Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

5 Bukti kelemahan aturan Jokowi soal dibukanya data nasabah ke DJP

5 Bukti kelemahan aturan Jokowi soal dibukanya data nasabah ke DJP Presiden Jokowi. ©REUTERS/Darren Whiteside

Merdeka.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan. Melalui aturan ini, Direktur Jenderal Pajak (DJP) berwenang mendapatkan akses informasi keuangan nasabah. Mulai dari rekening, pasar modal, perasuransian, lembaga jasa keuangan lainnya.

Jokowi menegaskan, penerbitan aturan ini terkait dengan implementasi pertukaran informasi atau AEOI (Automatic Exchange Of Information) keuangan secara otomatis yang akan berlaku mulai 2018 mendatang.

"Itu sudah saya sampaikan di mana-mana. Perppu ini adalah menindaklanjuti, karena itu juga ditunggu komitmen kita mengenai ikut-tidaknya kita di dalam automatic exchange of information. Ini ditunggu semuanya," kata Presiden Jokowi seperti ditulis situs Setkab, Kamis (18/5).

Kemudian, Kementerian Keuangan melakukan Revisi PMK-70/PMK.3/2017. Adapun poin revisi yang banyak mendapat tanggapan adalah perubahan batas saldo rekening yang dapat diintip oleh petugas Pajak dari Rp 200 juta menjadi Rp 1 miliar.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan, alasan pemerintah menaikkan batas saldo adalah demi azas keadilan.

"Kami menganggap menaikkan batas minimal menjadi Rp 1 miliar cukup mencerminkan Azas keadilan," ungkapnya di Aula Cakti Buddhi Bakti, Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Selatan, Jumat (9/6).

"Pertama (kenaikan batas saldo) akan mengurangi beban lembaga-lembaga keuangan untuk melaporkan. Kalau treshold lebih tinggi tentu beban administrasinya lebih tinggi lagi. Jangan lupa yang melaporkan ini lembaga keuangan bukan pemilik account," katanya.

Tak hanya itu, dia pun mengatakan menaikkan batas saldo dilakukan agar keputusan pemerintah sungguh dapat selaras dengan ketentuan AEOI. Adapun, yang menjadi fokus kerja adalah mengurangi terjadinya kecurangan dan penghindaran pajak oleh para wajib pajak.

"Kami juga ingin menyelaraskan dengan ketentuan AEOI. Fokus kita adalah untuk mengurangi kecurangan pajak oleh perusahaan multinasional atau pribadi super kaya. Mereka yang punya account di atas Rp 1 miliar punya kemungkinan untuk melakukan penghindaran pajak."

Meski demikian, perdebatan mengenai pemberlakuan aturan ini masih terus bergulir, sebab masih banyak substansi dalam aturan tersebut dianggap tidak sesuai. Berikut rinciannya:

Ditjen Pajak jangan seperti KPK

Ketua Komisi XI DPR RI, Mechias Marcus Mekeng mengingatkan Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan akan memberi kuasa besar kepada petugas pajak.

Oleh karena itu, aturan ini harus dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat. Petugas pajak jangan segan-segan menyampaikan secara terbuka oknum-oknum yang menunggak pajak.

Tak hanya itu, dia juga meminta agar kementerian keuangan memberi kesempatan kepada DPR untuk melakukan pengawasan terhadap petugas pajak bila dalam perjalanan terdapat hambatan terkait dengan pengumpulan pajak.

"Gimana mekanisme kita mau mengawasi (Petugas Pajak), yang saya tahu masih banyak tunggakan pajak yang belum tertagih. Dulu saya jadi ketua panja pajak yang saya tahu hampir Rp 55 triliun tidak tertagih, sekarang sudah lebih dari itu hampir Rp 100 triliun," ungkapnya dalam rapat dengan Menteri Keuangan, di DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (17/7).

"Masalahnya kita tidak bisa buka itu siapa itu Rp 100 triliun itu? Siapa itu nasabahnya, jumlahnya berapa itu yang nggak bisa kita buka," tandas Mekeng.

Politisi Golkar itu meminta ada kesetaraan antara wajib pajak dan petugas Pajak. Dalam artian, DJP juga bersedia untuk menyampaikan secara gamblang bila terjadi kasus terhambatnya pengumpulan pajak.

"Kesetaraan harus ada. Jangan sampai wajib pajak saja bisa dibuka, tapi pada saat kita (DPR) yang mewakili wajib pajak mau buka yang macet itu jangan sampai berlindung di balik kekuasaan institusi, dan tidak bisa dibuka," tegasnya.

"Kalau Perppu ini berlaku kekuasaan Dirjen pajak sangat powerfull, jangan sampai berubah kayak KPK lagi."

Mudah digugat

Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun mendukung kebijakan pemerintah yang memberi kewenangan kepada aparat perpajakan untuk memiliki akses ke rekening nasabah perbankan itu. Namun, politikus Partai Golkar itu juga mengingatkan tentang masih adanya persoalan dalam beleid tersebut.

Misbakhun meminta Sri Mulyani untuk mencari jalan keluar tentang persoalan dalam Perppu yang disebut-sebut mengakhiri era kerahasiaan bank itu. Sebab, solusi itu juga demi menguatkan ketentuan jika Perppu 1 Tahun 2017 kelak diterima DPR dan ditetapkan sebagai undang-undang.

"Bu Menteri Sri Mulyani perlu mengetahui ada beberapa hal yang menjadi permasalahan substansial terhadap Perppu itu, dan Ibu Menteri harus mencarikan jalan keluar. Sehingga, dukungan ini juga tidak kemudian menjadi melemah karena konten," kata Misbakhun dalam rapat bersama Sri Mulyani.

Ketentuan dalam Perppu 1 Tahun 2017 yang dipersoalkan Misbakhun adalah pada Pasal 9. Dalam ketentuan itu ada frasa 'dapat menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK)' yang menurut Misbakhun sangat rentan dipersoalkan.

"Kalau kita baca UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembentukan Perundang Undangan, maka PMK tidak boleh mengatur di luar isi dari Perppu ini ketika menjadi UU," sebutnya.

Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak itu menjelaskan, terdapat lima UU yang terkait langsung dengan kerahasiaan bank namun akan bersinggungan dengan Perppu 1 Tahun 2017. Yakni UU Perbankan, UU Perbankan Syariah, UU Asuransi, UU Pasar Modal dan UU Bursa Berjangka.

Misbakhun menegaskan, harus ada hal yang diperinci tentang soal akses pegawai pajak terhadap informasi perbankan. Apakah deposito, saldo pinjaman, atau rekeningnya. Jika belum ada jalan keluar bagi persoalan itu, Misbakhun khawatir yang terbebani justru pegawai pajak. Sebab, ketika aparat pajak hendak meminta informasi dari perbankan, maka bisa-bisa berbenturan langsung dengan wajib pajak.

"Saya mengkhawatirkan Perppu ini akan berpotensi diuji materi, apakah di tingkat Mahkamah Agung atau di Mahkamah Konstitusi karena ketidakjelasan sejak awal kita meregulasi," ujarnya.

Mekanisme tidak jelas

Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati mengingatkan agar pemerintah menerbitkan mekanisme yang jelas soal pembukaan akses data perbankan ini. Enny juga menanyakan siapa orang Ditjen Pajak yang berhak melihat data nasabah. Jika tidak, ini sangat mengkhawatirkan.

"Keterbukaan harus ada aturan main yang jelas. Ada pembagian yang jelas. Misalnya, siapa di kalangan DJP yang bisa mengakses dan menggunakan data itu. Di level mana, ini kan harus jelas. Apa semua orang pajak bisa mengakses?," ungkapnya di Kantor Indef, Pejaten Timur, Jakarta Selatan, Kamis (8/6).

Buat masyarakat panik

Ekonom Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), Aviliani meminta penerbitan Perppu perpajakan tersebut tidak sampai menimbulkan kecemasan pada masyarakat. Sebab, aturan buka-bukaan informasi keuangan terhadap rekening bank nasabah masih belum disosialisasikan dengan baik.

"Jangan sampai saldo rekening ini membuat masyarakat panik. Apalagi sosialisasi pendek, karena dianggapnya yang saldo Rp 1 miliar itu yang akan dicek. Karena masyarakat panik," ujar Aviliani saat menghadiri RDPU di Gedung DPR MPR Jakarta, Selasa (18/7).

Penerbitan aturan ini seharusnya diikuti dengan edukasi terhadap masyarakat, agar masyarakat dapat memahami maksud pemerintah mengeluarkan aturan tersebut. Sebab, masyarakat yang tidak memahami aturan tersebut bisa saja berpikir negatif kemudian memindahkan uangnya keluar negeri.

"Jangan sampai menimbulkan pandangan menjadi negatif di masyarakat. Sehingga akhirnya, sebagian orang memindahkan dananya di negara lain, karena negara lain komitmennya masih pakai syarat," jelasnya.

Penyalahgunaan data nasabah

Ekonom Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), Aviliani menyoroti sistem keterbukaan data nasabah bank yang nantinya akan dilakukan oleh pegawai Ditjen Pajak. Dia mengimbau agar sistem keterbukaan data nasabah bank dibuat sebaik mungkin supaya tidak mudah disalahgunakan.

"Jangan sampai kasus lalu oper data menggunakan flashdisk. Kalau datanya kemana-mana bisa disalahgunakan. Jadi harus gunakan sistem yang ada, bisa gunakan sistem PPATK. Kedua, bisa gunakan SIPINA OJK di mana bank otomatis sudah punya. Jadi tidak secara manual kalau manual akan berbahaya bagi data nasabah, khususnya debitur," ungkapnya.

Pemerintah diminta untuk membuat rambu-rambu yang jelas supaya nasabah tidak menyalahkan perbankan saat pertukaran data sudah dilakukan.

"Harus dibuat rambu yang jelas, karena seringkali nasabah salahkan perbankan ketika data mereka keluar. Jadi sejauh mana jaminan terhadap bank, padahal bank wajib memberikan data ke DJP. Jadi perbankan lebih concern kepada kerahasiaan itu sendiri. Walaupun kita tidak bisa menolak," pungkasnya.

(mdk/idr)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Jokowi Bilang Data Pertahanan Bersifat Rahasia, Anies: Jangan Berlindung Dalam Kerahasiaan Ketika Tak Bisa Jelaskan

Jokowi Bilang Data Pertahanan Bersifat Rahasia, Anies: Jangan Berlindung Dalam Kerahasiaan Ketika Tak Bisa Jelaskan

Menurut Anies, jawaban data itu sebetulnya simpel dan sederhana. Tinggal dibuka saja data yang bisa dibuka atau tidak bisa dibuka ke publik.

Baca Selengkapnya
Aturan Kenaikan Gaji PNS 8 Persen Diteken Jokowi, Besarannya Jadi Segini

Aturan Kenaikan Gaji PNS 8 Persen Diteken Jokowi, Besarannya Jadi Segini

Presiden Jokowi teken aturan kenaikan gaji PNS naik 8 persen per Januari 2024.

Baca Selengkapnya
JK soal Anies Dilaporkan ke Bawaslu: Datanya dari Pak Jokowi, Keduanya Diperiksa Rame Negeri Ini

JK soal Anies Dilaporkan ke Bawaslu: Datanya dari Pak Jokowi, Keduanya Diperiksa Rame Negeri Ini

Laporan itu bagus apabila diproses oleh Bawaslu, karena sumber datanya dari Jokowi.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Jokowi akan Cek APBN Sebelum Lanjutkan Bansos: Kalau Anggaran Tak Memungkinkan Tidak Diteruskan

Jokowi akan Cek APBN Sebelum Lanjutkan Bansos: Kalau Anggaran Tak Memungkinkan Tidak Diteruskan

Jokowi menuturkan bantuan pangan dilanjutkan apabila anggaran tercukupi.

Baca Selengkapnya
Jokowi Tekan Aturan Percepatan Transformasi Digital, Begini Isinya

Jokowi Tekan Aturan Percepatan Transformasi Digital, Begini Isinya

Pertimbangan penerbitan perpres itu untuk mendorong terwujudnya pelayanan publik berkualitas dan terpercaya.

Baca Selengkapnya
Aturan Disahkan Jokowi, Gaji Pokok TNI/Polri Resmi Naik Mulai Bulan Ini

Aturan Disahkan Jokowi, Gaji Pokok TNI/Polri Resmi Naik Mulai Bulan Ini

Penyesuaian gaji pokok bagi anggota TNI tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Belas Atas PP Nomor 28 tahun 2001.

Baca Selengkapnya
Jokowi Tetapkan Hari Pemungutan Suara Pemilu 2024 pada 14 Februari Jadi Libur Nasional

Jokowi Tetapkan Hari Pemungutan Suara Pemilu 2024 pada 14 Februari Jadi Libur Nasional

Tujuannya untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya.

Baca Selengkapnya
Aturan Disahkan Jokowi, THR PNS Cair 10 Hari Jelang Lebaran dan Gaji ke-13 Cair Juni 2024

Aturan Disahkan Jokowi, THR PNS Cair 10 Hari Jelang Lebaran dan Gaji ke-13 Cair Juni 2024

Sementara THR bagi CPNS terdiri dari 80 persen dari gaji pokok PNS; tunjangan keluarga; tunjangan pangan; tunjangan umum dan tunjangan kinerja.

Baca Selengkapnya
Menelusuri Perbedaan Perolehan Suara PSI antara C1 dan Data Sirekap

Menelusuri Perbedaan Perolehan Suara PSI antara C1 dan Data Sirekap

Pada 26 Februari lalu, partai yang diketuai oleh putra bungsu Presiden Jokowi itu hanya memperoleh 2.001.493 suara atau 2,68 persen.

Baca Selengkapnya