Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kekhawatiran MK menjadi 'Mahkamah Kalkulator' akhirnya terbukti

Kekhawatiran MK menjadi 'Mahkamah Kalkulator' akhirnya terbukti Sidang MK kasus PHP Kepala Daerah 2015. ©2016 merdeka.com/arie basuki

Merdeka.com - Sebanyak 147 perkara sengketa pilkada didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi usai pelaksanaan pilkada serentak 9 Desember 2015 lalu. Setelah melalui persidangan awal dan pemeriksaan berkas, banyak kasus itu yang gugur.

Sejak Senin (18/1) pekan lalu sampai Selasa (26/1) pukul 12.00 WIB, MK telah memutus 122 perkara sengketa Pilkada serentak 2015. Dari 122 putusan itu, 79 perkara dinyatakan pemohonnya tidak memiliki kedudukan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 158 UU Pilkada. Ada juga yang ditolak karena batas waktu pengajuan perkara melewati 3x24 jam seperti yang diatur.

Majelis hakim MK menggunakan Pasal 158 UU 8/2015 dan Pasal 6 PMK 1-5/2015 sebagai alasan tidak dapat menerima gugatan dari para pemohon itu. UU Pilkada Nomor 8 Tahun 2015, pasal 158 ayat (1) dan ayat (2) mengatur bahwa syarat pengajuan sengketa, jika ada perbedaan selisih suara maksimal 2 persen dari penetapan hasil penghitungan suara KPU Provinsi maksimal 2 juta penduduk.

Sementara bagi penduduk lebih dari 2 juta hingga 6 juta, syarat pengajuan sengketa, jika ada perbedaan selisih maksimal 1,5 persen dari penetapan hasil penghitungan suara KPU Provinsi.

Untuk tingkat kabupaten/kota, jumlah penduduk di bawah 250 ribu selisih minimal 2 persen, jumlah penduduk antara 250-500 ribu selisih suara minimal 1,5 persen. Untuk daerah dengan jumlah penduduk 500 ribu-1 juta jiwa, minimal selisih suara 1 persen, dan daerah dengan jumlah penduduk di atas 1 juta jiwa minimal selisih suara 0,5 persen.

Kekhawatiran inilah yang pernah disampaikan para aktivis pada akhir tahun lalu sebelum MK menggelar rangkaian sidang sengketa pilkada.

Perwakilan MK Watch, Ade Yanyan Hasbul menyatakan sikap MK yang seakan menjadi Mahkamah Kalkulator dikarenakan terbentur Pasal 158 UU Pilkada. Pasal tersebut menjadi penghalang bagi calon kepala daerah yang ingin mengadu ke MK.

"Kami meminta MK mengabaikan pasal itu, karena mengekang calon kepala daerah lain," kata Ade dalam diskusi 'Membedah Pasal 158 dalam perspektif demokrasi dan konstitusi' di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (4/1) lalu.

Ketidakpuasan terhadap putusan MK ini dilontarkan oleh Andi Syafrani, kuasa hukum pasangan calon gubernur Kalimantan Utara Jusuf SK-Marthin Billa yang menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terjebak pada syarat prosedural saja. Dalil substansial pemohon seperti terjadinya pelanggaran tidak dipertimbangkan lebih dalam oleh majelis hakim MK.

"Putusan yang ada sekarang secara normatif masih belum menggambarkan keberpihakan terhadap keadilan dan kebenaran substansial, hanya pada masalah prosedur saja yang mengatur tentang ambang batas selisih suara yang bisa diajukan gugatan ke MK," kata Andi di Gedung MK, Jakarta, Selasa (26/1).

Andi mengatakan, MK telah memutuskan menolak ratusan sengketa Pilkada dengan dalih Pasal 158. Padahal, pilkada kemarin sarat dengan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif, dengan pelibatan aparat sipil negara, politik uang, penggunaan APBD (dana bantuan sosial).

"Ini perlu jadi pelajaran penting bagi perkembangan demokrasi kita ke depan agar lebih baik dan memperhatikan pada aspek yang lebih substansial," ucap dia.

Sementara pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menilai hakim MK hanya menjadi corong undang-undang saja.

"Saya berpendapat bahwa upaya orang untuk mencari keadilan itu harusnya tidak usah dibatas-batasi," ujar Yusril dalam acara konferensi pers perseteruan Menkumham dengan Yayasan Wihara Dharma Bakti, di Ihza & Ihza Law Firm, Kota Kasablanka, Jakarta, Senin (25/1).

Yusril juga menambahkan, pencari keadilan bebas melakukan gugatan misalnya pengadilan tiga tingkat. Bisa banding, kasasi atau peninjauan kembali (PK). "Mahkamah Konstitusi dianggap kaku terhadap pasal 158, artinya hakim betul betul menjadi corong undang-undang," cetusnya.

Begitu juga dengan pembatasan waktu untuk mendaftarkan gugatan yakni selama tiga hari kalender. Hal ini merugikan orang yang berada di Papua. "Kita pahami orang-orang di Papua ke lapangan terbang aja 200 km. Kadang-kadang yang membuat undang-undang melihatnya seperti Jakarta saja gitu. Itu juga tidak wajar," ujarnya.

Menurut Yusril, berdasarkan undang-undang, yang termasuk pemilu adalah pemilihan anggota DPR, DPRD, DPD, presiden dan wakil presiden dan dilaksanakan oleh komite. MK tidak berwenang menyelesaikan kasus pilkada tapi dalam Perppu Pilkada yang kini menjadi undang-undang, belum ada pengadilan yang menangani khusus sengketa pilkada.

"Menjadi simpel jika sengketa pilkada itu diselesaikan langsung di Pengadilan Tata Usaha Negara, yang diadili kan putusan KPU. Objeknya kan sengketa. Untuk menghadapi pilkada 2017 harusnya pemerintah merevisi UU Pilkada yang asalnya dari Perppu. Misalnya waktu 3 hari, kan kasihan orang Papua enggak adil," pungkasnya.

(mdk/bal)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Khawatirnya Tim Ganjar-Mahfud MK Bakal Berubah jadi Mahkamah Kalkulator

Khawatirnya Tim Ganjar-Mahfud MK Bakal Berubah jadi Mahkamah Kalkulator

Demikian hal itu disampaikan Ketua Tim TDK Todung Mulya Lubis yang telah siap membeberkan bukti kecurangan

Baca Selengkapnya
Majelis Kehormatan MK Resmi Dibentuk, Ini Daftar Anggotanya

Majelis Kehormatan MK Resmi Dibentuk, Ini Daftar Anggotanya

Ketiga orang ini dipilih secara aklamasi oleh seluruh hakim konstitusi.

Baca Selengkapnya
Sengketa Pemilu Seharusnya Dibawa ke MK, Bukan Diwacanakan ke Hak Angket

Sengketa Pemilu Seharusnya Dibawa ke MK, Bukan Diwacanakan ke Hak Angket

Sebaiknya MK difungsikan agar proses dari pemilu cepat selesai, legitimasi rakyat diterima dan pemerintahan bisa berjalan.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Mahfud Ingatkan MK Pernah Batalkan Hasil Pemilu

Mahfud Ingatkan MK Pernah Batalkan Hasil Pemilu

Ini membuktikan bahwa pihak yang kalah tidak selalu kalah dalam proses di MK.

Baca Selengkapnya
KPU Siapkan Tim Hukum untuk Hadapi Gugatan Sengketa Pemilu 2024 di MK

KPU Siapkan Tim Hukum untuk Hadapi Gugatan Sengketa Pemilu 2024 di MK

Proses pendaftaran sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) akan dilaksanakan dalam jangka waktu 3x24 jam.

Baca Selengkapnya
Malam Ini, KPU Kumpulkan Divisi Hukum Bahas Persiapan Gugatan Pemilu 2024

Malam Ini, KPU Kumpulkan Divisi Hukum Bahas Persiapan Gugatan Pemilu 2024

KPU mempersiapkan diri dalam menghadapi perselisihan hasil pemilihan umum di Mahkamah Konstitusi.

Baca Selengkapnya
Pakar Nilai Putusan MK soal Ambang Batas Parlemen Bisa Segera Diundangkan

Pakar Nilai Putusan MK soal Ambang Batas Parlemen Bisa Segera Diundangkan

Dia menyebut, perubahan ini bahkan bisa dilakukan hanya hitungan hari.

Baca Selengkapnya
MK Tambah Jumlah Pihak Bersaksi di Sengketa Pilpres, Maksimal 19 Orang

MK Tambah Jumlah Pihak Bersaksi di Sengketa Pilpres, Maksimal 19 Orang

Jumlah ini bertambah dari sebelumnya yang terbatas 17 orang.

Baca Selengkapnya
Mahfud Sepakat MK Larang Jadwal Pilkada 2024 Diubah: Bagus, Hentikan Langkah Jokowi Kendalikan Pilkada

Mahfud Sepakat MK Larang Jadwal Pilkada 2024 Diubah: Bagus, Hentikan Langkah Jokowi Kendalikan Pilkada

Jokowi mengajukan ke MK agar jadwal Pilkada 2024 dimajukan September dengan alasan agar pelaksanannya mudah

Baca Selengkapnya