PKS Tegaskan Tolak Bahas RUU Ciptaker Selama Pandemi Covid-19

Jumat, 24 April 2020 15:10 Reporter : Wilfridus Setu Embu
PKS Tegaskan Tolak Bahas RUU Ciptaker Selama Pandemi Covid-19 Rapat DPR. Hana Adi Perdana©2016 Merdeka.com

Merdeka.com - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menegaskan bahwa pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja harus ditunda secara total. Bukan hanya klaster ketenagakerjaan saja. Hal ini berkaitan dengan permintaan Ketua DPR RI Puan Maharani kepada Badan Legislasi (Baleg) untuk menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan.

"Kalau PKS konsisten dari awal, RUU omnibus Ciptaker ini tidak dibahas pada masa Covid-19," kata Anggota Baleg asal fraksi PKS Bukhori Yusuf, kepada merdeka.com, Jumat (24/4).

Dia mengungkapkan sejumlah alasan yang mendasari sikap fraksi. Hal teknis menjadi poin pertimbangan pertama. "Dalam rapat melalui zoom atau online ini sangat tidak menguntungkan untuk membahas sesuatu yang sangat mendasar," ujar dia.

"Apalagi misalnya melalui zoom yang sifatnya juga tingkat keamanannya masih belum terjamin. Banyak sekali sabotase atau fakta ternyata juga itu di-hack. Padahal ini kan pembahasan-pembahasan yang sifatnya masih internal," imbuhnya.

Menurut Anggota Komisi III DPR RI ini, pembahasan sebuah RUU, tentu membutuhkan adu argumentasi, bahkan silang pendapat antara satu fraksi dengan yang lain. Antara anggota yang satu dengan yang lain, bahkan dengan pimpinan rapat. Aspek ini akan sulit diakomodasi jika pembahasan dilaksanakan secara daring.

"Belum lagi misalnya kalau terjadi perbedaan pendapat, bagaimanapun juga antara anggota satu dengan yang lain, antara pimpinan rapat dengan anggota ada aspek-aspek subjektivitas. Kalau misalnya dia mendengarkan dari pihak yang berseberangan pendapat kalau tidak berlapang dada segera di-mute, selesai. Nggak bisa ngapa-ngapain kita. Wong di rumah masing-masing," jelas dia.

Pertimbangan berikut terkait aspek moral. Hal ini didasari pada tugas utama setiap wakil rakyat untuk mengutamakan kepentingan masyarakat. "Secara moral kita DPR dipilih rakyat konon katanya pertama-tama pertimbangan untuk memperjuangkan bangsa dan rakyat. Berarti kita dianggap orang yang secara moral itu punya empati," terang dia.

Maka tidak elok, jika dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti sekarang, ketika rakyat jauh lebih membutuhkan bantuan langsung dan cepat, DPR malah membahas RUU. "Lantas kemudian di tengah-tengah rakyat yang tidak kurang dari 60 juta sekarang sedang kesulitan hanya untuk makan saja, bagaimana anda malah membahas sesuatu yang terlalu jauh. Alih-alih ingin menyelesaikan masalah Covid-19, tapi kemudian kita membahas sesuatu yang sebenarnya new landscape yang seharusnya adalah setelah kita lihat dari situasi Covid-19 ini sendiri," ujar dia.

Selanjutnya, pihaknya memikirkan soal tatanan politik, ekonomi, maupun sosial yang berubah akibat Covid-19. Patut diakui dan dipertimbangkan bahwa Covid-19 bakal mengubah banyak hal, termasuk asumsi-asumsi ekonomi di balik penyusunan RUU Ciptaker.

"Saya meyakini, dan ini juga merupakan hasil kajian para ahli dan ekonom, bahwa setelah Covid-19 ini hampir bisa bisa dipastikan terjadi resesi dunia. Resesi dunia itu artinya dia akan menciptakan warna baru, menawarkan new landscape dalam keh berbangsa dan bernegara. Kita belum melakukan kajian terhadap, kalau di UU APBN itu asumsi ekonomi makro. Nah kita belum melakukan ini. Dunia ini ke depan kayak apa. Tiba-tiba kita udah (bahas) di sini," paparnya.

"Jadi bagaimana kita akan membahas sesuatu yang akan datang, dimana faktor perubahannya sekarang itu bisa dikaji," lanjut dia.

Isi RUU sendiri yang menimbulkan kontroversi pun patut diperhitungkan. Ada banyak isu krusial yang termuat dalam RUU usulan pemerintah tersebut. Karena itu, PKS berpandangan, bahwa diperlukan suasana yang leluasa untuk membahasnya.

"Kalau rapat melalui zoom ini setengah terbuka, setengah tertutup. Tidak bisa. Di dalam tatib (tata tertib) itu dikatakan, itu kan keadaan darurat. Masa sesuatu yang bakal dipakai untuk sesuatu yang tidak darurat, dibahas dalam keadaan darurat. Kemudian rakyat bertanya-tanya, 'Lu ada apa? Apa yang mau diburu?'," urai dia.

Tentu aspek yang juga penting, lanjut dia, yakni keterlibatan masyarakat dalam pembahasan RUU Ciptaker. Rapat-rapat yang dilakukan secara daring, ditambah merebaknya Covid-19, dapat dipastikan membatasi partisipasi publik.

"Pertimbangan publik bahwa UU itu wajib hukumnya bersifat melibatkan partisipasi seluas-luasnya. Sekarang pertanyaan saya, kalau kemudian dengan rapat-rapat seperti ini, kira-kira partisipasi publik maksimal tidak? Sangat minimal. Kalau kemudian membuat UU yang akan mengubah landscape kehidupan cuma hanya melibatkan pihak tertentu, ya ini yang akan dirugikan sudah ketahuan. Pasti bangsa dan negara dan juga rakyat," kata dia.

"Atas pertimbangan-pertimbangan itu, dan lebih khusus adalah pertimbangan situasi sekarang masih kita berkabung dan prihatin bersama rakyat karena Covid-19, bukan saja terkait pasal-pasal masalah ketenagakerjaan tetapi secara keseluruhan. Karena ini banyak sekali misalnya pakem-pakem perundang-undangan, hukum, konstitusi yang kemudian tertabrak di sini" tandasnya.

Baca juga:
Tenaga Ahli KSP: Jokowi Segera Putuskan Sikap soal Omnibus Law Cipta Kerja
Baleg Soal Usul Puan: Klaster Ketenagakerjaan Dibahas Terakhir
Golkar Sepakat Pembahasan Klaster Ketenagakerjaan dalam RUU Ciptaker Ditunda
NasDem Sepakat Pembahasan Klaster Ketenagakerjaan RUU Ciptaker Ditunda
Ketua DPR Minta Baleg Tunda Pembahasan RUU Cipta Kerja

Komentar Pembaca

Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami

Be Smart, Read More

Indeks Berita Hari Ini

Opini