Fahri Hamzah Khawatir Terjadi Dualisme Kepemimpinan Usai Pilpres 2024
Merdeka.com - Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah menyatakan, generasi reformasi masih bersemangat untuk mengembalikan semua prosedur demokrasi kepada jalur reformasi. Hal itu yang mendasari keinginan untuk mempersoalkan digelarnya Pileg dan Pilpres 2024 dalam waktu bersamaan dengan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal itu dikatakan Fahri dalam Webinar Moya Institute bertajuk Pemisahan Pilpres Dengan Pileg: Tinjauan Strategis, Jumat (24/6).
"Adalah hal yang tak masuk akal ketika hasil proses demokrasi dalam Pileg 2024, justru tidak bisa mencalonkan Presiden dalam Pilpres 2024. Yang mencerminkan demokrasi sejati, adalah ketika Presiden periode 2024-2029 mendapatkan dukungan suara faktual dari hasil Pileg 2024," jelas Fahri.
Fahri mengungkapkan, jeda waktu yang cukup panjang dari pengumuman hasil Pilpres hingga pelantikan Presiden pada Oktober 2024 akan membuyarkan konsentrasi pemerintahan Presiden Jokowi.
Adanya delapan bulan jeda waktu sebelum pelantikan Presiden terpilih diselenggarakan, menurut Fahri, akan membuat semacam 'dualisme' kepemimpinan nasional.
"Presiden terpilih dari Pilpres 2024, akan menjadi 'magnet' bagi semua kekuatan politik. Sedangkan Presiden petahana akan 'makan hati' selama 8 bulan. Sebaiknya, kita berikan kesempatan yang baik dan penuh bagi Presiden Jokowi untuk bekerja sampai masa jabatannya berakhir secara berwibawa," ujar Fahri.
Dampak Buruk
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif SMRC Sirojuddin Abbas menilai, adanya jeda waktu yang panjang antara munculnya hasil Pilpres dengan pelantikan Presiden terpilih, dalam dunia politik di berbagai negara akan melahirkan periode Lame Duck atau periode 'bebek lumpuh'.
Presiden petahana, lanjut Sirojudin, cenderung tidak bisa bekerja sama dengan Presiden terpilih. Salah satu contohnya adalah periode transisi presidensial pada akhir masa kepresidenan Herbert Hoover di Amerika Serikat, sebelum dimulainya pemerintahan Franklin D. Roosevelt .
"Setelah pemilihan, Roosevelt menolak permintaan Hoover untuk pertemuan untuk menghasilkan program bersama untuk menghentikan krisis ekonomi. Hal itu, membuat krisis ekonomi makin parah," papar Sirojudin.
Periode Lame Duck, lanjut Sirojudin, juga bisa menimbulkan konsekuensi lunturnya pengaruh Presiden petahana di kalangan birokrasi. Dan ini yang berdampak sangat serius bagi kepentingan publik.
Maka, Sirojudin mengungkapkan, ide untuk memperpendek periode Lame Duck patut dipertimbangkan.
"Perlu dikaji, apa dampak periode Lame Duck yang panjang terhadap efektivitas pemerintah dan DPR. DPR dan KPU mungkin dapat melakukan simulasi memperpendek periode Lame Duck," ujarnya.
Beragam Persoalan Muncul
Sementara Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto mengatakan, akan ada jarak waktu yang jauh antara terpilihnya Presiden baru pada Pilpres Februari 2024, dengan pelantikan Presiden pada Oktober 2024. Dan hal itu diperkirakan akan berdampak pada efektivitas jalannya pemerintahan Presiden Jokowi.
Di sinilah berbagai persoalan berpotensi muncul. Ia mengungkapkan, hasil Pilpres dan Pileg akan membuat siapapun peserta kontestasi, baik partai politik maupun politisi, akan sibuk mengamankan keberlangsungan jejak politik mereka.
"Terbuka juga peluang bahwa hasil Pileg akan memunculkan situasi riil yang berbeda dari konstelasi politik yang terbentuk pra-pemilu 2024," tutup Hery.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jokowi ke Pengusaha: Pilpres 2024 Lebih Adem, Tidak Perlu Khawatir
Presiden Jokowi menilai Pilpres 2024 lebih adem dibanding tahun 2014 dan 2019.
Baca SelengkapnyaJokowi Sebut Presiden Boleh Memihak di Pilpres 2024, Timnas AMIN: Mudah-Mudahan Tidak Membuat Kacau
Sebelumnya Jokowi menyebut presiden boleh memihak dan kampanye di Pilpres 2024
Baca SelengkapnyaJokowi soal Pilpres 2024 Satu Putaran: Kita Tunggu Bersama-sama
Jokowi mengajak semua pihak untuk menunggu bersama-sama hasil Pilpres 2024.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Hakim MK Arief Hidayat: Pilpres 2024 Paling Hiruk Pikuk, Ada Pelanggaran Etik hingga Isu Cawe-Cawe Presiden
hakim semula hendak memanggil Jokowi untuk meminta keterangan. Namun, dibatalkan demi menghargai kepala negara.
Baca SelengkapnyaGerakan Petisi 100 Pemakzulan Presiden Jokowi Inkonstitusional, Ini Alasannya
Tidak cukup waktu untuk melakukan pemakzulan Jokowi sebelum Pilpres 2024 diselenggarakan.
Baca SelengkapnyaJokowi Diusulkan Pimpin Koalisi Besar, Ini Respons Airlangga dan Zulkifli Hasan
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menanggapi kabar Presiden Joko Widodo (Jokowi) diusulkan memimpin koalisi besar Prabowo-Gibran.
Baca SelengkapnyaJawaban Presiden Jokowi soal Tudingan Politisasi Bansos
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjawab tudingan bantuan sosial (bansos) dipolitisasi menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Baca SelengkapnyaPSI Sebut Keberpihakan Jokowi ke Capres Bukan Dosa, Sindir Kampanye Megawati di Pilpres 2004
Menurut Raja Juli, presiden maupun menteri merupakan warga negara yang memiliki hak politik untuk mendukung kandidat pilpres.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi Teken Keppres Pemberhentian Firli Bahuri dari Ketua KPK
Keppres itu diteken Jokowi pada Kamis, 28 Desember 2023 dan mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Baca Selengkapnya