Merdeka.com - Boleh dibilang Indonesia merupakan negara yang menjaga warisan budaya. Di era kemajuan teknologi saat ini, pengarsipan melalui digital betul-betul dimanfaatkan negeri ini. Bahkan, Indonesia ditasbihkan sebagai salah satu negara terbaik yang memiliki pengarsipan digital. Hal itu berdasarkan dari sebuah survei yang dilakukan oleh Economist Intelligence Unit.

"Indonesia dianggap sebagai salah satu pemimpin terkait pengarsipan digital," ujar Head of Policy and Government Relations Google Indonesia, Shinto Nugroho di Museum Gajah, Jakarta, Kamis (27/10).

Pengarsipan digital yang baik, tentu saja membantu Indonesia untuk memudahkan mengenalkan warisan leluhur bagi generasi millennial. Maklum, Indonesia memiliki jumlah generasi millennial sekitar 50 persen dari total penduduk. Meski begitu, tak mudah mengarsip digital secara detail. Misalnya saja batik.

Tak dimungkiri batik merupakan asset bagi negeri ini. Ribuan koleksi batik khas tanah air tercipta. Warisan leluhur ini sudah barang tentu tak ingin 'berdebu' begitu saja. Setiap goresan tinta memiliki makna kearifan lokal dalam sebuah batik.

Goresan tinta dan pola yang terbentuk di dalam sebuah batik tanpa disadari membentuk juga goresan lain sehingga ada pola-pola kecil yang cenderung tak terlihat mata. Persoalan detail ini yang terkadang luput dari penglihatan dan memakan waktu lama jika akan dilakukan dokumentasi, terutama terhadap batik-batik yang memiliki usia tua.

"Satu gambar batik bisa butuh waktu beberapa hari, apalagi yang usianya tua," jelasnya.

Atas nama kelestarian batik, Google Indonesia pun bekerjasama dengan Yayasan Batik Indonesia menginisiasi untuk membawa lebih dari 1.000 koleksi batik dan tekstil bersejarah ke ruang digital melalui teknologi kamera resolusi Gigapixel, Art Camera. Kamera ini bisa menangkap goresan batik Indonesia dengan sangat detail.

"Art Camera ini unik. Apalagi bicara batik yang usianya lama. Dengan kamera ini bisa perbesar gambar lebih detail. Ini bisa membantu para ahli di Indonesia juga untuk meneliti soal batik," tuturnya.

Teknologi yang dibawa Google melalui Art Camera ini pun dijajal kecanggihannya. Dalam uji coba tersebut, detail pola batik sangat terlihat jelas tanpa ada blur secuil pun. Kamera dengan resolusi Gigapixel benar-benar bekerja dengan sempurna hingga mampu melihat pola-pola tersembunyi kasat mata. Saking detailnya itu, ukuran dari gambar yang didokumentasikan bisa mencapai Gigabyte.

"Ada 20 Art Camera Google dan tersebar di seluruh dunia, termasuk saat ini ada di Indonesia. Kami senang bisa memperkenalkan teknologi ini," kata Dennis Dizon, Program Manager, Google Cultural Institute.

Dennis mengatakan, teknologi Art Camera ini memang sengaja diciptakan untuk melihat detail dari sebuah benda. Pengembangannya pun membutuhkan waktu kurang lebih 2 hingga 3 tahun. Kerja sama dalam tema Google Arts & Culture ini akan dilakukan tak hanya untuk batik semata. Namun benda-benda budaya lain juga akan didokumentasikan, seperti di Candi Borobudur.

Total ada sekitar 7 museum yang akan dilibatkan di antaranya Museum Tekstil dan Museum Seni Rupa & Keramik, Galeri Batik, Monumen Nasional (MONAS), Museum Purbakala Sangiran, Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan and Ratu Boko, Yayasan Biennale Yogyakarta, dan Agung Rai Museum of Art (ARMA).

"Pengembangan teknologi semacam ini bukan hanya membantu mengenalkan budaya kita ke dunia, tapi juga melestarikannya dalam digital. Warisan budaya kini menjadi lebih mudah diakses dengan adanya internet," ungkap Direktur Pelestarian Cagar Budaya Permuseuman Dirjen Kemendikbud, Harry Widianto.