Apotek Kimia Farma Setop Jual Obat Sirup Anak
Merdeka.com - Kimia Farma melalui anak usaha Kimia Farma Apotek menyetop penjualan semua obat-obatan yang berbahan cair atau obat sirup. Langkah ini, menyusul larangan yang disampaikan pemerintah soal peredaran obat sirup.
Diketahui, larangan yang dilakukan Kementerian Kesehatan ini merespon adanya kasus gagal ginjal akut atau accute kidney Injury (AKI) pada balita. Indikasinya, karena mengonsumsi obat parasetamol sirup.
"Menindaklanjuti arahan dari Pemerintah, untuk saat ini kami menghentikan sementara distribusi dan penjualan produk obat sediaan cairan atau syrup," kata Corporate Secretary Kimia Farma Apotek Ganti Winarno P kepada Liputan6.com, Kamis (20/10).
-
Apa yang BPOM lakukan terkait BPA? BPOM sendiri memang telah mencoba untuk mengadopsi pelabelan bebas BPA atau Berpotensi Mengandung BPA pada Air Minum Dalam Kemasan (AMDK). Hal tersebut tentunya bertujuan untuk mengedukasi masyarakat agar lebih waspada terhadap potensi bahaya BPA bagi kesehatan tubuh, terutama untuk wanita hamil dan bayi.
-
Kapan obat ini diharapkan bisa digunakan? Jika hasilnya menunjukkan positif, maka obat ini diharapkan dapat diberikan izin diproduksi, dan dapat digunakan untuk para orang dewasa yang kehilangan gigi, pada tahun 2030 mendatang.
-
Siapa yang mendesak BPOM untuk sosialisasi? Ia mendesak BPOM segera meningkatkan sosialisasi masif atas kebijakan anyar tersebut.
-
Mengapa YLKI mendukung aturan baru BPOM? 'YLKI mendukung inisiatif ini sebagai bagian dari upaya menjaga kesehatan konsumen dan memastikan produk yang beredar di pasaran aman dikonsumsi,' katanya.
-
Bagaimana cara KKP mendorong usaha pemindangan? Tugas pemerintah bagaimana mendorong usaha ini bisa jalan dan berkembang,“ tuturnya.
-
Bagaimana cara BPOM mengantisipasi bahaya BPA? “Rencana regulasi tersebut menunjukkan negara hadir dalam melindungi kesehatan masyarakat. Pelaku usaha pastinya memahami rencana pelabelan ini dan kami berharap dukungan semua pemangku kepentingan“
Ginting mengatakan, langkah ini masih akan dilakukan hingga ada perintah lanjutan dari Kemenkes. Penghentian ini sejalan dengan Pemerintah yang menunggu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memfinalisasi hasil penelitian terkait sejumlah obat sirup yang beredar.
"(Penghentian dilakukan) hingga ada pemberitahuan lebih lanjut dari Pemerintah," ujar dia.
Untuk diketahui, Kemenkes sudah meneliti bahwa Pasien balita yang terkena AKI (accute kidney Injury) terdeteksi memiliki 3 zat kimia berbahaya. Diantaranya, ethylene glycol-EG, diethylene glycol-DEG, ethylene glycol butyl ether-EGBE.
Ketiga zat kimia ini merupakan impurities dari zat kimia dengan kategori 'tidak berbahaya'. Misalnya polyethylene glycol yang sering dipakai sebagai solubility enhancer di banyak obat-obatan jenis obat sirup.
Alasan Kemenkes Minta Setop Penjualan Sirup
Kementerian Kesehatan telah menyetop sementara penggunaan obat sirup terkait kasus gagal ginjal akut (Acute Kidney Injury/AKI) yang dialami anak-anak terutama balita di Indonesia. Sebab, penelitian zat kimia berbahaya yang terkandung dalam obat sirup masih tahap finalisasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.
Penyetopan sementara obat sirup, ditegaskan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin sebagai tindak lanjut adanya kematian balita dengan gagal ginjal akut hampir mendekati 50 persen. Sesuai data Kemenkes per 18 Oktober 2022, ada 206 anak dari 20 provinsi di Indonesia yang mengalami gangguan ginjal akut misterius.
Dari jumlah 206 kasus, 99 anak di antaranya meninggal dunia. Persentase kasus kematian gangguan ginjal akut misterius di angka 48 persen, yang terhitung dari pelaporan kasus sejak Januari sampai 18 Oktober 2022.
"Sambil menunggu otoritas obat atau BPOM memfinalisasi hasil penelitian kuantitatif (kandungan zat kimia pada obat sirup) mereka, Kemenkes mengambil posisi konservatif dengan sementara melarang penggunaan obat-obatan sirup," jelas Budi Gunadi dalam keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com pada Kamis (20/10).
"Mengingat, balita yang teridentifikasi AKI sudah mencapai 70-an kasus per bulan, kemungkinan realitasnya pasti lebih banyak dari ini, dengan fatality rate atau rata-rata kematian mendekati 50 persen."
Lebih lanjut, Budi Gunadi turut bersedih atas kematian gangguan ginjal akut misterius yang menimpa lebih banyak balita. "Bayangkan, bila 1 dari 70 balita tersebut adalah anak atau cucu kita," ucapnya.
Reporter: Arief Rahman Hakim
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Apakah penarikan dua obat sirop di atas berkaitan dengan cemaran Etilen Glikol/Dietilen Glikol (EG/DEG)?
Baca SelengkapnyaBareskrim Polri menaikkan status hukum penanganan kasus dugaan keterlibatan pihak BPOM.
Baca SelengkapnyaSetelah sempat menimbulkan banyak pertanyaan, Kemenkes jelaskan mengenai regulasi aturan susu formula bayi.
Baca SelengkapnyaAnggaran per porsi makan siang bergizi gratis juga belum diputuskan.
Baca SelengkapnyaIkrar menyataan akan menjalankan arahan yang dititipkan Presiden Jokowi dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
Baca SelengkapnyaGuna melakukan pembatasan pembelian Pertalite, maka harus lebih dulu menunggu Revisi Perpres 191/2014 itu terbit.
Baca SelengkapnyaDari pantauan di lapangan, roti Okko biasanya masuk warung-warung kecil. Itu sebabnya, petugas juga diminta mendatangi warung di perkampungan.
Baca SelengkapnyaGAPPRI mengusulkan agar pasal-pasal terkait produk tembakau yang bernuansa pelarangan diubah menjadi pengendalian.
Baca SelengkapnyaSelama ini rokok menjadi komoditas penyumbang omzet terbesar bagi pedagang pasar.
Baca SelengkapnyaRata-rata produk obat yang dilakukan penarikan diketahui Tidak Memenuhi Syarat (TMS) keamanan maupun izin edar.
Baca SelengkapnyaShinta Kamdani mengungkap, usai pihaknya bertemu Menkes, para pengusaha akan diberikan ruang untuk konsultasi lebih lanjut.
Baca SelengkapnyaProdusen susu formula tak bisa sembarangan memberikan bantuan kepada fasilitas kesehatan dan satuan pendidikan.
Baca Selengkapnya