Agar tidak terjadi monopoli, Komisi I DPR awasi merger XL-Axis
Merdeka.com - Ternyata, upaya merger dua operator besar di Indonesia yaitu XL Axiata dan PT Axis Telekom memantik perhatian banyak pihak sampai dengan Komisi I DPR.
Dalam hal ini, pihak Komisi I DPR akan mengawasi proses merger dua perusahaan tersebut agar tidak timbul monopoli sehingga proses merger tersebut harus sesuai dengan aturan yang berlaku.
Anggota Komisi I DPR RI Chandra Tirta Wijaya mengatakan XL merupakan pemain telekomunikasi yang perlu diawasi dan dibatasi terkait aksi korporasi berupa merger tersebut supaya tidak timbul monopoli.
"Seharusnya frekuensi dikembalikan ke negara untuk dilakukan lelang frekuensi tersebut. Kalau ada perusahaan yang tidak mampu, terlebih dahulu dikembalikan ke negara, baru setelah itu dilakukan kontes atau lelang," kata Chandra, seperti dikutip dari Antara (17/12).
Chandra mengungkapkan salah satu persoalan penting yang mengganjal proses merger XL-Axis itu adalah persoalan frekuensi. Oleh karena itu, dirinya juga mempertanyakan transparansi pengambilan keputusan Kementerian Komunikasi dan Informatika yang tiba-tiba menyetujui merger itu meskipun Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bertolak belakang sikapnya dengan Kemenkominfo.
Menurut Chandra, seharusnya frekuensi itu tidak bisa langsung berpindah melalui merger tetapi harus dikembalikan dulu ke negara. "Baru setelah itu dilakukan lelang atau tender," ujarnya.
Mantan Ketua Majelis KPPU, Bambang Purnomo Adiwiyoto, mengatakan, ada persoalan yang masih mengganjal dalam aksi korporasi tersebut, di antaranya prosedur hukum khusus akuisisi perusahaan telekomunikasi masih belum ada, lantaran di dalamnya adanya pengalihan spektrum frekuensi.
Berdasarkan PP No 53 Pasal 25 ayat 1, izin frekuensi tak bisa dipindahtangankan. Namun dalam PP No 53 Pasal 25 ayat 2 disebutkan pemindahtanganan frekuensi dibolehkan atas izin menteri. Oleh karena itu, seharusnya frekuensi Axis terlebih dahulu dikembalikan ke pemerintah sebagai pemilik frekuensi.
(mdk/das)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Koperasi Bermasalah Tak Tertangani, Menkop Teten Tagih Janji DPR Bahas Rancangan Undang-Undang Koperasi
Operasional dan ekosistem kelembagaan koperasi sudah lama tidak dibenahi, meskipun koperasi dianggap sebagai pilar perekonomian nasional.
Baca SelengkapnyaKomisi III DPR Minta Kejagung Tak Tutup Ada Tersangka Lain di Korupsi Kereta Besitang-Langsa
Modusnya, para pelaku melakukan korupsi dengan sengaja memecah proyek
Baca SelengkapnyaDalam RUU DKJ Dewan Aglomerasi Dipimpin Wapres, Ini Kata JK
Penyusunan ini sebelumnya dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
DPR Apresiasi Langkah Kejagung Masukkan Kerugian Ekonomi Negara dalam Kasus Korupsi
Penghitungan kerugian ekonomi negara bisa menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara korupsi.
Baca SelengkapnyaCegah Dualisme Kekuasaan, Kewenangan Wapres Sebagai Dewan Kawasan Aglomerasi Diminta DPD Dikaji Ulang
DPD tidak ingin terjadi dualisme kekuasaan antara presiden dan wakil presiden yang dapat berpotensi menimbulkan pecah kongsi antara keduanya.
Baca SelengkapnyaRapat di DPR, Mendagri Tito: Sudah Mulai Banyak Pelintiran soal Masalah Aglomerasi
Proses pembahasan Jakarta akan menjadi wilayah aglomerasi sudah dibahas dengan melibatkan sejumlah pakar sejak April 2022
Baca SelengkapnyaMengenal Tugas KPU dan Wewenangnya, Perlu Diketahui
Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga negara yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pemilihan umum di Indonesia.
Baca SelengkapnyaAnggota DPR Sebut Skema Power Wheeling Jadi Opsi Hadirkan Industri Efisien
Penerapan skema tersebut membutuhkan regulasi yang tidak tumpang tindih serta menguntungkan semua pihak, termasuk PLN.
Baca SelengkapnyaDPR dan Pemerintah Sepakat Rumusan Baru Dewan Kawasan Aglomerasi Ditunjuk Presiden Melalui Keppres
"Jadi ditunjuk lewat keputusan presiden. Jadi artinya dia mau kasih ke wapresnya, mau kasih ke siapa, problem ketatanegaraan kita menjadi selesai."
Baca Selengkapnya