Refeed.id tawarkan solusi jitu buat pelaku bisnis online
Merdeka.com - Refeed.id, platform e-commerce yang untuk pebisnis online, menawarkan solusi bersifat end-to-end social commerce, sehingga membuat bisnisnya cepat besar. Solusi ini berupa minishop yang terintegrasi end-to-end dengan konsep Like2Buy.
Mulai dari mengeksekusi pertumbuhan traffic dari berbagai channel, membangun follower sebagai reseller dengan pembagian komisi ke reseller auto split dan payment gateway untuk mempercepat scale-up bisnis di social media sebagai media automation. Bahkan sampai pada fitur COD (Cash on Delivery) untuk melakukan penetrasi pasar dengan cepat dan aman.
Silvia Ratna, CEO Refeed.id, menjelaskan Refeed.id menyatukan konsep end-to-end solution dan Like2Buy dengan fokus membuat bisnis cepat tumbuh besar dengan berbagai fitur otomatisasi. Social commerce biasanya digunakan untuk merujuk pada pengalaman belanja online yang mencakup elemen sosial, seperti menyukai produk atau membeli sesuatu melalui tautan yang di-post di media sosial. Namun, langkah terbaru dalam evolusi belanja sosial adalah experience yang benar-benar menyeluruh.
Pengguna menemukan dan membeli produk dalam satu platform media sosial yang sama – tidak perlu melompat ke situs eksternal. Kelemahannya adalah, bisnis yang terjadi kerap menemui kendala pada proses bisnis yang membuat tidak terjadi skalasi bisnis maupun konversi.
"Refeed.id menyelesaikan dalam bentuk lain, menyesuaikan dengan budaya media sosial di Indonesia," ujar Silvia di Jakarta, kemarin.
Solusi bisnis online end-to-end pun, lanjut dia, menjadi milik pebisnis online Indonesia di social commerce. Silvia mengklaim bahwa solusi yag ditawarkannya dapat "membuat bisnis cepat gede. Menariknya, Refeed.id memberikan gratis 1 bulan untuk pendaftaran sebelum 30 September 2018. Otomasi ini bekerja sama dengan iPaymu.com sebagai payment processor e-commerce yang cukup memahami skalasi bisnis online atau e-commerce terbaik di Indonesia. Komitmen Refeed untuk penggunanya adalah dengan menggratiskan omnichannel yang dimilikinya ke marketplace lokal dan global. Dengan tagline "Bisnis Cepat Gede!", memungkinkan semua product terlisting di Jumia, Alibaba, Amazon, Etsy, dan marketplace lokal.
Sebelumnya Silvia memaparkan bahwa platform media sosial telah mencoba mencari cara untuk mewujudkan experience belanja di media sosial selama bertahun-tahun. Misalnya pada 2010, Levi meluncurkan “Friends Store,” channel berbelanja berbasis di Facebook yang memungkinkan pembeli untuk login lewat Facebook dan memberikan Like atau Share produk-produk Levi. Dalam lima tahun, clothing brand tersebut mengalami penurunan Like pada produk di toko online, seperti brand lain yang menggunakan channel seperti ini. Demikian pula Twitter, yang menguji berbagai cara untuk mengintegrasikan Social Commerce.
"Salah satu hambatan utama untuk mensosialisasikan cara belanja adalah banyak orang yang enggan mencampur pengalaman berbelanja dengan aktifitas jejaring sosialnya. Mereka melihat situs seperti Facebook dan Twitter sebagai alat untuk berkomunikasi dengan teman daripada tempat berbelanja. Kendala umum lain, ketidakyakinan pengguna media sosial untuk memasukkan data dalam berbelanja di jejaring sosial," ungkapnya.
Beberapa tahun terakhir juga terlihat munculnya situs belanja yang memiliki fitur sosial, seperti Wanelo, Fancy, Fab.com, dan Polyvore. Karena situs-situs tersebut dirancang khusus untuk berbelanja, mereka tidak mengalami hambatan seperti yang disebutkan sebelumnya.
(mdk/sya)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ingin Mengembangkan Bisnis Online? Yuk, Kenali 5 Jenis Iklan Digital Favorit!
Yuk, ketahui beberapa jenis iklan yang bisa dilakukan melalui platform digital.
Baca SelengkapnyaIndef Sebut Langkah Pemerintah Pisahkan Izin Tiktok Shop dan Sosial Media Sudah Tepat
Media sosial TikTok dan TikTok Shop menggabungkan dua fitur tersebut, padahal secara aturan seharusnya memiliki izin operasi yang berbeda.
Baca SelengkapnyaTikTok Kuasai E-commerce Lokal, Istilah Hilirisasi Digital Dinilai Ambigu
Konsep hilirisasi digital dinilai tidak relevan dengan kenyataan di lapangan.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Proyek Renova-Sync, Dongkrak Penjualan dan Kepuasan Konsumen Lewat Transformasi Digital
Proyek Renova-Sync ini akan membantu Eigerindo MPI dalam mengolah data customer 360, product 360, dan order 360.
Baca SelengkapnyaPedagang Pasar Kranggan Ngeluh Kemunculan e-Commerce, Ganjar: Nanti Kita Ajari Cara Jualan Online Ya
Jika terpilih sebagai presiden dia akan coba mengatur bagaimana kehadiran e-commerce tidak mematikan usaha pedagang konvensional.
Baca SelengkapnyaMasih Ada Fasilitas Transaksi di Media Sosial TikTok, Kemenkop UKM Sebut Ada Pelanggaran
Masa transisi atau uji coba yang diberikan Kementerian Perdagangan kepada Tiktok untuk migrasi ke platform eCommerce Tokopedia tidak ada dalam aturan.
Baca SelengkapnyaBanyak E-Commerce Punya Fitur Berbagi Video dan Live Streaming, Benarkah Melanggar Permendag?
Menurut Huda, Tokopedia dan TikTok seharusnya tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh Kemendag.
Baca SelengkapnyaTransaksi E-commerce Sepanjang Tahun 2023 Diprediksi Tembus Rp533 Triliun
Kemendag memproyeksikan transaksi e-commerce tahun 2023 menjadi Rp533 triliun.
Baca SelengkapnyaGaransi Bebas Pengembalian dari Shopee, Kini Jadi Mudah Kembalikan Barang Ketika Berubah Pikiran
Tingkatkan pengalaman belanja online, Shopee luncurkan inovasi Garansi Bebas Pengembalian.
Baca Selengkapnya