Merdeka.com - Memasuki hari ketiga, ajang Internet Governance Forum (IGF) menyoroti maraknya layanan over the top (OTT), yaitu aplikasi berbasis internet yang berjalan di atas jaringan operator.

Operator telekomunikasi tengah menghadapi dilema seiring dengan makin berkembangnya OTT, karena di satu sisi jaringannya akan terbebani, tapi di sisi lain, tuntutan pelanggan begitu tinggi terhadap penerapan OTT.

Yang Jiang, dari sebuah operator telekomunikasi di China, mengungkapkan terdapat tiga skenario dari operator telekomunikasi dalam menghadapi fenomena OTT.

“Pertama, untuk menghadapi berkembangnya OTT, operator telekomunikasi akan menurunkan tariff pesan singkat (SMS), telepon, dan trafik data untuk menjaga loyalitas pelanggan tradisional layanan telekomunikasi,” ungkapnya dalam sebuah workshop di ajang IGF, Kamis (24/10).

Skenario kedua adalah operator telekomunikasi menjalin kerja sama dengan penyedia OTT dalam penyelenggaraan value added service (VAS) untuk meningkatkan trafik data sebagai upaya mempertahankan pelanggannya sendiri dan menarik pengguna OTT menjadi pelanggannya.

Operator, tambah Jiang, juga bisa meluncurkan OTT mereka sendiri sebagai skenario ketiga guna mengoptimalkan jaringannya sendiri dengan konten yang dibuat sendiri.

Menurutnya, dampak bagi operator dari berkembangnya OTT adalah penurunan kualitas sinyal, perubahan struktur tarif, dan risiko keamanan terhadap jaringan operator.

“Untuk mengurangi konsumsi bandwidth jaringan oleh OTT, maka harus ada sinergi antara OS smartphone, jaringan mobile (2G/3G/4G), penyedia perangkat telco, dan pengembang aplikasi,” ujarnya.

Pendapatan operator, tambahnya, juga akan bertambah seiring dengan booming layanan OTT dan layanan internet lainnya. Sebagai gambaran, pengguna smartphone di China adalah 538 juta orang, pengguna internet lewat ponsel 78,5%, PC 69,5%, dan laptop 46,9%.