KPK Setor Uang Rampasan dari Kasus Suap Wahyu Setiawan ke Kas Negara
Wahyu merupakan terpidana kasus suap pengurusan pergantian antar waktu (PAW) Anggota DPR RI periode 2019-2024.
Wahyu Setiawan diketahui sudah bebas pada 6 Oktober 2023 dari Lapas Kedungpane, Semarang.
Baca SelengkapnyaWahyu merupakan terpidana kasus suap pengurusan pergantian antar waktu (PAW) Anggota DPR RI periode 2019-2024.
Jaksa eksekutor pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjebloskan mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kedungpane, Semarang, Jawa Tengah.
Dengan penyerahan memori kasasi, tim penuntut umum KPK berharap Majelis Hakim MA mengabulkan permohonan KPK. Terutama berkaitan dengan pencabutan hak politik Wahyu.
Ali mengatakan, tim penuntut umum tak puas dengan putusan banding perkara ini. Dalam putusan banding, Majelis Hakim PT DKI tetap mengesampingkan tuntutan terkait pencabutan hak politik terhadap Wahyu Setiawan.
Adapun, Majelis hakim yang memutus permohonan banding tersebut adalah Muhammad Yusuf sebagai hakim ketua majelis serta Sri Andini, Haryono, Jeldi Ramadhan, dan Lafat Akbar selaku hakim anggota.
Keputusan hakim ini diketahui senada dengan sanggahan jaksa penuntut umum KPK, pada sidang sebelumnya.
Wahyu juga dinilai terbukti menerima suap Rp 500 juta dari Dominggus, untuk memuluskan proses seleksi KPUD Papua Barat.
Sebagai informasi, Agustiani Tio adalah seorang kader PDI Perjuangan. Menurut vonis hakim, Agustiani Tio bertindak sebagai perantara dari kasus uang suap yang diterima Wahyu.
Selain hukuman bui, hakim juga menjatuhkan hukuman pidana denda sebesar Rp150 juta kepada Wahyu dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan.
"Putusan hakim hari ini, siang. Harapannya putusan hakim mengakomodasi tuntutan kami," tulis Jaksa KPK Takdir Suhan mengonfirmasi, Senin (24/8).
Jaksa KPK menolak pengajuan Justice Collaborator (JC) terdakwa Wahyu Setiawan dalam kasus suap pergantian antarwaktu anggota DPR. Alasan Jaksa KPK menolak lantaran menilai Wahyu Setiawan sebagai pelaku utama perkara suap dilakukan mantan politisi PDIP Harun Masiku itu.
Selain pidana penjara dan denda, Jaksa KPK juga menuntut Wahyu dengan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih sebagai pejabat publik selama 4 tahun setelah selesai menjalani pidana.
Tony mengatakan, pernyataan soal Wahyu setiawan akan membongkar kecurangan Pemilu, baik Pilpres maupun Pilkada bukan pernyataan resmi dari kliennya. Melainkan pernyataan Saiful secara pribadi.
Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) nomor 4 tahun 2011 menyebut sejumlah syarat untuk mendapat status JC, di antaranya mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut, mengungkap pelaku-pelaku lainnya yang memiliki peran lebih besar.
"Pak Wahyu pun telah sanggup untuk menjadi Justice Collaborator dan dia bersedia membuka semua hal terkait atas keterlibatan siapapun. Baik terhadap korupsi terhadap Harun Masiku maupun hal-hal lain," ujarnya.
Dalam BAP yang dibacakan Jaksa Ronald Worotikan, Wahyu menyatakan ada dana operasional tak terbatas agar Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI Fraksi PDIP periode 2019-2024 melalui metode pergantian antar-waktu (PAW).
"Kondisi ini tentu membuat kita khawatir soal kualitas demokrasi kita saat ini, jangan-jangan Pemilu yang selama ini dikatakan demokratis justru dikooptasi untuk kepentingan elit partai dan oligarki," jelas Alvin saat dihubungi merdeka.com, Jumat (29/5).