Merdeka.com - Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Fauzi H Amro menyoroti upaya pemerintah yang menginginkan agar pasar asuransi dibuka dan diperluas di negara-negara ASEAN. Menurutnya, itu akan sulit apalagi asuransi di Tanah Air masih banyak persoalan dan menjadi momok menakutkan.
"Kita menjual produk asuransi di negara lain. Negara kita saja asuransinya banyak problem, Apalagi kita akan menjual ke negara ASEAN," kata dia ruang rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (5/10).
Dia mengatakan, kepercayaan menjadi suatu keniscayaan bagi masyarakat di ASEAN. Sementara, di Indonesia sendiri asuransinya masih susah untuk berinvestasi.
"Semua asuransi rata-rata maling, semua asuransi ada ujungnya, yang Jiwasraya saja ngemplang, apalagi swasta, ini harus ada trust atau kepercayaan," kata Politisi Fraksi Nasdem tersebut.
Kepercayaan yang dimaksud adalah adanya jaminan atau garansi yang diberikan perusahaan. Sehingga orang nyaman untuk berasuransi.
"Sekarang masyarakat, swasta, pemerintah bail out yang Rp20 triliun sangat bombastis dalam penanganan Jiwasraya. Bagaimana ini trustnya dalam menjamin pemegang polis," tandas dia.
Rencana Sri Mulyani
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan melalui ratifikasi protokol ketujuh ini pemerintah akan memperjelas komitmen non-life insurance (asuransi umum) menjadi konvensional dan tafakul/syariah. Meski demikian, dia memastikan hal ini tidak akan mengubah peraturan terkait asuransi yang ada di Indonesia.
“Ini tidak membutuhkan perubahan apapun dalam peraturan Indonesia yang sudah ada," kata Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (5/10).
Melalui komitmen protokol ketujuh, Indonesia menegaskan pemberian izin bagi investor ASEAN untuk membuka jasa asuransi umum, baik konvensional maupun syariah dengan batas kepemilikan asing sesuai peraturan yang berlaku yaitu 80 persen.
Hal ini tertuang dalam UU Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian dan PP Nomor 3 Tahun 2020 tentang Kepemilikan Asing pada Perusahaan Perasuransian
Sri Mulyani menilai, Indonesia perlu meratifikasi protokol ketujuh jasa keuangan AFAS tersebut agar pertumbuhan industri asuransi syariah di Tanah Air berpeluang untuk berkembang, melalui peningkatan investasi dan persaingan. Selain itu, pertumbuhan industri asuransi umum di Indonesia juga akan memperluas proteksi dan mendorong pendalaman pasar keuangan.
“Melalui ratifikasi protokol ketujuh AFAS, Indonesia juga dapat memanfaatkan perluasan akses pasar yang dikomitmenkan negara mitra ASEAN,” tandas dia.
[idr]
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami