Seleksi Komisioner Regulator Telekomunikasi 'Terganggu' Dominasi Operator Tertentu
Merdeka.com - Pemilihan komisioner Komite Regulasi Telekomunikasi Badan Regulasi Telekomunikasi (KRT-BRTI) periode 2018-2021 memasuki seleksi pamungkas yaitu wawancara dengan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara, pekan lalu.
Dari 10 calon KRT-BRTI dari unsur masyarakat, enam calon bakal dipilih Menkominfo sebagai wasit di sektor telekomunikasi nasional ini. Namun, beberapa kalangan menyayangkan dari 10 calon KRT-BRTI tersebut, tiga orang terafiliasi dengan satu operator telekomunikasi tertentu.
Jumlah tersebut terbilang banyak dan menjadi perhatian Ahmad Alamsyah Saragih, Komisioner Ombudsman Republik Indonesia.
Menurutnya, calon KRT-BRTI yang terafiliasi dengan operator tertentu, bahkan ada yang masih menjadi karyawan aktif pada operator tersebut, berpotensi terjadi benturan kepentingan antara regulator dan operator tertentu tersebut.
Kata Alamsyah, memang aturan formal yang mengatur mengenai KRT-BRTI dari operator belum ada. Namun, dari prinsip governance value atau tata kelola pemerintahan yang baik, khususnya di regulator yang harus imparsial, seharusnya panitia seleksi (pansel0 dan menteri bisa mempertimbangkan asal-muasal dan kedekatan calon KRT-BRTI dari unsur operator telekomunikasi.
Seharusnya sebelum calon KRT-BRTI tersebut bergabung menjadi komisioner BRTI, harus ada masa jeda beberapa tahun. Sebab tugas vital BRTI sebagai regulator yang harus independen dan menjaga kerahasiaan perusahaan telekomunikasi yang diawasinya.
“Tugas BRTI sangat vital, yaitu menyangkut kerahasiaan perusahaan telekomunikasi tempat mereka bekerja dahulu, kerahasiaan perusahaan telekomunikasi yang diawasi, kerahasiaan badan regulasi, relasi-relasi mereka saat ini, dan kewajiban jangka pendek mereka saat ini. Meski tak ada regulasinya, dari sisi prinsip imparsialitas, mungkin menkominfo dan pansel bisa mempertimbangkan masa jeda untuk anggota KRT-BRTI dari unsur masyarakat tersebut. Khususnya yang masih aktif menjadi karyawan salah satu operator,” ujar Alamsyah di Jakarta, kemarin (17/12).
Kepercayaan Publik Diabaikan
Jika prinsip imparsialitas di BRTI tidak diperhatikan, Alamsyah memperkirakan persepsi publik terhadap BRTI menjadi rumit. Publik akan berspekulasi banyak, seperti aneksasi dari kelompok bisnis atau operator tertentu yang menaruh orang-orangnya di badan regulasi. Maka itu, BRTI harus memperjuangkan untuk melawan persepsi dan membangun prinsip imparsialitas sendiri di hadapan di hadapan publik.
“Salah satu kunci dari governance adalah public trust. Public trust diabaikan itu, tak zamannya lagi. Apalagi di dunia IT. Ombudsman berharap menkominfo dan pansel BRTI mengabaikan social capital yang dinamakan public trust,” ucapnya.
Diakui memang operator bisa merekomendasikan KRT yang berasal dari unsur masyarakat. Namun, operator bisa merekomendasikan nama-nama tokoh publik yang dianggap layak, independen, dan mengerti industri telekomunikasi. Tujuannya, untuk mendukung kepercayaan publik pada badan regulasi.
Jadi, seharusnya operator tidak menaruh orang-orangnya untuk duduk di BRTI seperti yang terjadi saat ini, dengan dalih mencari orang berpengalaman di industri telekomunikasi.
"Seharusnya operator memilih dari orang independen. Bukan mewakili kepentingan operator tertentu. Tujuannya agar mereduksi aneksasi kepentingan dari satu operator,” terang Alamsyah.
Seperti diketahui, tiga dari 10 calon KRT-BRTI merupakan orang-orang yang terafiliasi dengan operator Indosat Ooredoo. Sebab mereka masih aktif sebagai karyawan di perusahaan telekomunikasi tersebut. Mereka adalah August Bualazaro Hulu dan Bambang Priantono.
Bambang Priantono adalah karyawan aktif Indosat yang pernah menjabat sebagai Network and Operations Director PT Aplikanusa Lintasarta, anak usaha Indosat. Saat ini ditempatkan di Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Telekomunikasi Indonesia sebagai direktur utama.
Sementara, August Bualazaro Hulu masih menjabat sebagai Division Head Regulatory PT Indosat Ooredoo. Seorang lagi yang terafiliasi dengan Indosat adalah M Imam Nashiruddin. Imam adalah Komisioner petahana BRTI periode 2015-2018. Namun, dia baru mundur dari Indosat, pascadilantik menjadi komisioner pada 2015. Sebelum menjabat Komisioner BRTI, M Imam Nashiruddin pernah menjabat sebagai Direktur Indosat Mega Media (IM2).
(mdk/sya)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
BAKTI Kementerian Kominfo menerima usulan sekitar 80.000 titik penyediaan akses internet dari KPU.
Baca SelengkapnyaBudi menjelaskan, hal ini terjadi sebelum nama Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) berubah menjadi BAKTI.
Baca SelengkapnyaBerikut sosok tiga teman satu letting Panglima TNI yang pangkatnya masih Kolonel.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Rancangan Peraturan Pemerintah yang membahas manajemen aparatur sipil negara (ASN) mendekati hasil akhir di Kemenpan-RB
Baca SelengkapnyaPasalnya, kata Budi penonaktifan akan dilakukan langsung oleh Kemendagri.
Baca SelengkapnyaGara-gara kecepatan internet Indonesia masih kalah dengan negara tetangga, Menkominfo mau buat regulasi khusus.
Baca SelengkapnyaDampak berlakunya pajak rokok untuk rokok elektrik sifatnya sangat membebani.
Baca SelengkapnyaSejumlah pejabat rela mengundurkan diri demi berjuang bersama Ganjar-Mahfud memenangkan Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaCalon penumpang yang telah memiliki tiket, bisa melakukan pembatalan tiket di loket stasiun. Nantinya akan dikembalikan 100 persen di luar bea pesan.
Baca Selengkapnya