Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

PDIP soal Coblos Partai Ibarat Beli Kucing Dalam Karung: Apa Iya Parpol Ugal-ugalan

PDIP soal Coblos Partai Ibarat Beli Kucing Dalam Karung: Apa Iya Parpol Ugal-ugalan Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan. ©2020 Merdeka.com

Merdeka.com - PDI Perjuangan menjawab penolakan sistem pemilu proporsional tertutup atau coblos partai politik bukan caleg dalam Pemilu 2024 dengan analogi seperti membeli kucing dalam karung. PDIP menilai hal itu tak akan terjadi jika partai bekerja secara profesional.

Alasan itu disampaikan anggota DPR dari fraksi PDIP Arteria Dahlan ketika hadir sebagai saksi dalam judicial review Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Terkait adanya persangkaan apabila diterapkan sistem proporsional tertutup hak pilih rakyat seperti membeli kucing dalam karung," ujar Arteria seperti dikutip dalam sidang MK disiarkan channel YouTube MK, Kamis (26/1).

Menurut Arteria, alasan itu tidak mendasar dan relevan dikhawatirkan di tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di mana akses informasi telah mudah didapat sehingga pemilih bisa dengan mudah mengenal siapa saja calon wakil rakyat yang mereka dukung.

"Saat ini di mana pemilih tidak perlu hadir ke kantor desa untuk melihat nama-nama calon wakil rakyat yang berkontestasi dalam pesta demokrasi. Melainkan hanya cukup melihat dari media sosial," ujar dia.

"Kekhawatiran yang demikian sangat tidak beralasan karena dalam sistem proporsional tertutup, memang mencoblos gambar partai politik tapi tetap terpampang nama caleg yang bisa dibaca siapa calonnya," tambah dia.

Terlebih, Arteria turut meyakini jika partai politik seyogyanya tidak akan secara serampangan menempatkan sosok calon wakil rakyat yang bakal dipilih. Karena menurut dia, partai memilih caleg berdasarkan beberapa pertimbangan seperti kompetensi, profesionalitas, akuntabilitas.

"Apa iya partai politik mau sewenang-wenang, dan secara ugal-ugalan untuk menempatkan sembarang orang. Pastinya tidak, karena akan berimplikasi langsung pada elektoral partai politik itu sendiri," ujar dia.

Alasan Dorong Proporsional Tertutup

Arteria menjelaskan, tujuan sistem proporsional tertutup agar partai politik bisa menempatkan kader-kader terbaik dan berkualitas duduk di parlemen.

"Sehingga kekhawatiran untuk hadirnya anggota legislatif yang tidak berkualitas dan tidak paham akan fungsi kedewanan akan dapat diminimalisir," ucap dia.

Di sisi lain, Arteria yang mewakili Fraksi DPR dari Partai PDIP menyatakan memilih sistem proporsional tertutup dan berbeda dengan delapan fraksi partai politik DPR lain. Dengan alasan ingin memberikan ruang bagi partai lebih aktif dalam menentukan calon wakil rakyatnya.

"Namun hal tersebut tidak untuk dimaknai bahwa peserta pemilu adalah orang perorangan dalam partai politik. Dikarenakan pasal ketentuan E Ayat 3 UUD 1945 secara tegas bahwa peserta pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik," jelasn dia.

"Dengan demikian amat terang dan jelas bahwa partai politik yang terlibat sangat aktif tidak hanya berperan, serta. Namun juga berkompetisi yang sebagai konsekuensi logisnya maka partai politik lah yang seharusnya memiliki dan diberikan kewenangan untuk menentukan formasi tim, pasukan terbaiknya dalam ajang kontestasi politiknya," tambah dia.

Sistem Pemilu Coblos Caleg Digugat ke MK

Sebelumnya, Sistem Pemilu proporsional terbuka atau memilih calon legislatif langsung digugat ke Mahkamah Konstitusi. Penggugat menginginkan pemilihan umum memberlakukan sistem proporsional tertutup atau hanya mencoblos partai politik.

Uji materiil itu diajukan oleh kader PDI Perjuangan Demas Brian Wicaksono, kader NasDem Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono. Gugatan terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu tercatat dalam Perkara Nomor 114/PUU-XX/2022.

"Adanya sistem proporsional terbuka didasarkan pada Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 tanggal 23 Desember 2008. Putusan tersebut diambil menggunakan standar ganda, yakni nomor urut dan suara terbanyak sehingga Mahkamah memutuskan mengabulkan pasal a quo. Apabila melihat sejarah pemilu di Indonesia sebelumnya, sebelum UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum menggunakan proporsional tertutup di mana pemilih hanya memilih partai politik karena sejatinya berdasarkan UUD 1945 kontestan pemilu legislatif adalah partai politik,"kata kuasa hukum pemohon Sururudin saat sidang perdana di Mahkamah Konstitusi, Rabu (23/11).

"Kemudian partai politiklah yang menunjuk anggotanya untuk duduk di DPR dan DPRD Provinsi/Kabupaten /Kota. Oleh karena itu, dengan mengacu pada alasan-alasan yang kami terangkan di atas memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," tambahnya.

Sejumlah alasan disampaikan para pemohon dalam sidang perdana tersebut. Sistem pemilu yang memilih calon legislatif secara langsung dinilai hanya menjual diri calon bermodal populer tanpa ikatan ideologis dengan partai. Calon tersebut juga tidak punya pengalaman organisasi partai politik atau organisasi sosial politik.

Maka, ketika terpilih menjadi anggota DPR atau DPRD, calon legislatif itu tidak mewakili organisasi partai politik, tetapi mewakili diri sendiri. Menurut pemohon, harus ada otoritas kepartaian yang menentukan siapa yang layak menjadi wakil partai di parlemen setelah melalui proses pendidikan, kaderisasi dan pembinaan ideologi partai.

Sehingga dalam gugatan ini, pemohon meminta MK menyatakan frasa terbuka pada Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

"Menyatakan frasa 'proporsional' pada Pasal 168 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'sistem proporsional tertutup'," tutup Sururudin.

(mdk/gil)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Diduga Lakukan Pelanggaran Pemilu, Anggota DPR RI Diproses Polres Batang
Diduga Lakukan Pelanggaran Pemilu, Anggota DPR RI Diproses Polres Batang

Diduga Lakukan Pelanggaran Pemilu, Anggota DPR RI Diproses Polres Batang

Baca Selengkapnya
Pakar Nilai DPD RI Bentuk Pansus Kecurangan Pemilu Tak Memiliki Landasan Hukum, Ini Dalilnya
Pakar Nilai DPD RI Bentuk Pansus Kecurangan Pemilu Tak Memiliki Landasan Hukum, Ini Dalilnya

Rullyandi menilai, persetujuan pembentukan pansus oleh anggota dan pimpinan DPD RI ini pun melanggar UU MD3.

Baca Selengkapnya
Jenderal Polisi Pecat Anggota Polwan, Kapolres Langsung Coret 'Wajahnya' di Depan Anak Buah
Jenderal Polisi Pecat Anggota Polwan, Kapolres Langsung Coret 'Wajahnya' di Depan Anak Buah

Kapolda memutuskan terhitung mulai 31 Januari 2024, Bripka NA diberhentikan tidak dengan hormat dari Dinas Bintara Polri.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Cerita di Balik Maruarar Hengkang dari PDIP
Cerita di Balik Maruarar Hengkang dari PDIP

Ara mengatakan, keputusan itu melalui pertimbangan yang matang, salah satunya berdiskusi dengan orang tua dan keluarga.

Baca Selengkapnya
TKN Antisipasi Putusan DKPP Dijadikan Peluru Serang Legalitas Pencalonan Gibran
TKN Antisipasi Putusan DKPP Dijadikan Peluru Serang Legalitas Pencalonan Gibran

TKN menegaskan keputusan DKPP terkait persoalan teknis yang secara substansinya sudah tidak ada masalah.

Baca Selengkapnya
Bicara Aturan Pemilu, PDIP Singgung Keanggotan Parpol Jokowi jika Ingin Turun Gunung Kampanye Pilpres
Bicara Aturan Pemilu, PDIP Singgung Keanggotan Parpol Jokowi jika Ingin Turun Gunung Kampanye Pilpres

Keanggotaan partai politik Jokowi dipertanyakan setelah menyebut presiden boleh kampanye dan berpihak pada pasangan calon tertentu di pemilu.

Baca Selengkapnya
PKS soal Hak Angket: Bagus daripada ke MK Ada Paman
PKS soal Hak Angket: Bagus daripada ke MK Ada Paman

Tiga parpol koalisi AMIN menunggu sikap PDIP sebagai partai pengusung Ganjar selaku capres yang menginisiasi hak angket.

Baca Selengkapnya
Jadi Tersangka, Polisi Pengemudi Alphard Ancam Warga Dijemput Propam dan Ditahan di Sel Khusus
Jadi Tersangka, Polisi Pengemudi Alphard Ancam Warga Dijemput Propam dan Ditahan di Sel Khusus

Setelah ditetapkan tersangka, Bripka ED, polisi pengemudi Alphard yang ancam warga ditahan di sel khusus.

Baca Selengkapnya
Surya Paloh Ungkap NasDem Evaluasi Usulan Hak Angket Pemilu 2024: Kami Serahkan ke Kawan-Kawan Ingin Meneruskan
Surya Paloh Ungkap NasDem Evaluasi Usulan Hak Angket Pemilu 2024: Kami Serahkan ke Kawan-Kawan Ingin Meneruskan

Surya Paloh mengakui, NasDem awalnya mendukung usulan hak angket semata-semata karena penghormatan kepada hak konstitusional dimiliki seluruh anggota dewan.

Baca Selengkapnya