Bukti pemerintah minta Revisi UU Terorisme ditunda
Merdeka.com - "Kalau nantinya Juni di akhir masa sidang ini belum segera diselesaikan saya akan keluarkan Perppu," kata Jokowi di JIExpo, Jakarta, Senin (14/5).
Kalimat itu yang membuat politisi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berang. Legislatif tak mau seolah pemerintah buang badan menyalahkan mandeknya revisi UU Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme kepada parlemen.
Revisi UU Terorisme mandek sampai dua tahun. Diajukan sejak terjadi bom Thamrin tahun 2016, hingga terjadi kembali teror di Surabaya, Sidoarjo dan Pekanbaru, revisi itu kembali menyeruak. Polisi klaim, tak punya payung hukum untuk mencegah aksi terorisme.
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid mengatakan, Menkum HAM Yasonna Laoly yang selalu meminta revisi UU itu ditunda. Dia pun menilai, harusnya Jokowi menegur Yasonna.
"Harusnya koordinasi antara kementerian dan presiden juga maksimal. Nyatanya kan tidak nih. Menkum HAM beberapa kali menyurati DPR untuk meminta penundaan. Kalau itu kemudian diminta pemerintah seperti itu kan enggak bisa maksa untuk lanjut. Sekarang tiba-tiba mengancam dengan Perppu," ujar Hidayat.
Senada, Ketua Pansus Revisi UU Terorisme, Muhammad Syafii juga menegaskan, penundaan terjadi karena permintaan pemerintah. Dia mengatakan, DPR sudah clear dalam pembahasan, tapi pemerintah yang meminta menunda pengesahan.
"Dan itu dua kali (minta ditunda). Pertama dia (pemerintah) tidak mau ada definisi tapi kemudian tidak punya logika hukum. Mereka mau membuat definisi mundur tunda satu bulan. Kita bantu dengan unsur-unsur tadi, supaya dia menyusun redaksi ternyata redaksi yang diajukannya menyimpang dari unsur-unsur itu, minta mundur lagi. Jadi ini yang menyebabkan ini tidak selesai adalah pemerintah," ujarnya.
"Saudara Presiden Jokowi, tolong desak tim Panja pemerintah untuk menggunakan logika hukum merumuskan definisi terorisme," cetusnya.
merdeka.com, memperoleh dua lembar surat hasil rapat Pansus RUU Antiterorisme. Dalam surat itu jelas disebutkan bahwa pemerintah yang meminta penundaan pengesahan. Bahkan sampai 15 kali.
Pada rapat yang digelar Selasa 7 Februari 2017, Pukul 15.00 WIB, dipimpin langsung oleh ketua Panja, Muhammad Syafii. Lembaran itu menyatakan, rapat RUU perubahan UU Terorisme mengalami kendala teknis, yaitu penundaan dari pemerintah untuk melakukan rapat pembahasan.
surat penundaan rapat revisi UU Terorisme ©2018 Merdeka.com/istimewa
Sekjen PKB Abdul Kadir Karding sebagai parpol pendukung pemeirntah mengakui, eksekutiflah yang meminta penundaan. Namun dia menekankan, usai rapat di rumah Menko Polhukam Wiranto, 14 Mei kemarin, pemerintah telah sepakat untuk segera mengesahkan. Tidak ada lagi perbedaan pandangan di eksekutif.
surat penundaan rapat revisi UU Terorisme ©2018 Merdeka.com/istimewa
"Waktu itu disampaikan kalau yang tidak disepakati adalah soal definisi dan akhirnya Pak Wiranto mengatakan urusan internal beliau yang akan menyelesaikan. Karena memang sebelumnya pemerintah meminta tunda pembahasannya," kata Karding saat dihubungi merdeka.com, Kamis (17/5).
surat penundaan rapat revisi UU Terorisme ©2018 Merdeka.com/istimewa
surat penundaan rapat revisi UU Terorisme ©2018 Merdeka.com/istimewa
Adapun yang menjadi perdebatan di internal pemerintah tentang pelibatan TNI yang termaktub dalam pasal 43B ayat (1) dan (2).
Judul UU 'Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme' bahkan sempat diusulkan diganti untuk mewadahi pelibatan TNI.
Sebab, jika judul UU memakai kata 'tindak pidana', secara terminologi maka hal itu sudah tentu kewenangan Polri, sementara TNI tugasnya adalah menjaga kedaulatan negara. Kecuali, UU tersebut diberi judul Penanggulangan tindak pidana terorisme, seperti yang diusulkan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
Namun, usulan itu ditolak oleh Menkum HAM Yasonna Laoly. Sebab, perubahan judul akan kembali memakan waktu. Acuan Yasonna adalah Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang TNI yang mengatur penanggulangan terorisme.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Aksi terorisme memberi dampak buruk, maka setiap 21 Agustus ditetapkan Hari Peringatan dan Penghargaan Korban Terorisme
Baca SelengkapnyaKetujuhnya kini masih menjalani pemeriksaan intensif
Baca SelengkapnyaDengan adanya revisi, diharapkan suara rakyat tidak terbuang sia-sia.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
446.219 prajurit TNI secara serentak di seluruh Indonesia dikerahkan untuk mendukung kelancaran pesta demokrasi jelang hari pencoblosan 14 Februari.
Baca SelengkapnyaJangan sampai dimanfaatkan untuk menyebarkan narasi intoleransi, bahkan mengarah pada aksi radikal terorisme.
Baca SelengkapnyaPenyidik telah berkoordinasi dengan Densus 88 Antiteror. Hasilnya, pelaku dipastikan bukan bagian dari jaringan terorisme.
Baca SelengkapnyaPenangkapan teroris itu berjalan linier dengan menurunnya aksi terorisme di Indonesia.
Baca SelengkapnyaBadan Legislasi (Baleg) DPR dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyetujui Revisi UU Desa.
Baca SelengkapnyaDi tengah upaya membumikan toleransi pada keberagaman, kelompok radikal melakukan framing terhadap moderasi beragama.
Baca Selengkapnya