Lihat Siswanya Berjemur Demi Ujian Daring, Curhatan Kepala Sekolah Ini Bikin Pilu
Merdeka.com - Menjalankan proses belajar mengajar di tengah pandemi seperti sekarang ini memang penuh dengan tantangan. Baik siswa maupun guru dituntut untuk beradaptasi dengan kondisi yang tidak mudah. Apalagi bagi mereka yang berasal dari sekolah di daerah terpencil yang minim fasilitas.
Barang kali itulah yang dirasakan oleh Indriati. Kepala Sekolah SMA Filial di Desa Tani Baru, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara ini bercerita tentang kesulitan siswanya dalam mengikuti pembelajaran daring yang membuatnya prihatin.
Indirati tak pernah menyangka, Ia melihat siswanya terduduk di ujung dermaga saat matahari sedang terik-teriknya demi untuk mengikuti ujian daring. Mirisnya, Ia harus rela berdampingan dengan ikan asin yang berjajar rapi dijemur dan mengeluarkan bau tak sedap. Untuk mengurangi teriknya sengatan matahari, sebuah sarung dililitkan di kepalanya.
“Namanya Sulfiani, kelas 12 SMA Filial yang menginduk ke SMA Negeri 1 Anggana. Dia sedang mengikuti UTS,” kata Indriati pada Selasa (13/10) dilansir dari Liputan6.com.
Daerah ini memang termasuk kawasan terisolir di Kalimantan Timur. Berada di kawasan Delta Mahakam, Desa Tani Baru tak memiliki akses darat, bahkan tidak ada daratan. Berikut kisah selengkapnya.
Prihatin Lihat Kondisi Siswa
Indriati kemudian mencoba mendekati siswa itu sambil memotret diam-diam agar tak mengganggu konsentrasi siswanya yang sedang mengikuti ujian. Ia merasa sangat prihatin lihat kondisi siswanya. Apalagi sebenarnya di lokasi siswi berjemur itu ada pos untuk berteduh.
“Di dekatnya ada pos penjualan udang, tapi isinya laki-laki semua. Terpaksa harus rela berjemur,” sebutnya.
Di desa yang terpencil dan terisolir ini, memang hanya ada beberapa titik yang sinyalnya lumayan bagus, dan itu biasanya tempat favorit siswa berburu jaringan.
Guru juga Alami Kesulitan
liputan6.com ©2020 Merdeka.com
Kondisi sulitnya akses telekomunikasi seluler ini tak hanya dirasakan siswa, namun juga oleh guru. Tak heran jika hampir setiap hari, pemandangan guru dan murid pencari sinyal seluler sering terlihat.“Itulah realitas di desa kami, tapi semuanya bersemangat melawan keterbatasan yang ada,” kata Indriati.Biasanya, di beberapa titik dengan sinyal telekomunikasi yang baik, para guru maupun siswa akan mengambil posisi masing-masing.“Jadi ada kelompok guru di satu titik, ada kelompok siswa yang tersebar di titik lain,” sebutnya.
Berharap Desanya Tak Lagi Terisolir
Jika di kota, dengan akses telekomunikasi yang lancar, pembelajaran daring berjalan maksimal. Namun berbeda dengan kondisi di sini.“Kami hanya mengikuti perintah yang sebenarnya buat kebaikan bersama. Sebisa mungkin, dengan segala perjuangan, kita tetap mendidik anak didik kita,” ujarnya dengan nada parau.Ia berharap pandemi ini segera berakhir. Tapi jauh di lubuk hatinya paling dalam, Ia berharap desanya tak lagi terisolir.“Paling tidak, ada sinyal seluler yang baik dan lancar agar anak didik saya tidak seperti itu,” ucapnya.
(mdk/far)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Para pemilik burung rela jauh-jauh mengirim hewan peliharaannya demi bisa sekolah di sini
Baca SelengkapnyaSebagian wilayah Indonesia belakangan ini dilanda hujan lebat hingga menyebabkan terjadinya banjir.
Baca SelengkapnyaMeski kerap di-bully oleh temannya karena tak mau bolos sekolah, pria ini ungkap alasannya.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Polisi ungkap detik-detik peristiwa tewasnya eks calon siswa Bintara Iwan oleh anggota TNI AL Serda Adan.
Baca SelengkapnyaKorban sempat cekcok dengan istrinya hingga sang istri meninggalkannya.
Baca SelengkapnyaSejak lulus sekolah, ia memang tidak mau bekerja menjadi seorang karyawan. Ia kini berhasil menekuni profesi berdagang dengan hasil jutaan rupiah dalam sehari.
Baca SelengkapnyaKesetiaan sang istri mendampingi pria ini tak luput dari sorotan warganet.
Baca SelengkapnyaSempat kerja di Bandara Soekarno-Hatta selama dua tahun, Opi memutuskan buat banting setir berjualan bakso ikan dengan gerobak.
Baca SelengkapnyaLantaran upaya diversi yang dilakukan pihak Kepolisian tidak menemui kesepakatan antara korban dengan 8 anak berhadapan hukum (ABH).
Baca Selengkapnya