Penelitian: Lockdown Pandemi Covid-19 Mengikis Kesehatan Mental
Merdeka.com - Depresi dan keterkaitannya dengan lockdown pandemi Covid-19 jadi objek menarik yang diteliti para periset dan ilmuwan.
Menurut penelitian terbaru dari University of Exeter dan King's College London, kesepian pada orang dewasa selama masa lockdown di tengah pandemi Covid-19 merupakan faktor kunci atas gejala depresi dan kesehatan mental lainnya.
Dr. Byron Creese, dari University of Exeter Medical School, yang memimpin penelitian itu, menyebut bahkan sebelum pandemi tingkat kesepian dan aktivitas fisik menjadi masalah besar di masyarakat, terutama di kalangan orang tua.
"Penelitian ini memungkinkan kami untuk membandingkan kesehatan mental sebelum dan sesudah Covid-19 pada sekelompok orang berusia 50 tahun ke atas. Kami menemukan bahwa selama lockdown, kesepian dan penurunan aktivitas fisik berkaitan dengan lebih banyak gejala kesehatan mental yang buruk, terutama depresi," tutur Creese dikutip dari Eureka Alert via Tekno Liputan6.com.
Karena itu, menurut dia, saat ini penting untuk menemukan cara baru untuk mengurangi risiko memburuknya kesehatan mental selama pandemi.
Menurut penelitian yang didanai oleh The National Institute for Health Research (NIHR) Maudsley Biomedical Research Centre (BRC) itu, sebelum pandemi orang yang kesepian melaporkan rata-rata dua gejala depresi setidaknya selama beberapa hari dalam dua pekan.
Selama lockdown, mereka melaporkan peningkatan frekuensi gejala depresi. Mereka mengaku mengalami gejala depresi setidaknya selama beberapa hari dalam jangka waktu yang sama. Sementara pada mereka yang tidak kesepian, tingkat gejala depresi tidak terpengaruh.
Temuan Lain
Zunera Khan, Research Portfolio Lead, Institute of Psychiatry, Psychology & Neuroscience di King's College London menuturkan dia rekannya juga telah menemukan hubungan antara kesepian dan penurunan latihan fisik serta gejala kesehatan mental yang memburuk.
"Platform PROTECT kami pada akhirnya bertujuan untuk menemukan cara baru untuk melibatkan orang-orang di rumahnya secara aktif," tutur Khan.
Platform PROTECT
PROTECT dimulai pada 2011 lalu dan memiliki 25.000 peserta. Dirancang untuk memahami faktor-faktor yang terlibat dalam penuaan yang sehat, studi inovatif ini menggabungkan kuesioner gaya hidup terperinci dengan tes kognitif yang menilai aspek fungsi otak termasuk memori, penilaian, dan penalaran dari waktu ke waktu.
Pada bulan Mei, para peneliti membuat kuesioner baru yang dirancang untuk menilai dampak Covid-19 pada kesehatan dan kesejahteraan. Berlangsung antara 13 Mei hingga 8 Juni, kuesioner tersebut diisi oleh 3.300 orang dan 1.900 di antaranya telah lebih dulu bergabung dengan PROTECT.
Sumber: Liputan6.comReporter: Mochamad Wahyu Hidayat
(mdk/idc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Mengenali apakah kondisi mental kita tidak sedang baik bisa menjadi cara untuk mencegah masalah menjadi lebih parah.
Baca SelengkapnyaSaat tinggal sendiri dan merantau jauh dari orangtua, mahasiswa perlu melakukan persiapan mental.
Baca SelengkapnyaSelada memiliki manfaat yang luar biasa untuk kesehatan. Yuk, simak fakta lengkap tentang manfaat selada sekaligus tips mengkonsumsinya!
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Beberapa masalah kesehatan mental kerap tidak disadari sebelumnya sehingga kerap disangka muncul secara tiba-tiba.
Baca SelengkapnyaMental health adalah hal penting yang perlu diperhatikan selain kesehatan fisik.
Baca SelengkapnyaMemaafkan tidak mudah, namun dapat menyejahterakan mental.
Baca SelengkapnyaDi balik rasa manis yang menggugah selera, tersembunyi dampak yang jauh lebih pahit bagi kesehatan mental kita.
Baca SelengkapnyaBanyak orang mengalami sakit atau motivasi yang menurun usai liburan. Kondisi ini bisa terjadi akibat faktor psikologis yang terjadi.
Baca SelengkapnyaTinggal sendirian memiliki kecenderungan lebih besar untuk mengalami depresi.
Baca Selengkapnya