Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

RUU Terorisme diketok, Polri makin garang atau abuse of power?

RUU Terorisme diketok, Polri makin garang atau abuse of power? Penjagaan Dermaga Wijayapura. ©2018 Merdeka.com/Abdul Azis Rasjid

Merdeka.com - Revisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme tak cuma menuai tarik menarik di pemerintah dan DPR. Proses revisi yang sudah berjalan sejak 2016 ini juga menjadi sorotan koalisi masyarakat sipil yang peduli akan HAM.

Undang-Undang ini dikhawatirkan membuat polisi bisa main tangkap tanpa bukti yang jelas terhadap terduga teroris. Tak menutup kemungkinan juga, karena UU ini akan semakin banyak tragedi salah tangkap oleh aparat penegak hukum.

Sekretaris Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani khawatir, definisi terorisme yang sedang dirumuskan oleh pemerintah dan DPR membuat penegak hukum abuse of power.

"Soal definisi ini menjadi penting karena Terorisme itu masih harus diturunkan dalam bentuk-bentuk tindakan yang memang memenuhi unsur-unsur pidana. Hal yang paling sederhana misalnya, memiliki relasi dalam bentuk komunikasi personal dengan teroris, apakah dikategorikan juga sebagai teroris? Atau mendukung tindakan terorisme? Masih absurd sampai di situ," kata Julius kepada merdeka.com, Kamis (17/5).

Perdebatan definisi Terorisme sempat membuat revisi UU ini mangkrak. DPR awalnya ingin memasukan unsur politik dalam definisi itu. Tapi pemerintah menolak. Hingga akhirnya, disepakati pada pertemuan pimpinan parpol pendukung pemerintah dengan Menko Polhukam Wiranto pada Senin (14/5) kemarin.

Unsur politik artinya, seorang pelaku kejahatan bisa dikategorikan sebagai terorisme jika merusak obyek vital strategis, menimbulkan ketakutan yang massif, untuk mencapai tujuan tertentu utamanya di bidang politik.

Julius juga mengkritik pelibatan TNI. Dia khawatir akan ada tumpang tindih kewenangan antara Polri dan TNI dalam pemberantasan tindak terorisme.

"Belum lagi soal tumpang tindih dan saling silang tupoksi Polri dan TNI. Polri masuk ke ranah War Model, sementara TNI masuk ke koridor Criminal Justice System. Eksesnya ke banyak hal, mulai dari potensi penyiksaan, salah tangkap, overkriminalisasi, rekayasa kasus dan lain-lain," kata dia lagi.

Di undang-undang terorisme yang baru ini, akan dibuat perluasan pidana materil. Poin pasal pidana materil ini digunakan untuk mentersangkakan seorang napi terorisme jika diindikasikan melakukan persiapan perbuatan untuk meneror.

Julius menyayangkan, DPR dan pemerintah terkesan memaksaan agar revisi ini segera disahkan Juni bulan depan. Menurut dia, harusnya DPR dan pemerintah membuka ruang bagi publik untuk diskusi dan memberikan solusi terkait UU ini.

Julius merasa, UU ini akan membuat Polri menjadi abuse of power. Bahkan parahnya, merusak hukum ketatanegaraan.

"Itulah kesesatan berpikir Pemerintah dan DPR. Bukannya justru membuka ruang publik seluas-luasnya dan menerima masukan sebanyak-banyaknya. Tapi menargetkan hanya dari segi waktu saja. Bukan substansi. Apalagi sampai ada ancaman Perppu dan diskursus soal parsialitas HAM. Ini konyol sekali," kata Julius lagi.

Dalam revisi ini, tahanan bisa ditahan selama tujuh hari sejak ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka dugaan terorisme. Setelah tujuh hari, aparat bisa mengajukan penambahan masa tahanan menjadi 14 hari.

Masa tahanan tersangka terduga teroris sampai tingkat Mahkamah Agung (MA) mencapai 770 hari. Masa tahanan itu, lebih lama dibandingkan yang ada di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Namun, setelah mendapat putusan yang bersifat in kracht, masa tahanan terpidana teroris tersebut dipotong selama 770 hari masa proses pemeriksaan dan peradilan.

"Iya (Abuse of power). Termasuk merusak sendi ketatanegaraan dalam konteks penegakan hukum," tutur dia.

Dibahas secara komprehensif

Sekjen PKB Abdul Kadir Karding menekankan, UU Terorisme yang baru ini sudah dibahas dengan sangat komprehensif. Sehingga, masyarakat diminta tak perlu khawatir ada penyalahgunaan wewenang dari aparat ketika UU ini disahkan.

Karding menjelaskan, di UU itu sudah ada kategori kewenangan aparat. Termasuk jenis tindak pidana terorisme, cara penyidikan dan beracara sudah diatur.

"Tetapi catatan soal itu juga harus diakomodasi dalam RUU atau Perpres atau PP yang menjadi aturan opersional UU nantinya," kata Karding saat dihubungi merdeka.com.

Menurut Karding, perlu didorong tentang jenis cyber terorisme juga harus masuk. Di samping pelibatan masyarakat dalam pencegahan dan deradikalisasi dan post radikal mesti dilibatkan.

Dia mengatakan, revisi UU ini akan selesai dibahas bulan ini juga. "Rencana Mei mesti sudah selesai," kata dia.

(mdk/rnd)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Tak Disangka Polisi, Pria Berambut Gondrong Berkumis Tebal Beruban ini Ternyata Seniornya Reserse

Tak Disangka Polisi, Pria Berambut Gondrong Berkumis Tebal Beruban ini Ternyata Seniornya Reserse

Rambut gondrong dan kumis tebal. Sekilas, mungkin tak ada yang percaya profesi dari pria ini adalah polisi.

Baca Selengkapnya
Polri Bersiap Tugas di IKN, Gunakan Teknologi Sesuai Konsep Wilayah

Polri Bersiap Tugas di IKN, Gunakan Teknologi Sesuai Konsep Wilayah

Kehadiran polisi yang bertugas dengan menyesuaikan perkembangan teknologi diyakini dapat memaksimalkan pelayanan masyarakat.

Baca Selengkapnya
Bukannya Melindungi Masyarakat, Dua Polisi di Garut Malah Jadi Otak Penculikan dan Pencurian

Bukannya Melindungi Masyarakat, Dua Polisi di Garut Malah Jadi Otak Penculikan dan Pencurian

Kepolisian Resor Garut menangkap enam pelaku pencurian dan penculikan terhadap salah seorang warga

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Polisi TetapkanTersangka Ibu Kandung Bunuh Anaknya Usia 5 Tahun Ditusuk 20 Kali di Bekasi

Polisi TetapkanTersangka Ibu Kandung Bunuh Anaknya Usia 5 Tahun Ditusuk 20 Kali di Bekasi

Tragis pelaku beraksi saat anaknya tengah tertidur pulas

Baca Selengkapnya
Polisi Terima 322 Laporan Pelanggaran Pidana Pemilu 2024, Turun Drastis dari 2019

Polisi Terima 322 Laporan Pelanggaran Pidana Pemilu 2024, Turun Drastis dari 2019

Sebanyak 65 kasus di antaranya tengah ditangani kepolisian.

Baca Selengkapnya
Dulu Lulusan Terbaik Akpol 1991, Jenderal Bintang 3 ini Kini jadi Anak Buah Teman 1 Angkatannya

Dulu Lulusan Terbaik Akpol 1991, Jenderal Bintang 3 ini Kini jadi Anak Buah Teman 1 Angkatannya

saat Taruna, Ia berhasil menjadi lulusan terbaik Adhi Makayasa di Akademi Kepolisian.

Baca Selengkapnya
Perwira Polisi Ajak Anak Buah Makan Angkringan di Pinggir Jalan, Bilang ke Pedagang 'Ada yang Buat Kurus Enggak?'

Perwira Polisi Ajak Anak Buah Makan Angkringan di Pinggir Jalan, Bilang ke Pedagang 'Ada yang Buat Kurus Enggak?'

Kapolres Blitar Kota AKBP Danang Setiyo ikut turun lapangan bersama anggotanya saat tengah berpatroli malam.

Baca Selengkapnya
4 Sekeluarga Tewas di Musi Banyuasin Diduga Korban Perampokan, Ini Analisis Polisi

4 Sekeluarga Tewas di Musi Banyuasin Diduga Korban Perampokan, Ini Analisis Polisi

4 Sekeluarga Tewas di Musi Banyuasin Diduga Korban Perampokan, Polisi Temukan Petunjuk

Baca Selengkapnya
Jadi Tersangka, Polisi Pengemudi Alphard Ancam Warga Dijemput Propam dan Ditahan di Sel Khusus

Jadi Tersangka, Polisi Pengemudi Alphard Ancam Warga Dijemput Propam dan Ditahan di Sel Khusus

Setelah ditetapkan tersangka, Bripka ED, polisi pengemudi Alphard yang ancam warga ditahan di sel khusus.

Baca Selengkapnya