90 Persen Produk di E-Commerce Berasal dari Impor
Merdeka.com - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mencatat perkembangan e-commerce di Indonesia sangat pesat beberapa tahun terakhir ini. Namun sayangnya, e-commerce di Indonesia diserbu produk impor dan penjual asing lantaran saat ini karakteristik ecommerce masih tanpa batas.
Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, Nika Pranata menyebutkan, tren impor barang melalui e-commerce perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Data dari Dirjen Bea Cukai menunjukkan bahwa sepanjang 2018, secara rata-rata jumlah barang kiriman impor melalui e-commerce meningkat 10,5 persen per bulan, sedangkan dari sisi nilai transaksi melonjak 22 persen dari tahun sebelumnya.
Selain itu, tren tersebut terjadi akibat dari mudahnya konsumen Indonesia untuk membeli barang dari luar negeri. Bahkan, beberapa platform e-commerce besar di Indonesia menyediakan fasilitas kepada penjual asing untuk membuka toko online di Indonesia.
"90 persen itu produknya ya impor. Yang dijual yang 90 persen itu bukan lewat e-commerce nya tapi produk yang dijualnya, tapi impor lewat jalur biasa," kata dia, di kantornya, Jumat (13/12).
Terkait hal ini, LIPI melalui Pusat Penelitian Ekonomi LIPI telah melakukan survei kepada 1.626 pembeli dan penjual online di seluruh Indonesia. Dua alasan utama konsumen berbelanja langsung dari luar negeri adalah karena produknya langka di pasar Indonesia dan harga barangnya yang relatif lebih murah.
"Jika permasalahan ini tidak ditindaklanjuti dengan cermat, maka hal tersebut mengancam keberlangsungan usaha produsen dan penjual online di Indonesia," ujarnya.
Perlindungan Penjual Online
Nika menambahkan berdasarkan beberapa temuan penelitian dan pembelajaran dari kasus China, tim peneliti merumuskan beberapa rekomendasi kebijakan dalam rangka melindungi penjual online Indonesia.
"Dirjen Bea Cukai perlu untuk mengenakan PPN sebesar 10 persen kepada semua barang impor berapapun nilai transaksinya. Hal ini untuk menciptakan kesetaraan perpajakan antara penjual dalam negeri dan penjual asing," ujarnya.
Jika itu tidak dilakukan, maka untuk barang dengan harga di bawah USD 75, pelaku usaha dalam negeri akan kalah bersaing. Pada harga tersebut, penjual asing tidak dikenakan biaya apapun, sedangkan transaksi di Indonesia dikenakan PPN sebesar 10 persen.
Dia menyebutkan, saat ini serbuan produk impor di e-commerce terus bertambah, mencapai 4 persen dari total impor secara keseluruhan. "Sekarang baru sekitar 4 persen dari total yang umum, tapi itu meningkatnya pesat jadi per bulannya rata-rata 10 persen. Karena 3-4 tahun yang lalu baru 1 persen hanya bisa dibayangkan jadi 4 persen," ujarnya.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jika terpilih sebagai presiden dia akan coba mengatur bagaimana kehadiran e-commerce tidak mematikan usaha pedagang konvensional.
Baca SelengkapnyaKemendag memproyeksikan transaksi e-commerce tahun 2023 menjadi Rp533 triliun.
Baca SelengkapnyaTerdapat empat aspek yang dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia ke depan.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Dahnil menjelaskan bahwa hilirisasi digital adalah penggunaan device bahkan hingga ke jaringan yang akan dibuat oleh putra-putri Indonesia.
Baca SelengkapnyaYuk, ketahui beberapa jenis iklan yang bisa dilakukan melalui platform digital.
Baca SelengkapnyaLonjakan trafik yang telah diprediksi ini dikontribusikan oleh peningkatan penggunaan media sosial, aplikasi pesan singkat, hingga aplikasi mobile gaming.
Baca Selengkapnyapenyelenggaraan pesta demokrasi memberi dampak positif terhadap perekonomian nasional.
Baca SelengkapnyaE-catalog menjadi wadah antara KPU dan penyedia jasa.
Baca SelengkapnyaBlibli mengajak masyarakat lebih waspada dengan mengenali saluran informasi dan kanal komunikasi resmi Blibli.
Baca Selengkapnya