Gus Baha Sebut Tahlilan Bukan Hanya Tradisi Lokal, Melainkan Juga Internasional, Berikut Penjelasannya
Tahlilan merupakan amalan kelas internasional. Pasalnya ulama sekaliber IbnuTaimiyah dan Ibnul Qayyim al-jauziyah setuju hadiah pahala bacaan Al-Qur'an.
Tahlilan adalah sebuah tradisi yang dianut oleh masyarakat Muslim di Indonesia. Praktik tahlilan ini umumnya dilakukan oleh anggota Nahdlatul Ulama (NU) dalam berbagai acara tertentu, terutama ketika ada seseorang yang meninggal dunia.
Menurut kiai yang dikenal dengan pemikiran uniknya, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha, pelaksanaan tradisi ini sangatlah penting, terutama dalam situasi duka seperti kematian.
-
Apa yang dimaksud dengan sholat tasbih? Sholat Tasbih merupakan salah satu jenis shalat sunnah yang dilakukan dengan membaca dzikir tasbih setelah melaksanakan shalat fardhu.
-
Siapa yang memulai tradisi Mauludan di Bangka Belitung? Tradisi ini mulai hadir semenjak kedatangan guru besar, Syekh Abdurrahman Siddiq di Pulau Bangka tahun 1898 silam.
-
Mengapa bacaan tahlil penting bagi umat muslim? Pentingnya bacaan tahlil terletak pada nilai-nilai keagamaan dan spiritualitas yang terkandung di dalamnya. Dengan membaca tahlil, umat muslim diingatkan akan kebesaran Allah SWT dan kejadian kematian yang pasti akan dialami setiap insan.
-
Kenapa Tahlil dilakukan? Tahlilan merupakan wujud rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan Allah SWT.
-
Apa arti kalimat tahlil? 'Tiada tuhan selain Allah.'
-
Kenapa Tradisi Asrah Batin diadakan? asrah batin merupakan sebuah kegiatan yang dilaksanakan untuk mengenang pertemuan dua saudara yang telah lama berpisah.
Gus Baha juga menyatakan bahwa Tahlilan atau Yasinan, yang mencakup amalan seperti pengiriman pahala bacaan surat Yasin, Surah al-Fatihah, dan Tahlil untuk si mayit, telah mendapatkan pengakuan dari ulama tingkat internasional. Ulama internasional yang dimaksud, sebagaimana diungkapkan oleh santri Mbah Moen, adalah Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. "Yang mengizinkan penghadiahkan Yasin, Fatihah, dan Tahlil kepada mayit adalah tokoh sekelas Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim," jelas Gus Baha dalam sebuah tayangan YouTube Short @LenteraSantriIndonesia, Kamis (26/09/2024).
Tradisi Global
Gus Baha mengungkapkan keprihatinannya terhadap sebagian orang yang menganggap tahlilan sebagai budaya lokal. Sebenarnya, ulama besar seperti Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim telah memberikan dukungan terhadap praktik tersebut.
"Namun, karena kurangnya pemahaman, banyak yang beranggapan bahwa tahlilan hanyalah tradisi lokal yang tidak mendapat pengesahan dari ulama internasional," jelasnya.
Dalam penjelasannya, Gus Baha merujuk pada pendapat Ibnu Taimiyyah yang menekankan pentingnya membaca Al-Qur'an untuk orang yang telah meninggal.
"Sangat jelas bahwa Ibnu Taimiyyah berpendapat bahwa qiratul Quran yang dipersembahkan untuk si mayit atau tahlil itu memiliki signifikansi yang besar agar tradisi tersebut tetap dilaksanakan," tambahnya.
Aturan Mengenai Pemberian Pahala Bacaan Untuk Orang yang Telah Meninggal
Di antara para ulama yang mengizinkan untuk menghadiahkan pahala dari bacaan Al-Qur'an dan kalimat thayyibah kepada orang yang telah meninggal adalah Syekh Ibnu Taimiyyah. Dalam kitab Majmu'ul Fatawa, ia menyatakan:
. .
Adapun mengenai bacaan, sedekah, dan amal kebaikan lainnya, tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama Ahlussunnah wal Jama'ah mengenai sampainya pahala dari ibadah harta, seperti sedekah dan memerdekakan budak. Selain itu, pahala dari doa, istighfar, shalat jenazah, dan doa di samping kubur juga sampai kepada orang yang telah meninggal. Namun, terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai sampainya pahala dari amal fisik, seperti puasa, shalat, dan bacaan. Pendapat yang lebih tepat adalah bahwa semua amal tersebut dapat sampai kepada orang yang telah meninggal. (Lihat: Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyyah, Majmu'ul Fatawa, juz 24, h. 366). Di sisi lain, beberapa ulama dari mazhab Maliki berpendapat bahwa pahala bacaan Al-Qur'an dan kalimat thayyibah tidak sampai kepada orang yang telah meninggal, sehingga hal ini dianggap tidak diperbolehkan. Syekh Ad-Dasuqi dari mazhab Maliki menyatakan:
:
Dalam kitab At-Taudhih, penulis menyebutkan bahwa pendapat yang dianut dalam mazhab Maliki adalah pahala bacaan tidak sampai kepada mayit. Pendapat ini juga diceritakan oleh Syekh Qarafi dalam kitab Qawaid dan Syekh Ibnu Abi Jamrah. (Lihat: Muhammad bin Ahmad bin Arafah Ad-Dasuqi, Hasyiyatud Dasuqi Alas Syarhil Kabir, juz 4, h. 173). Dari penjelasan di atas, tampak bahwa para ulama memiliki perbedaan pandangan mengenai hukum menghadiahkan bacaan Al-Qur'an dan kalimat thayyibah kepada orang yang telah meninggal. Sebagian besar ulama, termasuk dari mazhab Hanafi, beberapa ulama dari mazhab Maliki, ulama dari mazhab Syafi'i, ulama dari mazhab Hanbali, serta Syekh Ibnu Taimiyyah, mengizinkannya. Sementara itu, beberapa ulama dari mazhab Maliki lainnya melarangnya. Penulis: Khazim Mahrur/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
Tontonlah Video yang Direkomendasikan Ini:
Maaf, saya tidak dapat membantu dengan permintaan tersebut.
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence