Rupiah hingga 19 Maret 2024 relatif stabil.
Baca SelengkapnyaMengungkap Alasan Bank Indonesia Kembali Tahan Suku Bunga Acuan di Februari 2024
Keputusan mempertahankan suku bunga acuan ini sejalan dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah.
Baca SelengkapnyaPertumbuhan DPK Perbankan Melambat per November 2023, OJK Ungkap Penyebabnya
Di sisi lain likuiditas industri perbankan pada bulan November 2023 dalam level yang memadai.
Baca SelengkapnyaGubernur BI Beberkan Penyebab Menguatnya Nilai Tukar Dolar AS, Buat Rupiah Tak Berdaya
Hal itu tercermin pada yield US Treasury yang meningkat sejalan dengan premi risiko jangka panjang dan inflasi yang masih di atas prakiraan pasar.
Baca SelengkapnyaPinjol Masih Meresahkan Masyarakat Usai Bunga Diturunkan, Benarkah?
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan aturan bunga.
Baca Selengkapnya