Sidang Pembuktian Dokumen, Kubu AHY Sebut Bukti dari Kubu Moeldoko Tidak Nyambung
Merdeka.com - Kuasa Hukum DPP Partai Demokrat, Heru Widodo, menyebut dokumen yang dibawa Partai Demokrat kubu Moeldoko tidaklah memenuhi syarat. Sebagaimana mestinya bahwa setiap upaya menggugat Keputusan Negara harus dengan tata cara dan penyertaan dokumen yang tentunya juga harus diakui Negara.
Hal itu disampaikan Heru usai mengikuti sidang gugatan dari kubu Moeldoko kepada Menkumham RI Yasonna Laoly, terkait penolakan pemerintah terhadap hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Deliserdang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur, Kamis (15/9). Dengan agenda pembuktian dokumen.
"Hal yang paling penting untuk mendaftarkan hasil sebuah Kongres adalah Surat Keterangan dari Mahkamah Partai yang terdaftar di Kemenkumham. Sementara surat yang pihak Moeldoko sampaikan, diterbitkan oleh Mahkamah Partai yang tidak tercatat di Lembaran Negara," kata Heru dalam keterangannya.
Heru menilai langkah Kemenkumham menolak hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat Deliserdang yang memilih Moeldoko sebagai Ketua Umum sudahlah tepat. Karena itu, lanjut dia, sejak awal bahwa kegiatan KLB tersebut adalah upaya 'begal politik' yang illegal dan inkonstitusional.
"Jadi, sudah tepat Menkumham menolak mengesahkan hasil KLB Deliserdang," ujar Heru.
Ditambahkan Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat, Hinca Pandjaitan, yang turut menyaksikan langsung persidangan menyebut bukti-bukti yang diserahkan Kubu Moeldoko tidaklah nyambung dengan dasar hukum
"Seperti yang kami duga, lagi-lagi mereka tidak dapat buktikan dua hal utama. Yaitu, satu dasar hukum apa yang digunakan untuk menyelenggarakan KLB? Dua, siapa dan berapa pemilik suara sah yang hadir saat itu? Bukti yang diberikan tidak nyambung," sebutnya.
Hinca menilai bahwa hingga saat ini, proses persidangan berjalan dengan baik dan profesional. Majelis Hakim memberikan kesempatan yang sama kepada masing-masing pihak untuk menyampaikan bukti.
Sementara untuk tahapan sidang selanjutnya adalah pengajuan Bukti Tambahan dan Saksi Fakta dari Pihak Moeldoko yang di agendakan pada tanggal 23 September 2021.
Seperti diketahui pada akhir bulan Juni lalu, KSP Moeldoko dan Jhonni Alen Marbun menggugat Menkumham RI di Pengadilan TUN Jakarta dengan No. 150/G/2021/PTUN-JKT yang diketuai oleh Majelis Hakim Enrico Simanjutak, serta Hakim Anggota Budiamin Rodding dan Sudarsono.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ini Peran Anwar Usman Jika Ada Sengketa Pemilu 2024 di Mahkamah Konstitusi
Ketua MK Suhartoyo mengatakan lembaga yang dipimpinnya segera membahas kepastian keterlibatan Hakim Arsul Sani di dalam PHPU atau sengketa Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaAkademisi: Hak Angket untuk Mengawasi, Bukan Menggagalkan Hasil Pemilu
Persoalan Pemilu harus dilaporkan ke Bawaslu dan diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi.
Baca SelengkapnyaBawaslu: Pemungutan Suara Ulang Tepis Dugaan Pelanggaran Pemilu, Selanjutnya di MK
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Totok Hariyono menyatakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) bagian dari upaya mencari kebenaran.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Mahkamah Agung Selesaikan 26.903 Perkara Sepanjang Tahun 2023
Mahkamah Agung (MA) sudah memutus 26.903 perkara sepanjang tahun 2023.
Baca SelengkapnyaKPU Siapkan Tim Hukum untuk Hadapi Gugatan Sengketa Pemilu 2024 di MK
Proses pendaftaran sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) akan dilaksanakan dalam jangka waktu 3x24 jam.
Baca SelengkapnyaUsai Salaman dengan AHY, Moeldoko: Namanya Rekan Satu Kabinet
Ini kali pertama Moeldoko bertemu dan bersalaman dengan AHY, usai konflik di Partai Demokrat.
Baca SelengkapnyaSengketa Pemilu Seharusnya Dibawa ke MK, Bukan Diwacanakan ke Hak Angket
Sebaiknya MK difungsikan agar proses dari pemilu cepat selesai, legitimasi rakyat diterima dan pemerintahan bisa berjalan.
Baca SelengkapnyaMoeldoko Ungkap Alasan Absen di Pelantikan AHY Sebagai Menteri ATR
Sebagai informasi, Moeldoko pernah ingin merebut Demokrat dari tangan AHY.
Baca SelengkapnyaDemokrat: Hak Angket Pemilu 2024 Tidak Menghargai Suara Rakyat
Demokrat menilai wacana koalisi 01 dan 03 menggulirkan hak angket sama artinya dengan tak menghargai suara rakyat.
Baca Selengkapnya