Nasib Setya Novanto mirip Akbar Tandjung saat pimpin Golkar
Merdeka.com - Partai Golkar tengah merancang rencana penyelamatan buat Setya Novanto selaku ketua umum dalam kasus korupsi e-KTP. Mereka mengklaim kompak. Bahkan belum ada usulan untuk melakukan pelengseran melalui munaslub.
Kondisi Novanto nantinya bakal seperti Akbar Tandjung. Para kader siap mempertahankan meski ketua DPR itu duduk sebagai terdakwa. Sebab, Akbar Tandjung ketika menjabat ketua umum Partai Golkar juga dipertahankan.
Kala itu, Akbar tersandung kasus Penyalahgunaan Dana Nonbujeter Bulog sebesar Rp 40 miliar. Namun, partai berlambang pohon beringin ini tidak melakukan pergantian. Alhasil, AKbar lolos jeratan hukum dalam kasus itu.
Sinyal pembelaan kepada Novanto disampaikan Wakil Sekjen Partai Golkar Dave Laksono. Bahkan dia menegaskan belum ada usulan melakukan munaslub dari internal partai. "Masih belum tentu. Karena kita ingat zamannya Pak Akbar saja dia sudah terdakwa. Sampai dia bebas di MA tidak ada pergantian ketum," kata Dave, Selasa kemarin,
Menurut Dave, Munaslub untuk mencari ketua umum harus disepakati semua pihak melalui rapat pleno. "Namanya proses organisasi itukan tidak diambil keputusan pribadi, itu harus diputuskan secara ramai-ramai melalui rapat yang ada, pleno harian dan itu harus disepakati semua pihak," tegasnya.
Mayoritas kader, kata Dave, masih memegang teguh asas praduga tak bersalah terhadap Novanto. Para juga kader masih menunggu proses hukum dugaan keterlibatan Novanto dalam korupsi yang mencapai Rp 2,3 triliun itu
"Ini kan masih ada proses hukumnya kita lihat dulu sejauh mana. Baru kita bisa menilai tindakan selanjutnya yang perlu diambil Golkar," tegasnya.
Sekjen Partai Golkar Idrus Marham juga menegaskan tidak ada satu pun pikiran untuk melakukan Munaslub. "Bahwa sampai pada hari ini tidak ada pikiran-pikiran dari siapa pun untuk lakukan Munaslub. Itu sama sekali tidak ada pikiran-pikiran semacam itu," ungkap Idrus.
Kritik juga datang dari internal partai. Ketua Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Partai Golkar Yorrys Raweyai mengatakan, elektabilitas partainya awalnya stabil pada posisi 9 persen usai Pilpres 2014 silam. Kemudian baru mengalami peningkatan mencapai 15 persen usai beralih mendukung Presiden Joko Widodo.
"Paska Munaslub 14 Mei sampai 16 Mei 2016 dengan memberikan dukungan kepada Jokowi untuk 2019 maka elektabilitas Golkar dalam waktu ke waktu naik cukup signifikan," kata Yorrys.
Yorrys tidak memungkiri ada beberapa hal akhirnya menyebabkan elektabilitas 15 persen kini semakin menurun. Salah satunya kasus e-KTP menyeret nama Setya, merugikan negara mencapai Rp 2,3 triliun.
Untuk itu, dia merasa harus ada langkah strategis dilakukan agar mengembalikan elektabilitas partai jelang Pilkada 2018, Pilpres dan Pileg 2019 mendatang. Sebab posisi ketua umum nantinya akan sangat terasa saat verifikasi faktual partai pada Agustus 2017 mendatang.
Wakil Presiden sekaligus mantan Ketua Umum Partai Golkar, Jusuf Kalla (JK), juga ikut angkat bicara. JK melihat, Partai Golkar dalam kondisi tidak baik karena Setya Novanto terbelit kasus hukum.
"Golkar memang berada dalam kondisi yang tidak menyenangkan karena ketumnya sudah dicekal," kata Wapres JK.
"Apabila ada kemungkinan lain lagi (jadi tersangka) tentu satu partai harus mempunyai pemimpin yang baik lah. Karena itu memang Golkar sendiri punya prosedur. Yaitu kalau ada apa-apa, plt (pelaksana tugas) dulu baru Munas atau Munaslub," tambahnya.
Untuk diketahui, Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM telah menerbitkan surat pencegahan bagi Setya Novanto yang juga Ketua DPR RI bepergian ke luar negeri selama enam bulan. Langkah ini diambil setelah KPK mengajukan permohonan mengingat dugaan adanya peran Novanto dalam kasus ini.
(mdk/ang)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Airlangga ditanya apakah kursi menteri dari Partai Golkar pada pemerintahan Prabowo-Gibran bakal bertambah.
Baca SelengkapnyaDoli mengatakan Partai Golkar terus melihat bagaimana perkembangan dinamika politik saat ini.
Baca SelengkapnyaAirlangga memandang, keadaan sekarang berbeda dengan pemilu sebelumnya yang panas imbas pilgub DKI 2017.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
PPP merasa terhormat bila Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto berkunjung ke partainya.
Baca SelengkapnyaKendati demikian, Golkar mengaku tak mengetahui siapa partai politik yang akan bergabung dengan KIM.
Baca SelengkapnyaOTT terkait kasus dugaan korupsi pemotongan insentif ASN Sidoarjo yang mencapai Rp2,7 Miliar.
Baca SelengkapnyaAHY mendukung Prabowo Subianto menarik sejumlah partai politik di luar koalisi masuk ke dalam kabinetnya.
Baca SelengkapnyaPartai Golkar sangat terbuka jika PPP akan bergabung dalam koalisi Prabowo-Gibran.
Baca SelengkapnyaNawawi belum memberikan keterangan lebih lanjut soal sektor pengadaan barang dan jasa yang menyeret bupati Labuhan Batu.
Baca Selengkapnya