Anggota Panja RKUHP sebut pasal penghinaan presiden tidak berasas diktator
Merdeka.com - Anggota Panitia Kerja (Panja) Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dari fraksi NasDem Taufiqulhadi mengatakan pasal penghinaan Presiden kali ini berbeda dengan pasal yang telah di batalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada Desember 2006 lalu. Pasal kali ini mengedepankan asas demokrasi dan bukannya asas kediktatoran.
"Sangat beda. Dulu itu kan pasal penghinaan di dalam iklim negara kediktatoran. Kalau ini kita bahas dalam iklim demokrasi. Karena itu, ini ada batasan. Jadi enggak bisa disamakan," katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (7/2).
Menurut dia harus ada pasal yang melindungi kepala negara Indonesia. Karena saat ini Indonesia telah melindungi kepala negara lain melalui Undang-Undang.
"Karena menghina Kepala Negara lain yang berkunjung ke sini itu dipidana. Masa menghina Kepala Negara sendiri tidak boleh dipidanakan? Ini kan melindungi. Kepala Negara lain kita lindungi, kalau datang ke sini," ujarnya.
Untuk diketahui Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi Rancangan Undang-undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) telah menyepakati rumusan Pasal 239 tentang penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden tetap masuk dalam RKUHP. Mereka juga menyepakati delik pasal tersebut menjadi delik umum.
"Ini kita tetap menjadi delik umum ya dengan tadi model pidana yang tadi pake delphi model tadi," kata pimpinan rapat Benny K Harman di rapat di komisi III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (5/2).
Dalam pembahasan ditingkat Timus RKUHP, ayat (1) pasal 239 RKUHP disebutkan setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV (Rp500 juta).
Ayat (2) menyebut tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Respons Santai Jokowi saat Kubu 01 dan 03 Bakal Gulirkan Hak Angket Pemilu 2024
Keberadaan fungsi pengawasan ini untuk memastikan kekuasaan tidak disalahgunakan dan berjalan sesuai dengan konstitusi dan undang-undang.
Baca SelengkapnyaJokowi Dituding Tidak Netral, TKN Jelaskan Aturan Hukum Perbolehkan Presiden Dukung Capres
Jokowi memiliki hak individu untuk mendukung paslon manapun.
Baca SelengkapnyaTKN: Anies-Muhaimin Maupun Ganjar-Mahfud Bukan Musuh Kita
Bahkan, kata Rosan, Prabowo sudah menyatakan secara terbuka jika terpilih menjadi Presiden akan merangkul semua pihak.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Jubirnya Kena Kasus Pajak, Ini Respons Anies
Calon Presiden nomor urut satu, Anies Baswedan menghormati proses hukum terhadap jubirnya, Indra Charismiadji yang terjerat kasus dugaan penggelapan pajak.
Baca SelengkapnyaPengamat Soal Rencana Hak Angket Pemilu: Keliatannya Layu Sebelum Berkembang, akan Diblok Koalisi Pemerintah
"Keliatannya bisa jadi usulan hak angket ini akan layu sebelum berkembang, akan diblok, ya akan di bendung oleh kubu koalisi pemerintahan Jokowi,"
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi Boleh Memihak dan Kampanye, Airlangga Singgung Soekarno dan Soeharto
Menurut Airlangga, berkampanye juga merupakan hak konstitusional seorang presiden.
Baca SelengkapnyaReaksi Prabowo soal Jokowi Sebut Presiden Boleh Berkampanye dan Berpihak
Sudah ada aturan yang mengatur terkait Presiden boleh berkampanye atau tidak.
Baca SelengkapnyaSoal Permintaan Pemakzulan Jokowi, Puan Maharani: Kita Jalankan Konstitusi Sesuai Aturan
"Kita jalankan konstitusi itu dengan aturan yang ada. Silahkan saja aspirasi disampaikan," kata Puan
Baca SelengkapnyaMasa Jabatan Presiden menurut UUD 1945, Begini Penjelasannya
Masa jabatan presiden menentukan seberapa lama seorang pemimpin dapat memegang kekuasaan dan mengimplementasikan kebijakannya.
Baca SelengkapnyaAnak-Anak di Inggris Beri Pesan Dukungan untuk Anak-Anak Palestina dalam Unjuk Rasa di London
Anak-Anak di Inggris Beri Pesan Dukungan untuk Anak-Anak Palestina dalam Unjuk Rasa di London
Baca Selengkapnya