Eva Sundari: Fasilitas anggota DPR RI dan AS beda jauh
Merdeka.com - Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari tidak terima dengan data Independent Parliamentary Standards Authority (Ipsa) dan IMF yang menyebut gaji anggota DPR Indonesia terbesar ke-4 sejagat. Menurut dia, gaji dan fasilitas yang diterima oleh DPR jauh berbeda dengan fasilitas DPR di Amerika Serikat.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini menjelaskan, di AS fasilitas seperti staf ahli di kantor dan daerah pemilihan seluruhnya ditanggung oleh negara. Berbeda dengan Indonesia yang menyediakan staf ahli sangat terbatas.
"Begini soal gaji, cek juga fasilitas-fasilitas yang diberikan negara termasuk subsidi negara untuk parpol. Kalau di Amerika, staf ahli 20 termasuk yang di dapil dibiayai negara. Bahkan rumah aspirasi di dapil full di-support negara. Bandingkan dengan DPR, staf ahli minim (hanya 2 orang) sehingga bila nambah mesti biaya sendiri," jelas Eva di Jakarta Senin (29/7).
Selain itu, lanjut dia, anggota DPR tidak memiliki tim riset center seperti di Amerika Serikat. Hal ini guna menunjang kinerja anggota DPR.
"Lebih prihatin karena tidak ada Research Center kesetjenan yang bisa diakses, diminta bikin riset atas permintaan pribadi seperti di AS yang riset center-nya staf-nya 300 peneliti," imbuhnya.
Kedua, lanjut dia, gaji anggota DPR khususnya partai oposisi, gajinya harus dipotong untuk membiayai partai politik karena minimnya subsidi negara.
"Kalau di Prancis, Jerman, subsidi cukup untuk operasional, sehingga parpol bahkan membiayai kampanye para politisinya tanpa ada potongan gaji," ujarnya.
Menurut Eva, biaya kampanye partai di AS seluruhnya ditanggung oleh negara. Di samping itu, ada pula pembatasan caleg yang meninimalisir terjadinya kecurangan politik uang.
"Biaya kampanye parpol dibiayai negara, ada pembatasan biaya kampanye para caleg sehingga jor-joran kecerdasan, bukan bersaing gemerlapnya, gede-gedean seperti saat ini," tegas dia.
Sehingga, kata dia, gaji yang ada saat ini diterima oleh anggota DPR tidak bisa dilakukan untuk bermewah-mewahan. Sebab, ongkos politik lebih mahal ketimbang gaji yang diterima. Dia pun curiga dengan hasil riset Ipsa dan IMF yang ingin melakukan delegitimasi terhadap DPR.
"Gaji yang besar dari DPR itu cukup enggak atau mau mewah-mewahan enggak. Bandingkan dengan ongkos politik di negara-negara tersebut. IMF maunya apa ya? Delegitimasi DPR? Semoga mereka juga analisa beban biaya seperti di atas," tandasnya.
(mdk/ren)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Apa Arti Pemilu? Ketahui Asas & Dasar Penyelenggaraan Pemilihan di Indonesia
Apa arti pemilu? Berikut penjelasannya secara rinci.
Baca SelengkapnyaPimpinan DPR Tegaskan Gubernur Jakarta Tetap Dipilih Rakyat
DPR sudah menerima daftar inventarisasi masalah (DIM) dari pemerintah.
Baca SelengkapnyaDPR Telah Terima Surpres Tentang Daerah Khusus Jakarta
Surpres tersebut akan ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku di DPR RI.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Dalam RUU DKJ Dewan Aglomerasi Dipimpin Wapres, Ini Kata JK
Penyusunan ini sebelumnya dibahas di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Baca SelengkapnyaDPR RI Setujui Usulan Pemerintah soal Pilkada Hanya 1 Putaran
Ketua Baleg DPR RI, Supratman Andi Agtas menjelaskan pemenang Pilkada tak perlu memperoleh suara 50+1 seperti pada aturan Pilpres.
Baca SelengkapnyaHasto Sindir Jokowi: Jangan Berpikir Perampasan Aset, Ini Demokrasi Kita Dirampas
Hasto justru menyindir soal konstitusi dan demokrasi yang dirampas.
Baca SelengkapnyaDigugat AMAN soal RUU Masyarakat Adat, DPR Bilang Begini
Aliansi Masyarakat Adat Nasional menggugat DPR dan pemerintah ke PTUN karena dianggap abai
Baca SelengkapnyaMenelusuri Perbedaan Perolehan Suara PSI antara C1 dan Data Sirekap
Pada 26 Februari lalu, partai yang diketuai oleh putra bungsu Presiden Jokowi itu hanya memperoleh 2.001.493 suara atau 2,68 persen.
Baca SelengkapnyaJokowi Kembali Singgung UU Perampasan Aset: Bolanya Ada di DPR
Jokowi Kembali Singgung UU Perampasan Aset: Bolanya Ada di DPR
Baca Selengkapnya