PDIP soal Coblos Partai Ibarat Beli Kucing Dalam Karung: Apa Iya Parpol Ugal-ugalan

Kamis, 26 Januari 2023 17:55 Reporter : Bachtiarudin Alam
PDIP soal Coblos Partai Ibarat Beli Kucing Dalam Karung: Apa Iya Parpol Ugal-ugalan Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan. ©2020 Merdeka.com

Merdeka.com - PDI Perjuangan menjawab penolakan sistem pemilu proporsional tertutup atau coblos partai politik bukan caleg dalam Pemilu 2024 dengan analogi seperti membeli kucing dalam karung. PDIP menilai hal itu tak akan terjadi jika partai bekerja secara profesional.

Alasan itu disampaikan anggota DPR dari fraksi PDIP Arteria Dahlan ketika hadir sebagai saksi dalam judicial review Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK).

"Terkait adanya persangkaan apabila diterapkan sistem proporsional tertutup hak pilih rakyat seperti membeli kucing dalam karung," ujar Arteria seperti dikutip dalam sidang MK disiarkan channel YouTube MK, Kamis (26/1).

Menurut Arteria, alasan itu tidak mendasar dan relevan dikhawatirkan di tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di mana akses informasi telah mudah didapat sehingga pemilih bisa dengan mudah mengenal siapa saja calon wakil rakyat yang mereka dukung.

"Saat ini di mana pemilih tidak perlu hadir ke kantor desa untuk melihat nama-nama calon wakil rakyat yang berkontestasi dalam pesta demokrasi. Melainkan hanya cukup melihat dari media sosial," ujar dia.

"Kekhawatiran yang demikian sangat tidak beralasan karena dalam sistem proporsional tertutup, memang mencoblos gambar partai politik tapi tetap terpampang nama caleg yang bisa dibaca siapa calonnya," tambah dia.

Terlebih, Arteria turut meyakini jika partai politik seyogyanya tidak akan secara serampangan menempatkan sosok calon wakil rakyat yang bakal dipilih. Karena menurut dia, partai memilih caleg berdasarkan beberapa pertimbangan seperti kompetensi, profesionalitas, akuntabilitas.

"Apa iya partai politik mau sewenang-wenang, dan secara ugal-ugalan untuk menempatkan sembarang orang. Pastinya tidak, karena akan berimplikasi langsung pada elektoral partai politik itu sendiri," ujar dia.

2 dari 3 halaman

Alasan Dorong Proporsional Tertutup

Arteria menjelaskan, tujuan sistem proporsional tertutup agar partai politik bisa menempatkan kader-kader terbaik dan berkualitas duduk di parlemen.

"Sehingga kekhawatiran untuk hadirnya anggota legislatif yang tidak berkualitas dan tidak paham akan fungsi kedewanan akan dapat diminimalisir," ucap dia.

Di sisi lain, Arteria yang mewakili Fraksi DPR dari Partai PDIP menyatakan memilih sistem proporsional tertutup dan berbeda dengan delapan fraksi partai politik DPR lain. Dengan alasan ingin memberikan ruang bagi partai lebih aktif dalam menentukan calon wakil rakyatnya.

"Namun hal tersebut tidak untuk dimaknai bahwa peserta pemilu adalah orang perorangan dalam partai politik. Dikarenakan pasal ketentuan E Ayat 3 UUD 1945 secara tegas bahwa peserta pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik," jelasn dia.

"Dengan demikian amat terang dan jelas bahwa partai politik yang terlibat sangat aktif tidak hanya berperan, serta. Namun juga berkompetisi yang sebagai konsekuensi logisnya maka partai politik lah yang seharusnya memiliki dan diberikan kewenangan untuk menentukan formasi tim, pasukan terbaiknya dalam ajang kontestasi politiknya," tambah dia.

3 dari 3 halaman

Sistem Pemilu Coblos Caleg Digugat ke MK

Sebelumnya, Sistem Pemilu proporsional terbuka atau memilih calon legislatif langsung digugat ke Mahkamah Konstitusi. Penggugat menginginkan pemilihan umum memberlakukan sistem proporsional tertutup atau hanya mencoblos partai politik.

Uji materiil itu diajukan oleh kader PDI Perjuangan Demas Brian Wicaksono, kader NasDem Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, serta Nono Marijono. Gugatan terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu itu tercatat dalam Perkara Nomor 114/PUU-XX/2022.

"Adanya sistem proporsional terbuka didasarkan pada Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 tanggal 23 Desember 2008. Putusan tersebut diambil menggunakan standar ganda, yakni nomor urut dan suara terbanyak sehingga Mahkamah memutuskan mengabulkan pasal a quo. Apabila melihat sejarah pemilu di Indonesia sebelumnya, sebelum UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum menggunakan proporsional tertutup di mana pemilih hanya memilih partai politik karena sejatinya berdasarkan UUD 1945 kontestan pemilu legislatif adalah partai politik,"kata kuasa hukum pemohon Sururudin saat sidang perdana di Mahkamah Konstitusi, Rabu (23/11).

"Kemudian partai politiklah yang menunjuk anggotanya untuk duduk di DPR dan DPRD Provinsi/Kabupaten /Kota. Oleh karena itu, dengan mengacu pada alasan-alasan yang kami terangkan di atas memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya," tambahnya.

Sejumlah alasan disampaikan para pemohon dalam sidang perdana tersebut. Sistem pemilu yang memilih calon legislatif secara langsung dinilai hanya menjual diri calon bermodal populer tanpa ikatan ideologis dengan partai. Calon tersebut juga tidak punya pengalaman organisasi partai politik atau organisasi sosial politik.

Maka, ketika terpilih menjadi anggota DPR atau DPRD, calon legislatif itu tidak mewakili organisasi partai politik, tetapi mewakili diri sendiri. Menurut pemohon, harus ada otoritas kepartaian yang menentukan siapa yang layak menjadi wakil partai di parlemen setelah melalui proses pendidikan, kaderisasi dan pembinaan ideologi partai.

Sehingga dalam gugatan ini, pemohon meminta MK menyatakan frasa terbuka pada Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

"Menyatakan frasa 'proporsional' pada Pasal 168 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'sistem proporsional tertutup'," tutup Sururudin. [gil]

Baca juga:
Respons Nasdem Dengar Demokrat Dukung Anies Capres saat Bertemu PKB dan Gerindra
Jika Kalah Pilpres, Anies Bisa Maju Lagi Pilgub DKI 2024
PKS Sebut AHY Bukan Deklarasi Usung Anies Capres, Tapi Ajak Bentuk Sekber
AHY Pastikan Demokrat Bakal Usung Anies Baswedan jadi Capres 2024
Jazilul Fawaid Ungkap Delapan Partai Akan Bertemu Gerindra-PKB
Ketua KPU: Kalah di Pilpres 2024, Capres Tak Dilarang Maju Lagi Pilkada November
Kemesraan Petinggi Tiga Partai Bertemu di Sekber Gerindra-PKB

Komentar Pembaca

Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami

Be Smart, Read More

Indeks Berita Hari Ini

Opini