Putusan MK soal hakim agung bikin pusing Komisi III DPR
Merdeka.com - Komisi III dibuat pusing soal putusan MK yang menyatakan bahwa DPR tak lagi berwenang memilih calon hakim agung. Anggota Komisi III dari PPP Ahmad Yani menilai putusan MK membuat DPR seolah-olah hanya menjadi tukang stempel.
"DPR ini bukan kantor pos, bukan tukang stempel," kata Yani dalam rapat pleno penentuan calon hakim agung di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (4/2).
Menurut Yani, dalam pengambilan keputusan mau tidak mau harus dilakukan voting. Dalam voting, kata dia, Komisi III DPR juga harus menyiapkan ambang batas.
"Harus ada ambang batas, 50 persen plus satu maka hakim itu lolos. Jika tidak ya gagal. Dari 53 anggota minimal dia harus dapat suara 26 plus satu," tegas dia.
Lain halnya dengan Buchori dari Fraksi PKS, menurut dia, dalam memilih hakim agung harus dengan keyakinan penuh. Jika ada yang menolak, artinya hakim tersebut tidak sah dimata hukum.
"Kalau satu saja menolak (dalam voting), maka hakim itu batal demi hukum. Langsung saja dimintai jika ada satu tidak setuju, maka batal demi hukum" kata dia.
Sementara itu, dari Fraksi PDIP Sayed Muhammad Mullady menegaskan, bahwa cara yang paling aman untuk memilih atas putusan MK adalah lewat voting dengan ambang batas. Jika semua harus sepakat, maka sampai kiamat tidak akan ada hakim agung.
"Kalau ada satu anggota tidak setuju dan calon gagal, maka sampai kiamat tidak akan ada hakim agung. Harus diingat, di sana (MA) setiap hari ada pensiun, maka jangan sampai proses ini mengganggu penegakan hukum di Indonesia," tegas dia.
Sementara Fraksi PAN mengakui memang putusan MK sering membuat pusing. Dia pun sependapat jika memang MK harusnya dibubarkan.
"Pendapat Rhoma Irama ada benarnya juga, MK memang harus dibubarkan," sambut dia.
Komisi III mengambil keputusan hasil seleksi tiga calon hakim agung yaitu Suhardjono, Maria Anna Samiyati dan Sunarto. Namun Komisi III DPR bingung bagaimana mekanisme yang sah. Apalagi, DPR menilai ketiganya tak punya cukup kompetensi sebagai hakim agung.
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi membatalkan kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat untuk memilih calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial. Menurut MK, DPR hanya berwenang untuk menyetujui atau tidak menyetujui calon yang diusulkan KY.
MK pun membatalkan ketentuan di dalam Undang-Undang KY dan UU Mahkamah Agung yang mewajibkan KY mengajukan calon dengan jumlah tiga kali kebutuhan (3:1). MK menyatakan KY cukup mengirimkan satu nama calon untuk satu kursi hakim agung.
Hal tersebut terungkap dalam putusan uji materi UU KY yang dibacakan Kamis (9/1). MK mengabulkan permohonan tiga calon hakim agung yang gagal pada uji kelayakan dan kepatutan di DPR, yaitu Made Dharma Weda, RM Panggabean, dan ST Laksanto Utomo. Sidang pembacaan putusan dipimpin oleh Ketua MK Hamdan Zoelva.
(mdk/did)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ini Tiga Hakim MK yang Bakal Pimpin Sidang PHPU Pileg
Ketiganya merupakan perwakilan Hakim Konstitusi yang diusulkan oleh Mahkamah Agung (MA), Presiden, dan DPR RI.
Baca SelengkapnyaMK Bahas Posisi Arsul Sani Tangani Gugatan Pemilu 2024
MK bakal menggelar Rapat Permusyawakaratan Hakim untuk membahas posisi Arsul Sani.
Baca SelengkapnyaMK: DPR Tak Boleh Lepas Tangan soal Masalah Pemilu, Harus Jalankan Fungsi Konstitusional seperti Hak Angket
MK: DPR Tak Boleh Lepas Tangan soal Masalah Pemilu, Harus Jalankan Fungsi Konstitusional seperti Hak Angket
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
PPP Belum Ambil Sikap Hak Angket Pemilu, Singgung Ketua DPR Puan Maharani di Luar Negeri
Kendati demikian, dia menghormati sikap dari fraksi di DPR yang telah menyatakan akan mendukung hak angket.
Baca SelengkapnyaKomisi III Minta Kejagung Tetap Jaga Netralitas di Pemilu 2024
Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk tetap menjaga netralitas di Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaJelang Pencoblosan, Anies Berharap Tidak Ada Lagi Pelanggaran Etik
DKPP menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari melanggar etik.
Baca SelengkapnyaDigugat AMAN soal RUU Masyarakat Adat, DPR Bilang Begini
Aliansi Masyarakat Adat Nasional menggugat DPR dan pemerintah ke PTUN karena dianggap abai
Baca SelengkapnyaKomisi II: Putusan DKPP soal Etik Ketua KPU Mirip MKMK, Tuai Perdebatan Publik
Ketua KPU terbukti melanggar etika saat menerima pendaftaran pencalonan Gibran Rakabuming Raka
Baca SelengkapnyaPeta Partai yang Mendukung dan Menolak Hak Angket Kecurangan Pemilu di DPR
Wacana hak angket untuk mengusut kecurangan Pemilu 2024 masih bergulir.
Baca Selengkapnya