Soal ambang batas capres, Demokrat tegaskan MK tak boleh buat norma baru
Merdeka.com - Ketua DPP Partai Demokrat Didik Mukrianto mengatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) tidak bisa membuat aturan baru jika aturan presidential threshold (PT) sebesar 20 persen pada pelaksanaan Pemilu serentak 2019 disetujui. Hal ini, karena MK hanya diberikan kewenangan untuk menentukan suatu UU melanggar konstitusi atau tidak melalui uji materi.
"MK tidak pada posisi mengeluarkan norma baru. Jadi MK itu hanya memutuskan bahwa pasal UU bertentangan dengan UUD, titik," kata Didik saat berbincang dengan merdeka.com, Jumat (3/11).
Didik mencontohkan, dalam uji materi soal ambang batas pencalonan presiden 20 persen di UU Pemilu, MK hanya bertugas menerima atau menolak gugatan.
"Tidak boleh ada norma baru, karena baru itu nanti setelah MK memutuskan bahwa setelah pasal Presidential Threshold (PT) ini yang diajukan Judicial Review terkait dengan 20 persen ini MK menyatakan bisa menerima atau menolak," ujarnya.
Sejak awal pembahasan, Demokrat menolak penerapan ambang batas pencalonan presiden 20 persen karena hasil Pemilihan Legislatif 2014 dipakai untuk pelaksanaan Pemilu 2019.
"Karena standing UU-nya adalah dengan penentuan PT 20 persen itu sudah diatur dalam UU akan didasarkan pada hasil Pileg 2014 lalu. Meskipun, dari Demokrat kemudian tidak menyetujui PT 20 persen karena landasan kontitusionalnya menurut kami tidak tepat mendasarkan pada hasil Pileg 2014," tukasnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai harus membuat aturan baru bila menyetujui aturan presidential threshold (PT) sebesar 20 persen pada pelaksanaan Pemilu serentak 2019 nanti. Direktur Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional, Alfan Alfian menilai, aturan baru itu sebagai konsekuensi.
"Apabila MK menyetujui aturan soal presidential threshold maka tampaknya harus ada pasal lain yang harus diubah, karena Pemilunya sudah tidak lagi namanya serentak, Pilpres waktunya sama dengan legislatif," kata Alfan.
"Sehingga ketika MK putuskan PT disetujui, MK harus memberikan pasal baru bahwa Pilpres dilakukan setelah Pemilu legislatif, artinya kembali kepada sistem Pemilu yang lama," tambahnya.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
VIDEO: Kejutan MK! Ambang Batas Parlemen 4 Persen Diubah untuk Pemilu 2029, Tetap Berlaku di 2024
Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian gugatan tentang ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar 4 persen.
Baca SelengkapnyaJK Usul Ambang Batas Presiden di Pemilu 2024 Tidak 20%: Dulu Saya Calon Banyak, Satu Pilihan
JK menyebut, presidential Threshold (PT) atau ambang batas seharusnya tidak 20%.
Baca SelengkapnyaJaga Suara Rakyat, Rektor UMJ Minta Putusan MK soal Penghapusan PT Diberlakukan 2024
Dengan diterapkannya parliamentary threshold sebesar 4%, berdampak kepada banyak suara rakyat tidak dipakai.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Aturan Terbaru Debat Pilpres: Capres-Cawapres Tak Boleh Bertanya Pakai Singkatan
KPU menyebut, aturan ini dikeluarkan demi menghindari polemik berkelanjutan di masyarakat.
Baca SelengkapnyaSoal Permintaan Pemakzulan Jokowi, Puan Maharani: Kita Jalankan Konstitusi Sesuai Aturan
"Kita jalankan konstitusi itu dengan aturan yang ada. Silahkan saja aspirasi disampaikan," kata Puan
Baca SelengkapnyaJokowi Minta KPU Netral di Pemilu 2024: Bertindak Sesuai Aturan Saja Dicurigai
Jokowi ingin KPU bertindak sesuai aturan pada pesta demokrasi lima tahunan.
Baca SelengkapnyaBeda Sikap dengan Jokowi soal Presiden Boleh Kampanye dan Memihak, Ma'ruf Amin Tegaskan Netral di Pemilu
Ma'ruf Amin merahasiakan pilihannya dan bakal menyoblos pada 14 Februari mendatang.
Baca SelengkapnyaTernyata Ini Alasan Jokowi Bagi-Bagi Bansos Beras Jelang Pilpres 2024
Presiden akhirnya buka suara terkait polemik pemberian bansos beras kemasan 10 kg di tahun politik.
Baca SelengkapnyaJokowi Dituding Tidak Netral, TKN Jelaskan Aturan Hukum Perbolehkan Presiden Dukung Capres
Jokowi memiliki hak individu untuk mendukung paslon manapun.
Baca Selengkapnya