Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Anggota Komisi X DPR Minta Nadiem Makarim Cabut Permendikbud PPKS

Anggota Komisi X DPR Minta Nadiem Makarim Cabut Permendikbud PPKS Mendikbudristek Raker dengan Komisi X DPR. ©2021 Liputan6.com/Angga Yuniar

Merdeka.com - Anggota Komisi X DPR RI Fahny Alaydroes menilai wajar bila Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 menuai kontroversi. Permen tersebut memuat tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Menurutnya, kritik keras terhadap Permendikbud karena adanya consent atau persetujuan korban dalam konteks kekerasan seksual. Dia bilang, jika korban dan pelaku suka sama suka, maka bisa dianggap bentuk legalisasi perzinaan.

"Ketika Permendikbud ini mendefinisikan kekerasan seksual dengan frasa persetujuan korban mau tidak mau membuka tafsir kalau gitu yang setuju atau yang seksual consent gimana, suka sama suka gimana," ujarnya dalam diskusi Pro Kontra Permen PPKS, Sabtu (13/11).

Fahny berujar, Permendikbud tersebut seolah-olah mengabaikan kekerasan seksual bila korban menyetujui. Atau menganggap normal-normal saja jika korban mau dilecehkan pelaku.

"Kan berarti permen ini jadi seolah-olah mengabaikan, tidak mempedulikan atau jangan jangan menganggap normal, tapi tidak sampai pada tuduhan melegalisasi tidak," ucapnya.

"Yang kita lihat sekarang adalah kontroversi yang sangat luar biasa, bahkan penolakan yang sangat luas, bahkan dari teman-teman ormas Muhammadiyah," sambung politisi PKS itu.

Menurutnya, yang paling arif dan bijak adalah mencabut lebih dulu Permendikbud tersebut. Bukan mencoret atau meralat frasa tanpa persetujuan.

"Cabut dulu permen tersebut, lalu libatkan bagian stakeholder yang merasa belum dilibatkan termasuk ahli ahli hukum, duduk bersama, perbaiki," pungkasnya.

Sebelumnya, Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim menegaskan, bahwa kementeriannya tidak mendukung apapun segala tindakan asusila dan hal yang melenceng dari norma agama. Menurutnya, anggapan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 yang dianggap melegalkan zina perlu diluruskan.

"Satu hal yang perlu diluruskan juga mohon menyadari bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sama sekali tidak mendukung apapun yang tidak sesuai dengan norma agama dan tindakan asusila," ujarnya dalam diskusi 'kampus merdeka dari kekerasan seksual', Jumat (12/11).

Nadiem menegaskan, Permendikbud itu. hanya menyasar kepada satu jenis kekerasan yaitu kekerasan seksual dengan definisi yang sangat jelas. Sehingga, Kemendikbud sangat spesifik pada saat menentukan peraturan tersebut.

"Ada banyak aktivitas diluar yang mungkin tidak sesuai norma agama dan aturan etika yang bisa diatur di peraturan peraturan lain, dan juga peraturan peraturan yang ditetapkan universitas secara mandiri," Nadiem.

"Tapi target dari Permendikbud ini adalah untuk melindungi puluhan ribu bahkan ratusan ribu korban dan untuk mencegah terjadinya kontinuasi dari pada korban korban ini di lingkungan kampus," jelasnya.

Lebih lanjut, Nadiem mengajak para masyarakat terutama di lingkungan kampus untuk bersuara jika mengalami atau melihat tindakan kekerasan seksual. Dia bilang, inilah sebagai bangsa mengambil posisi yang keras dan tegas.

"Untuk bilang tidak kepada pelaku kekerasan seksual dan untuk memberikan peringatan yang sangat tegas untuk mereka yang memikirkan melakukan hal-hal seperti ini bisa dilakukan di dalam kampus," kata Nadiem.

"Permen ini adalah refleksi dari hasil tersebut, permen ini adalah suatu sinyal kepada civitas akademika kita bahwa pemerintah hadir untuk melindungi anda, pemerintah hadir untuk melindungi kita dan masa depan generasi penerus bangsa," pungkasnya.

Dalam Pasal 1 Permendikbud Ristek Nomor 30 dijelaskan bahwa:

1. Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal.

Adapun dalam pasal 5 dijelaskan bahwa:

(1) Kekerasan Seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi
informasi dan komunikasi.

(2) Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:a. menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau
identitas gender Korban;b. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban;c. menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada Korban;d. menatap Korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman;e. mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada korban meskipun sudah dilarang Korban;f. mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;g. mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korbanh. menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;i. mengintip atau dengan sengaja melihat Korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi;j. membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban;k. memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;l. menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan Korban;m. membuka pakaian korban tanpa persetujuan Korban;n. memaksa korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;o. mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang bernuansa kekerasan seksualp. melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi;q. melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin;r. memaksa atau memperdayai Korban untuk melakukan aborsi;s. memaksa atau memperdayai Korban untuk hamilt. membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual dengan sengaja; dan/atauu. melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya.

(3) Persetujuan Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf l, dan huruf m,
dianggap tidak sah dalam hal korban:a. memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;b. mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya;c. mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba;d. mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur;e. memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan;f. mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility); dan/ataug. mengalami kondisi terguncang.

(mdk/fik)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Ketua KPU Hasyim Asy’ari Dilaporkan Anak Buah ke DKPP Terkait Dugaan Pelecehan Seksual

Ketua KPU Hasyim Asy’ari Dilaporkan Anak Buah ke DKPP Terkait Dugaan Pelecehan Seksual

Korban dugaan pelecehan seorang perempuan yang bertugas sebagai Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN).

Baca Selengkapnya
Respons Ketua KPU Hasyim Asy’ari Dilaporkan Anak Buah ke DKPP Terkait Dugaan Pelecehan Seksual

Respons Ketua KPU Hasyim Asy’ari Dilaporkan Anak Buah ke DKPP Terkait Dugaan Pelecehan Seksual

Hasyim kali ini dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik pelecehan seksual.

Baca Selengkapnya
Polemik Sah Tidaknya Gibran Usai KPU Langgar Etik, Ini Penjelasan Detail Ahli Hukum Tata Negara

Polemik Sah Tidaknya Gibran Usai KPU Langgar Etik, Ini Penjelasan Detail Ahli Hukum Tata Negara

DKPP telah memberikan peringatan keras kepada Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan anggota lainnya karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Perludem: Keterwakilan Perempuan di Hasil Pileg 2024 Meningkat

Perludem: Keterwakilan Perempuan di Hasil Pileg 2024 Meningkat

Angka keterwakilan perempuan dalam hasil Pileg DPR 2024 meningkat menjadi 22,1 persen atau 128 kursi dari 580 kursi DPR

Baca Selengkapnya
DPR: Kemendikbud Harus Ambil Peran Lebih Pro Aktif Usut Kasus TPPO Mahasiswa 'Magang' di Jerman

DPR: Kemendikbud Harus Ambil Peran Lebih Pro Aktif Usut Kasus TPPO Mahasiswa 'Magang' di Jerman

Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda meminta Kemendikbudristek menyelesaikan kasus TPPO Mahasiswa magang ke Jerman.

Baca Selengkapnya
NasDem, PKB dan PKS Siap Dukung Hak Angket, Tunggu Sikap PDIP

NasDem, PKB dan PKS Siap Dukung Hak Angket, Tunggu Sikap PDIP

Mereka juga berharap PPP juga akan ikut menggulirkan hak angket dugaan kecurangan Pemilu.

Baca Selengkapnya
DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Wacana Ekstrakurikuler Pramuka Dihapus

DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Wacana Ekstrakurikuler Pramuka Dihapus

Adapun penambahan isu terkait wacana penghapusan pramuka dari ekstrakurikuler masuk jadi pembahasan rapat dengan DPR.

Baca Selengkapnya
Jenderal Agus Subiyanto Sebar 446.219 Prajurit TNI untuk Amankan Pemilu

Jenderal Agus Subiyanto Sebar 446.219 Prajurit TNI untuk Amankan Pemilu

446.219 prajurit TNI secara serentak di seluruh Indonesia dikerahkan untuk mendukung kelancaran pesta demokrasi jelang hari pencoblosan 14 Februari.

Baca Selengkapnya
TKN Antisipasi Putusan DKPP Dijadikan Peluru Serang Legalitas Pencalonan Gibran

TKN Antisipasi Putusan DKPP Dijadikan Peluru Serang Legalitas Pencalonan Gibran

TKN menegaskan keputusan DKPP terkait persoalan teknis yang secara substansinya sudah tidak ada masalah.

Baca Selengkapnya