Bukan Kehamilan Biasa, Kehamilan Ektopik Bisa Sebabkan Kematian Ibu
Kehamilan ektopik adalah kondisi berbahaya saat janin berkembang di luar rahim dan dapat mengancam nyawa jika tidak ditangani.

Kehamilan sering kali menjadi momen paling membahagiakan bagi seorang perempuan. Namun, tidak semua kehamilan berlangsung sebagaimana mestinya. Di balik kabar bahagia tentang hadirnya calon buah hati, ada pula kehamilan yang justru mengancam nyawa sang ibu. Salah satunya adalah kehamilan ektopik — kondisi medis yang jarang terjadi namun sangat berbahaya, bahkan dapat menyebabkan kematian jika tidak segera ditangani.
Kehamilan ektopik terjadi ketika sel telur yang telah dibuahi tidak menempel di rahim sebagaimana mestinya, melainkan berkembang di luar rahim, terutama di saluran tuba falopi. Akibatnya, kehamilan ini tidak dapat dipertahankan dan bisa menyebabkan komplikasi serius. Menurut para ahli, kehamilan ektopik adalah kondisi darurat medis yang memerlukan deteksi dini serta intervensi medis sesegera mungkin.
“Hanya rahim yang mampu mendukung perkembangan embrio. Saluran tuba, ovarium, atau lokasi ektopik lainnya tidak memiliki struktur dan ruang yang cukup untuk mendukung pertumbuhan janin,” ujar Dr. Sarada Vani N, konsultan senior obstetri dan ginekologi di Yashoda Hospitals, Hyderabad. Ia menegaskan bahwa jika dibiarkan tanpa diagnosis dan pengobatan, kehamilan ektopik dapat menyebabkan pecahnya tuba falopi, pendarahan internal, dan kematian ibu.
Apa Itu Kehamilan Ektopik dan Mengapa Begitu Berbahaya?
Dalam kehamilan normal, sel telur yang telah dibuahi bergerak melalui tuba falopi menuju rahim, tempat ia akan menempel dan berkembang menjadi janin. Namun, dalam kasus kehamilan ektopik, embrio justru menempel di luar rongga rahim, dan paling sering terjadi di tuba falopi. Selain tuba falopi, lokasi lain yang lebih jarang termasuk ovarium, leher rahim (serviks), atau bahkan rongga perut.
Sayangnya, kehamilan jenis ini tidak bisa dilanjutkan. Struktur tempat embrio menempel tidak dirancang untuk menopang pertumbuhan janin. Oleh karena itu, jika tidak segera diakhiri, kehamilan ini akan menyebabkan komplikasi serius, seperti pecahnya tuba falopi dan pendarahan hebat yang dapat mengancam nyawa ibu.
“Kehamilan ektopik tidak dapat menghasilkan kelahiran bayi hidup. Lanjutkan kehamilan seperti ini sangat berisiko bagi ibu, dan satu-satunya solusi adalah intervensi medis atau bedah untuk mengakhirinya,” tambah Dr. Sarada.
Kondisi ini tergolong langka, namun tetap perlu menjadi perhatian karena dapat berkembang sangat cepat menjadi situasi gawat darurat medis. Tanpa penanganan tepat waktu, waktu bisa menjadi musuh utama bagi keselamatan ibu.
Penyebab, Faktor Risiko, dan Gejala yang Harus Diwaspadai

Kehamilan ektopik bisa terjadi karena berbagai faktor yang menyebabkan gangguan pada jalur pergerakan sel telur menuju rahim. Beberapa penyebab utama menurut para ahli meliputi:
- Infeksi saluran reproduksi seperti Penyakit Radang Panggul (Pelvic Inflammatory Disease/PID)
- Jaringan parut akibat operasi sebelumnya di area panggul atau abdomen
- Abnormalitas struktur tuba falopi
Selain itu, ada beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan seorang perempuan mengalami kehamilan ektopik, di antaranya:
- Usia di atas 35 tahun
- Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
- Pernah menjalani operasi panggul atau perut
- Perokok aktif
- Menggunakan alat kontrasepsi intrauterin (IUD) saat pembuahan terjadi
- Menderita endometriosis
- Menjalani pengobatan kesuburan
- Memiliki infeksi menular seksual (IMS)
Yang menjadi tantangan adalah, gejala awal kehamilan ektopik sering kali menyerupai kehamilan normal, seperti mual, payudara terasa nyeri, dan terlambat haid. Namun, seiring berkembangnya kehamilan, gejala-gejala yang lebih serius mulai muncul, seperti:
- Nyeri tajam atau menusuk di perut atau panggul, bisa menjalar ke bahu atau leher
- Perdarahan vagina ringan atau berat
- Nyeri saat buang air kecil atau saat buang air besar
- Pusing hebat, lemas, atau bahkan pingsan, yang bisa menjadi tanda pendarahan dalam
Gejala-gejala tersebut, terutama jika muncul dalam 4–12 minggu kehamilan, harus segera ditindaklanjuti. “Diagnosis yang terlambat bisa berakibat fatal, sehingga kewaspadaan terhadap tanda-tanda ini sangat penting,” tegas Dr. Sarada.
Diagnosis dan Penanganan yang Menentukan Nyawa

Menentukan apakah seorang perempuan mengalami kehamilan ektopik memerlukan serangkaian tes medis. Proses diagnosis umumnya melibatkan:
- Pemeriksaan panggul untuk mendeteksi adanya nyeri, massa abnormal, atau pembesaran
- Ultrasonografi transvaginal untuk mengetahui lokasi embrio
- Tes darah hCG (human chorionic gonadotropin) untuk memantau kadar hormon kehamilan yang biasanya rendah atau tidak meningkat sebagaimana mestinya dalam kehamilan ektopik
- Tes urin untuk memastikan kehamilan
Setelah diagnosis ditegakkan, penanganan segera menjadi langkah penyelamat. Ada dua jenis penanganan utama:
- Pengobatan dengan Metotreksat
Obat ini diberikan pada kehamilan ektopik yang terdeteksi dini dan belum pecah. Metotreksat berfungsi menghentikan pertumbuhan sel dan melarutkan jaringan kehamilan, sehingga tubuh akan menyerapnya secara alami.
- Tindakan Bedah
Bila kehamilan ektopik telah menyebabkan pecahnya tuba atau kehamilan terlalu besar, maka tindakan bedah menjadi satu-satunya jalan. Umumnya dilakukan melalui laparoskopi untuk mengangkat jaringan kehamilan dan bagian tuba yang rusak. Dalam kondisi darurat, operasi terbuka (laparotomi) mungkin diperlukan.
Tindakan medis ini bersifat penyelamatan jiwa, dan sangat bergantung pada ketepatan waktu dalam mendiagnosis dan menanganinya.
Membangun Kesadaran dan Harapan di Tengah Risiko
Walau kehamilan ektopik merupakan kondisi yang berisiko tinggi, bukan berarti perempuan tidak bisa hamil kembali setelah mengalaminya. Banyak kasus menunjukkan bahwa perempuan bisa memiliki kehamilan sehat di kemudian hari, terutama jika diagnosis dan penanganan dilakukan dengan benar dan cepat.
Yang terpenting adalah membangun kesadaran publik akan keberadaan kehamilan ektopik dan gejala-gejalanya. Dengan edukasi yang tepat, perempuan dapat memahami tubuhnya, mengenali tanda bahaya sejak dini, dan segera mencari pertolongan medis saat diperlukan.
“Kita perlu menyebarkan informasi yang benar agar perempuan tidak merasa sendiri atau takut menghadapi kondisi ini. Penanganan yang tepat bisa menyelamatkan nyawa dan masa depan mereka,” tutup Dr. Sarada.
Jangan Abaikan Tanda-Tandanya
Kehamilan adalah anugerah, tetapi juga bisa membawa risiko yang mengancam jika terjadi kelainan seperti kehamilan ektopik. Penting bagi setiap perempuan, terutama yang sedang merencanakan kehamilan atau berada di usia subur, untuk memahami kondisi ini. Deteksi dini, pemeriksaan medis berkala, dan kewaspadaan terhadap perubahan tubuh merupakan kunci utama untuk menghindari komplikasi fatal.
Kehamilan ektopik bukan sekadar kehamilan biasa. Ini adalah keadaan darurat medis yang perlu diperlakukan dengan serius. Semakin cepat dikenali, semakin besar kemungkinan nyawa sang ibu bisa diselamatkan.