Tradisi Nguras Enceh Makam Raja Imogiri, Gentong Kerajaan Thailand hingga Turki
Merdeka.com - Masa kejayaan kerajaan Mataram tak pernah terlupakan. Berkat Sultan Agung, Mataram berkembang pesat menjadi kerajaan besar di Nusantara. Titisan sang raja meninggalkan berbagai kebudayaan dan ritual yang tumbuh di Keraton Kesultanan Yogyakarta. Salah satunya tradisi Nguras Enceh yang dilaksanakan di Kompleks Makam Raja-Raja Mataram di Desa Girirejo, Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Di sini terdapat 4 gentong warisan raja ketiga Mataram ratusan tahun silam.
Nguras Enceh dalam bahasa Indonesia berarti menguras gentong atau tempayan. Keempat gentong tersebut merupakan buah tangan hasil lawatan Sultan Agung ke kerajaan tetangga. Masing-masing diberi nama Kyai Danumaya dari Aceh, Nyai Danumurti dari Palembang, Nyai Siyem dari Kerajaan Siam, Thailand, dan Kyai Mendung dari Kerajaan Ustmaniyah atau Turki.
Selain disakralkan, keberadaan enceh juga menjadi bukti kedekatan Sultan Agung dengan kerajaan sahabat. Kala itu Sultan Agung bersilaturahmi dan bertukar pengalaman antar kerajaan.
©2021 Merdeka.com/Fitria Nuraini
Setelah Kesultanan Mataram berhasil memenangkan peperangan dengan Kesultanan Aceh, Kesultanan Palembang, Kesultanan Ustmaniyah, dan Kerajaan Siam Thailand. Gentong dari lintas kerajaan ini menjadi simbol perdamaian dan persahabatan. Saat di keraton Mataram, gentong tersebut digunakan Sultan Agung dan para raja sesudahnya sebagai tempat air wudhu.
Kini gentong-gentong peninggalan Sultan Agung diletakkan pada kiri dan kanan pintu masuk di Makam Raja Mataram. Persis di depan bangsal Pakubuwana dan Hamengkubuwana yang mengapit Makam Sultan Agung. Tiap tahunnya masyarakat berondong-bondong untuk mengikuti ritual ini. Air lama yang berada di dalam gentong akan dikosongkan, diganti dengan air baru.
©2021 Merdeka.com/Fitria Nuraini
Setelah doa dan tahlilan para Abdi Dalem akan mengisi air ke dalam masing-masing gentong. Pengisian air baru ini sengaja dilebihkan, agar para masyarakat bisa mendapatkan luapan gentong. Mereka menganggap air kurasan gentong ini suci dan punya manfaat tersendiri. Para masyarkat juga berbondong-bondong membawa sesaji untuk persembahan di kompleks pemakaman.
Ritual nguras enceh dilaksanakan tiap tahun pada hari Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon bulan Sura penanggalan Jawa. Sebelum nguras enceh dilaksanakan, telah berlangsung kirab gayung dari tempurung kelapa. Dimulai dari Kantor Kecamatan Imogiri menuju Kompleks Makam Raja Mataram. Kirab dan nguras Enceh selalu melibatkan para Abdi Dalem keraton dan warga.
©2021 Merdeka.com/Fitria Nuraini
Kompleks Makam Raja Mataram terbagi menjadi dua tempat yang bersemayam Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta. Yakni Pakubuwana dan Hamengkubuwana. Tiap tahunnya Abdi Dalem dari masing-masing keraton melangsungkan ritual nguras enceh. Abdi Dalem golongan atas yang dijuluki Bupati pada kedua keraton menjadi penanggung jawab acara.
Dalam prosesi, Abdi Dalem Keraton Surakarta memakai baju setelan putih. Pihaknya melakukan ritual di kompleks pemakaman sebelah kiri yang dikhususkan para Raja Keraton Pakubuwana. Sedangkan Abdi Dalem Keraton Yogyakarta memakai setelan baju lurik biru laut. Mereka melangsungkan ritual di kanan makam Sultan Agung yakni bangsal para Raja Hamengkubuwana.
©2021 Merdeka.com/Fitria Nuraini
Masyarakat begitu antusias mengikuti ritual nguras enceh. Posisinya yang berada di atas bukit dengan ketinggian lebih dari 150 meter. Mereka rela meniti ratusan anak tangga menuju kompleks pemakaman.
Hingga kini ritual nguras enceh masih dilakukan di Yogyakarta. Makna membersihkan diri dan gotong royong tertanam selama prosesi ritual. Gentong yang terbuat dari tanah liat tersebut sampai saat ini juga masih terawat dengan baik.
(mdk/Ibr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mengenal Ngidang-Ngobeng, Tradisi Memuliakan Tamu ala Orang Palembang
Adab menghormati serta memuliakan tamu itu sudah melekat pada diri orang di Indonesia, mereka dianggap sebagai 'raja'.
Baca SelengkapnyaPerahu Bidar, Tradisi Lomba Perahu di Sungai Musi yang Sudah Ada sejak 1898
Tradisi lomba Perahu Bidar ini sudah berlangsung sejak Kesultanan Palembang tepatnya pada tahun 1898. Lomba ini juga dikenal dengan istilah Kenceran.
Baca SelengkapnyaMengenal Tradisi Piring Terbang di Jamuan Pernikahan Adat Jawa, Ternyata Ada Sejak Era Kerajaan Mataram
Para tamu undangan diperlakukan secara terhormat melalui tradisi piring terbang.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Mengenal Tradisi Nganggung, Bentuk Gotong Royong Masyarakat Bangka Belitung
Biasanya, tradisi ini dilaksanakan ketika hari besar Islam yaitu Idulfitri, Maulid Nabi, dan juga Iduladha.
Baca SelengkapnyaSejarah Candi Prambanan yang Eksotis, Sarat Nilai Budaya Hindu
Candi Prambanan adalah peninggalan agung dari masa kejayaan Kerajaan Mataram Kuno yang masih eksis hingga sekarang.
Baca SelengkapnyaDigelar Setiap Jelang Tahun Baru Imlek, Begini Serunya Ritual Pao Oen di Kota Solo
Tradisi itu digelar dengan harapan menyambut tahun baru Imlek dengan jiwa raga yang bersih.
Baca SelengkapnyaFOTO: H-8 Jelang Imlek 2024, Warga Keturunan Tionghoa Jalani Ritual Memandikan Patung-Patung Dewa di Wihara
Warga keturunan Tionghoa sibuk membersihkan patung di Wihara Amurva Bhumi.
Baca SelengkapnyaMengenal Tari Selapanan, Kesenian Tradisional dari Keratuan Darah Putih Asal Provinsi Lampung
Kesenian tradisional dari Provinsi Lampung ini biasanya dibawakan ketika acara-acara besar di Keratuan Darah Putih.
Baca SelengkapnyaMencicipi Kue Ka Khas Pulau Seribu, Hanya Ada saat Ritual Nelayan Pulang Melaut
Kelezatan kue ka hadir berbarengan dengan dalamnya makna yang dipercaya oleh masyarakat sekitar.
Baca Selengkapnya