Bicara Hak Rakyat, NasDem Tolak Isyarat Jokowi dan Tetap Dukung RUU Pemilu
Merdeka.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengisyaratkan menolak revisi UU Pemilu. Namun, NasDem sebagai parpol pendukung pemerintah, tetap ingin agar ada normalisasi Pilkada melalui revisi UU Pemilu.
Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI Ahmad Ali menilai, penyelenggaraan Pemilu atau Pilkada secara periodik merupakan perwujudan nyata demokrasi. Ahmad Ali mengatakan, tidak ada amanat konstitusi dan rakyat kepada pemerintah untuk menghilangkan atau menunda Pemilu dan Pilkada.
"Pelaksanaan pemilu/pilkada adalah kunci dari daulat rakyat. Tidak ada mandat sedikit pun, baik itu dari konstitusi maupun dari rakyat, yang mempersilakan pemerintah menghilangkan atau menunda proses pemilu/pilkada," ujarnya dalam siaran pers, Senin (1/2).
Ahmad Ali menyebut, mandat dari rakyat untuk pemimpinnya di tingkat nasional dan daerah berada dalam rentang lima tahunan. Rakyat memiliki hak untuk memilih kembali pemimpin atau wakilnya di lembaga negara sesuai siklus lima tahun itu.
"Dalam masa lima tahun itu, adalah hak rakyat untuk memilih kembali pemimpin atau wakil-wakilnya di lembaga-lembaga negara," tegasnya.
Pergantian kekuasaan melalui Pemilu atau Pilkada menjamin peralihan kekuasaan secara aman dan tertib, serta legitimasi kuat bagi pemerintahan. Jika ditunda karena asumsi, kata Ahmad Ali, tidak ada legitimasi pemerintah dari rakyatnya.
"Jika pemilu/pemilukada ditunda, apalagi hanya berdasarkan asumsi-asumsi teknis semata, maka tidak ada legitimasi yang kuat dari rakyat yang menyertainya dan juga bagi pejabat yang mengisinya," ucapnya.
Lebih lanjut, ia menyinggung Putusan Mahkamah Konstitusi No 55/PUU-XVII/2019 tentang tafsir keserentakan Pemilu nasional dan Pilkada. Bahwa Pemilu tidak harus digelar bersamaan dengan Pilkada.
"Keserentakan dapat diartikan bahwa dalam setiap tahunnya pilkada diselenggarakan pada hari dan bulan yang sama untuk seluruh daerah," jelas Ahmad Ali.
Karena itu, NasDem mendorong Pilkada serentak 2022 dan 2023 dilaksanakan. Sesuai dengan normalisasi yang diatur dalam draf RUU Pemilu.
"Laksanakan Pilkada Serentak tahun 2022 dan 2023. Selain demi terpenuhinya hak dasar politik rakyat, beberapa impak dari pelaksanaan pemilu dan pilpres tahun 2019 secara bersamaan adalah pelajaran berharga bagi kita sebagai bangsa," tegas Ahmad Ali.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengumpulkan mantan tim suksesnya di Pilpres 2019 lalu pada Kamis (28/1). Sekitar 15 orang anggota TKN diundang Jokowi ke Istana Negara. Para anggota TKN mayoritas berbatik dan masker berkumpul di salah satu ruangan Istana sebelum bertemu dengan Jokowi.
Politikus PPP Ade Irfan Pulungan membagikan momen pertemuan tersebut dalam akun instagramnya @adeirpul. Dia menulis keterangan pertemuan itu sebagai silaturahmi dengan Jokowi. Sejatinya, pertemuan eks TKN dengan Presiden Jokowi ini merupakan pertemuan kedua.
Dalam pertemuan itu, Jokowi membicarakan sejumlah isu terkini. Politikus PPP Ade Irfan Pulungan menceritakan RUU Pemilu menjadi salah satu pembahasan karena sedang hangat. Jokowi mendengar masukan dan aspirasi dari mantan anggota TKN.
Jokowi menyampaikan pandangannya terkait isu RUU Pemilu ini. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengisyaratkan menolak revisi UU Pemilu. Khususnya aturan yang menyangkut gelaran pilkada digelar pada 2022 dan 2023.
Menurut Ade, Jokowi beranggapan UU Pemilu sebaiknya tidak diubah setiap menjelang Pemilu. Jokowi heran, aturannya belum lama berjalan sudah diganti lagi.
"Beliau mengatakan, UU Pemilu itu lebih baik jangan setiap periode itu diganti-ganti lah. Ya dia kan berdiskusi, menyampaikan kenapa kok setiap pemilu itu UUnya selalu berubah. Belum kita bisa menyesuaikan, udah diganti lagi diganti lagi," kata Irfan.
Jokowi meminta, UU tentang kepemiluan bisa berlaku dalam waktu yang lama. "Lebih baik kalau buat UU itu bisa berlaku dengan waktu yang lama. Supaya memang tidak terlalu banyak pertentangan," imbuhnya.
Namun, Jokowi sesungguhnya tidak ada masalah jika DPR ingin mengubah lagi undang-undang terkait pemilihan umum. Hanya, ditekankan agar jangan ada perubahan terhadap aturan yang belum berjalan. Contohnya terkait perubahan jadwal Pilkada di 2022 dan 2023. Jokowi ingin Pilkada tetap digelar serentak pada 2024 sesuai UU No.10 tahun 2016 tentang Pilkada.
"Yang penting kalau pun ada perubahan jangan terlalu mengganggu. Kan kita bisa menyesuaikan udah diubah lagi. Iya (Jokowi ingin UU Pilkada tetap). Pilkada itu kan 2024," imbuh Irfan.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Jokowi Peringatkan KPU: Keteledoran Berbahaya, Berdampak Besar pada Politik!
Jokowi meminta KPU dan para penyelenggara Pemilu memastikan tata kelola pelaksanaan Pemilu 2024 berjalan dengan baik.
Baca SelengkapnyaSoal Isu Pemakzulan Jokowi, PDIP Ingatkan Pemimpin Harus Jalankan Amanah Rakyat
PDIP juga meminta isu pemakzulan terhadap Jokowi ini bisa segera direspons agar tak menimbulkan gerakan yang lebih besar lagi.
Baca SelengkapnyaJenderal Agus Subiyanto Sebar 446.219 Prajurit TNI untuk Amankan Pemilu
446.219 prajurit TNI secara serentak di seluruh Indonesia dikerahkan untuk mendukung kelancaran pesta demokrasi jelang hari pencoblosan 14 Februari.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Jokowi Tetapkan Hari Pemungutan Suara Pemilu 2024 pada 14 Februari Jadi Libur Nasional
Tujuannya untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya.
Baca SelengkapnyaJokowi: ASN, TNI dan Polri Harus Netral dan Tidak Memihak di Pemilu 2024
Jokowi mengajak para pihak menjaga pesta demokrasi lima tahunan agar jujur dan adil.
Baca SelengkapnyaJokowi Sebut Presiden Boleh Memihak di Pilpres, Perludem Nilai Bakal Jadi Pembenaran Pejabat Tak Netral
Perludem menyayangkan pernyataan Presiden Joko Widodo soal presiden boleh berpihak di Pilpres 2024
Baca SelengkapnyaSekjen PDIP Sindir Kapolri: Suara-Suara Rakyat Harapkan Polri Netral Tak Dukung Paslon Tertentu
Sekjen PDIP mengingatkan Kapolri banyak suara dari rakyat yang juga berharap agar Polri tetap netral di Pemilu 2024 ini.
Baca SelengkapnyaJokowi Dituding Tidak Netral, TKN Jelaskan Aturan Hukum Perbolehkan Presiden Dukung Capres
Jokowi memiliki hak individu untuk mendukung paslon manapun.
Baca SelengkapnyaPengamat: Statemen Presiden Boleh Memihak dan Berkampanye, Menyesatkan
Sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara, presiden merupakan penyelenggara pemilihan.
Baca Selengkapnya