Bank Indonesia Catat Uang Beredar per November Tumbuh 7,1 Persen
Merdeka.com - Likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) tercatat meningkat pada November 2019. Peningkatan terjadi dari periode yang sama pada tahun lalu atau year on year (yoy) maupun dari bulan sebelumnya.
Dikutip dari laman resmi Bank Indonesia (BI), posisi uang beredar pada November 2019 tercatat Rp6.072,7 triliun atau tumbuh 7,1 persen (yoy).
"Lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 6,3 persen (yoy)," tulis BI, Selasa (31/12).
Dijelaskan bahwa akselerasi pertumbuhan uang beredar berasal dari peningkatan komponen uang beredar dalam arti sempit (M1). Uang beredar dalam arti sempit (M1) menunjukkan peningkatan, dari 6,6 persen (yoy) pada Oktober 2019 menjadi 10,5 persen (yoy) pada November 2019.
Sumber berasal dari peningkatan uang kartal dan giro Rupiah. Sementara itu, komponen uang kuasi dan surat berharga selain saham tumbuh melambat.
Berdasarkan faktor yang memengaruhi, peningkatan M2 pada November 2019 terutama disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan aktiva luar negeri bersih, ekspansi operasi keuangan pemerintah, serta akselerasi penyaluran kredit.
Pertumbuhan aktiva luar negeri bersih tercatat meningkat, dari 2,0 persen (yoy) pada Oktober 2019 menjadi 4,6 persen (yoy).
Operasi keuangan pemerintah juga tercatat ekspansi sebesar 2,4 persen (yoy), berbalik arah dari pertumbuhan pada bulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar -10,0 persen (yoy).
"Ekspansi tersebut sejalan dengan peningkatan tagihan sistem moneter kepada Pemerintah Pusat yang diikuti dengan perlambatan kewajiban terhadap Pemerintah Pusat."
Selain itu, penyaluran kredit yang tumbuh meningkat, sebesar 7,0 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 6,6 persen (yoy), turut mendorong peningkatan uang beredar.
LPS Beberkan Alasan Uang Beredar di Indonesia Terus Melambat
Likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) tumbuh melambat pada Juni 2019. Posisi M2 pada Juni 2019 tercatat Rp5.911,2 triliun atau tumbuh 6,8 persen secara year or year (yoy). Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 7,8 persen (yoy).
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS), Halim Alamsyah mengungkapkan lambatnya pertumbuhan uang beredar sudah terjadi sejak tiga atau empat tahun terakhir. Hal utama yang menyebabkannya adalah faktor pertumbuhan ekonomi yang cenderung melambat.
"Secara relatif pertumbuhan ekonomi kita yang tetap sekitar lima persen, karena pertumbuhan ekonomi peran besarnya adalah sektor konsumsi sekitar 60 persen-70 persen," kata dia, di kantornya, Rabu (31/7).
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh lima persen, sehingga membuat penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) menurun. Alhasil, uang beredar juga tidak mampu tumbuh secara signifikan.
"Kalau sekarang lima persen maka konsumsi ini lama-lama akan memakan tabungan, sehingga menyebabkan DPK yang merupakan tabungan di masyarakat kita tidak cukup tumbuh dengan cepat," ujarnya.
Selain itu, kian maraknya penggunaan uang elektronik dan dompet digital semakin membuat uang beredar tumbuh melambat. "Uang kertas sebetulnya tidak banyak berubah relatif stabil jarang ada penurunan karena orang tidak banyak gunakan transaksi. Uang elektronik menurunkan uang kertas dan akan juga menurunkan uang beredar," ujarnya.
Sementara itu, Halim menyebut pada kuartal dua 2019 peredaran uang giral yang dimiliki perusahaan besar cenderung mengalami peningkatan. Diharapkan melalui peredaran uang giral ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi ke depannya.
"Kuartal dua 2019 uang giral yang dimiliki perusahaan besar seperti di Industri Keuangan Non Bank (IKNB), BUMN atau swasta cenderung naik. Kita melihat beberapa bulan sebelumnya, uang giral perusahaan besar ini menurun tapi setelah lebaran naik lagi," tutupnya.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Utang Luar Negeri Indonesia Tembus Rp6.231 Triliun, Digunakan untuk Apa Saja?
Utang luar negeri pemerintah pada November 2023 sebesar USD 192,6 miliar atau tumbuh 6 persen (yoy), meningkat dari pertumbuhan bulan sebelumnya tiga persen.
Baca SelengkapnyaGubernur BI: Kredit Perbankan Tumbuh 9,7 Persen Pada November 2023
Peningkatan kredit atau pembiayaan didorong oleh peningkatan permintaan kredit sejalan dengan tetap terjaganya kinerja korporasi.
Baca SelengkapnyaPertumbuhan DPK Perbankan Melambat per November 2023, OJK Ungkap Penyebabnya
Di sisi lain likuiditas industri perbankan pada bulan November 2023 dalam level yang memadai.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Utang Indonesia Tembus Rp8.041 Triliun per November 2023, Kemenkeu: Masih Aman
Utang Indonesia saat ini justru mengalami perbaikan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Baca SelengkapnyaData BPS: Impor Indonesia Bulan November Naik Menjadi USD 19,59 Miliar
Impor non migas mencapai USD16,10 miliar ini juga mengalami kenaikan sebesar 4,08 persen.
Baca SelengkapnyaPemerintah Bayar Utang, Cadangan Devisa Januari 2024 Tersisa Rp2.275 Triliun
Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Januari 2024 mencapai USD145,1 miliar atau Rp2.275 triliun
Baca SelengkapnyaBank Indonesia Putuskan Tahan Suku Bunga Acuan di Level 6 Persen
kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Baca SelengkapnyaTak Dapat Uang Baru dan Masyarakat Setrika Uang Lama, Bank Indonesia Beri Respons Begini
Mencuci dan menyetrika akan mempercepat kerusakan uang.
Baca SelengkapnyaData BPS: Inflasi Desember 0,41 Persen, Tertinggi Sepanjang 2023
Kenaikan inflasi Desember 2023 ini disumbang oleh kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau dengan inflasi sebesar 1,07 persen.
Baca Selengkapnya