Waspada! Deodoran yang Anda Gunakan Bisa Menyebabkan Sakit, Lelah, Bahkan Impoten
Penggunaan deodoran serta produk pewangi lainnya bisa menimbulkan dampak pada tubuh yang tidak boleh dikesampingkan.
Penggunaan produk perawatan tubuh beraroma wangi telah menjadi bagian dari rutinitas sehari-hari bagi banyak orang. Mulai dari sampo, sabun, hingga deodoran, hampir semua produk ini mengandung wewangian sintetis. Namun, tahukah Anda bahwa produk-produk ini mungkin berisiko bagi kesehatan? Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bahan kimia yang terkandung dalam produk beraroma dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan yang serius.
Dilansir dari Mens Health, Anne Steinemann, Ph.D., seorang profesor teknik sipil di University of Melbourne, Australia, yang telah meneliti dampak jangka panjang dari produk beraroma, menyatakan bahwa paparan terhadap produk tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan, seperti "kesulitan bernapas, serangan asma, migrain, pusing, ruam, hidung tersumbat, kejang, dan mual."
-
Kenapa deodorant bisa bahaya untuk kesehatan? Banyak orang tidak menyadari bahwa bahan kimia tertentu dalam deodorant bisa berdampak buruk bagi kesehatan.
-
Apa saja bahaya deodorant? Berikut ini merdeka.com merangkum informasi tentang 6 bahaya deodorant yang harus diwaspadai.
-
Siapa yang berisiko terkena bahaya deodorant? Ibu hamil disarankan untuk berhati-hati dalam memilih produk yang digunakan, termasuk deodorant, untuk meminimalkan risiko paparan bahan kimia berbahaya pada janin.
-
Apa yang harus diperhatikan dalam memilih deodoran? Tapi, apapun jenis deodoran yang dipilih, upayakan untuk mencari yang bebas aluminium dan bahan kimia berbahaya lainnya, ya.
-
Bagaimana cara memilih deodoran yang tepat? Sebelum memutuskan pembelian, penting untuk memahami berbagai bentuk dan jenisnya, serta menyesuaikannya dengan kebutuhan Anda.
-
Kenapa deodoran bisa menyebabkan ketiak hitam? Ketiak yang menghitam seringkali disebabkan oleh alkohol dan paraben dalam deodoran. Alkohol dapat menyebabkan kulit ketiak menjadi kering, sementara paraben dapat menyebabkan iritasi.
Bahkan, dalam sebuah penelitian pada tahun 2020, Steinemann menemukan bahwa 12% orang melaporkan mengalami migrain dan 7% lainnya mengalami serangan asma setelah terpapar produk beraroma seperti penyegar udara dan deterjen.
Selain itu, penelitian lain juga mengungkapkan bahwa bahan kimia dalam produk beraroma dapat memengaruhi sistem reproduksi. Heather Patisaul, Ph.D., seorang profesor ilmu biologi di North Carolina State University, mengungkapkan bahwa "senyawa ini telah dikaitkan dengan kelainan perkembangan sistem reproduksi pria dan diduga memiliki efek pada perkembangan saraf."
Salah satu bahan kimia yang banyak ditemukan dalam produk beraroma adalah ftalat, yang diketahui dapat menghambat aktivitas testosteron. Kekurangan testosteron dapat menyebabkan penurunan energi, disfungsi ereksi, dan masalah dalam membangun atau mempertahankan otot.
Yang lebih mengkhawatirkan adalah adanya bahan kimia lain yang mungkin berbahaya. Styrene, misalnya, adalah salah satu bahan kimia yang ditemukan dalam berbagai produk konsumen beraroma. Menurut laporan dari U.S. National Toxicology Program (NTP) pada tahun 2014, ditemukan "bukti kuat" bahwa styrene dapat menyebabkan kanker pada manusia. Penelitian pada hewan juga menunjukkan bahwa styrene dapat menyebabkan kanker paru-paru, payudara, perut, dan hati.
Sayangnya, sebagian besar produk yang dijual bebas, seperti di apotek atau supermarket, belum tentu diuji secara menyeluruh untuk memastikan keamanannya. Menurut Robin Dodson, Sc.D., seorang peneliti di Silent Spring Institute, “FDA dan EPA tidak menguji produk ini untuk memastikan keamanannya.”
Lebih parah lagi, banyak perusahaan tidak diwajibkan untuk mengungkapkan semua bahan yang mereka gunakan. Undang-Undang Pengemasan dan Pelabelan yang berlaku di AS memungkinkan perusahaan untuk menyembunyikan beberapa bahan dengan alasan rahasia dagang.
Dengan demikian, daftar bahan kimia pada label produk mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan apa yang sebenarnya terkandung di dalamnya. Dodson menjelaskan, “Ribuan bahan kimia dapat digambarkan di bawah istilah generik 'fragrance', tetapi kita tidak tahu bahan apa saja yang termasuk di dalamnya.”
Jadi, apa yang bisa dilakukan untuk melindungi diri? Menghindari produk beraroma adalah langkah pertama yang direkomendasikan oleh para ahli. “Membeli produk yang tidak beraroma adalah langkah efektif untuk mengurangi paparan bahan kimia,” kata Patisaul.
Selain itu, pilihlah produk yang berlabel "fragrance free" daripada "unscented", karena istilah "unscented" masih mungkin mengandung bahan kimia tambahan yang digunakan untuk menutupi bau asli produk. Transparansi dalam pelabelan produk juga menjadi kunci dalam memilih produk yang aman.
Terakhir, Patisaul menegaskan pentingnya mendorong perubahan regulasi untuk melindungi konsumen. “Masalah utama adalah bahwa FDA tidak memiliki kewenangan untuk mewajibkan produsen menguji produk perawatan pribadi untuk keselamatan,” katanya. Hingga ada regulasi yang lebih ketat, konsumen harus lebih waspada dan cerdas dalam memilih produk sehari-hari.
Dengan meningkatnya kesadaran tentang bahan kimia yang berbahaya dalam produk beraroma, saatnya kita lebih peduli terhadap kesehatan kita dan mulai beralih ke produk yang lebih aman dan transparan dalam pengungkapannya.