Ngotot larang eks koruptor jadi Caleg, KPU minta UU Pemilu direvisi
Merdeka.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) penuhi panggilan Direktorat Jenderal Perundang-Undangan pada Kementerian Hukum dan HAM guna mengklarifikasi norma larangan mantan narapidana korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Pada kesempatan itu, KPU kukuh norma yang dimuat dalam draf Peraturan KPU (PKPU) tidak melanggar Undang-Undang Pemilihan Umum.
Anggota KPU, Hasyim Asyari menjelaskan, polemik perihal larangan pencalonan legislatif oleh mantan narapidana korupsi sedianya tidak menjadi perdebatan, merujuk pada undang-undang tentang jabatan penyelenggara negara yang bersih.
"Kami jelaskan tidak bertentangan prinsipnya. Penyelenggara negara yang bersih dan bebas KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme), penyelenggara negara itu adalah orang-orang yang bebas korupsi itu prinsip sehingga mestinya berbagai macam undang-undang tentang penyelenggara negara atau pengisian merujuk pada undang-undang itu termasuk undang-undang Pemilu," ujar Hasyim di kantor Ditjen PUU KemenkumHAM, Jakarta Selatan, Selasa (5/6).
Menurutnya, sebagai lembaga negara dengan tingkat sejajar syarat pencalonan untuk masuk ke pemerintahan ataupun legislatif harusnya memiliki sistem yang sama seperti syarat pencalonan presiden di antaranya bukan mantan narapidana korupsi, melakukan kejahatan berat.
Oleh sebab itu, dia mendesak agar draf PKPU bisa segera menjadi PKPU dan diterapkan pada Pemilu 2019 mendatang. Terlebih lagi, masa pendaftaran anggota legislatif sudah dekat, 4 Juli hingga 17 Juli.
Jika hal ini masih berlarut-larut, Hasyim mengusulkan DPR segera berinisiatif melakukan revisi terhadap undang-undang Pemilu khususnya nomor 7 tahun 2017 atau Presiden segera menerbitkan Peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
"Kalau dianggap bertentangan dengan undang-undang maka segeralah revisi undang-undang atau terbitkan Perppu yang itu merupakan kewenangan presiden," ujarnya.
Diketahui, draf PKPU telah dikirim oleh KPU kepada Ditjen PUU kemenkumham untuk segera diundangkan. meski jalan terjal bakal dihadapi KPU menyusul pernyataan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang mengisyaratkan bakal menolak menandatangani draf tersebut.
"Jadi nanti jangan dipaksa saya menandatangani sesuatu yang bertentangan dengan UU itu saja," kata Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/6).
Yasonna menilai tujuan dari aturan yang melarang napi eks korupsi menjadi Caleg sebenarnya baik tapi caranya tidak tepat. Dia menyarankan agar KPU membuat aturan lain yang tidak bertentangan dengan UU di atasnya.
"Bahwa tujuannya baik kita sepakat tentang itu, tapi cari lah jalan lain dengan tidak menabrak UU," tegasnya.
Terlebih, KPU tidak memiliki kewenangan untuk mencabut hak politik seseorang untuk maju di Pemilu Serentak 2019. Pencabutan hak politik bisa dilakukan sesuai perintah UU atau keputusan pengadilan.
"Jadi yang bisa menghilangkan hak adalah UU, keputusan pengadilan. Kalau orang itu keputusan pengadilan dia maka orang itu dicabut oleh keputusan pengadilan," tandas Yasonna.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
KPU Tutup Mata Laporan PPATK Ada Aliran Dana Trilunan ke Partai Jelang Pemilu 2024
Sementara, terkait sanksi bagi caleg yang tidak melaporkan atau menyerahkan dana kampanyenya tidak akan ditetapkan sebagai calon terpilih jika dia menang.
Baca SelengkapnyaTerbukti Pindahkan Perolehan Suara Caleg, Dua Petugas PPK di Lumajang Hanya Diberi Peringatan Keras
Dua petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) di Kabupaten Lumajang terbukti memindahkan suara caleg. Mereka hanya dijatuhi sanksi peringatan keras.
Baca SelengkapnyaRugikan Negara Rp1,3 Triliun, 6 Tersangka Korupsi Pembangunan Jalur KA Besitang-Langsa Ditahan
Kejaksaan Agung menetapkan enam tersangka korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017-2023.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Akui Kepercayaan Terhadap KPK Kurang, Mahfud Ingin Kembalikan UU KPK Lama Jika Terpilih Jadi Wapres
Mahfud menegaskan keberadaan lembaga antirasuah itu masih sangat dibutuhkan untuk memberantas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Baca SelengkapnyaAnggota KPPS di Empat Lawang Diduga Jual Surat Suara Sisa ke Caleg, Bawaslu Turun Tangan
Anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) di Empat Lawang, Sumatera Selatan, diduga menjual surat suara sisa kepada calon anggota legislatif.
Baca SelengkapnyaKejagung Tetapkan Tersangka Baru Kasus Korupsi Komoditi Timah, Ditahan di Rutan Pondok Bambu
Sudah ada sembilan tersangka dari puluhan saksi diperiksa Kejagung,
Baca SelengkapnyaKejagung Tetapkan 5 Tersangka Baru Kasus Korupsi Komoditi Timah
Ketut menyebut, penetapan lima tersangka itu dilakukan pada Jumat, 16 Februari 2024.
Baca SelengkapnyaKejagung Buka Suara Terkait Sosok HL, Pemilik Rumah di PIK Digeledah Dalam Kasus Korupsi Timah
Kejagung menyatakan banyak pihak yang keliru terkait sosok HL yang rumahnya digeledah penyidik.
Baca SelengkapnyaDPR Apresiasi Langkah Kejagung Masukkan Kerugian Ekonomi Negara dalam Kasus Korupsi
Penghitungan kerugian ekonomi negara bisa menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara korupsi.
Baca Selengkapnya