Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

4 Mudarat RUU Pemilu yang disodorkan pemerintah

4 Mudarat RUU Pemilu yang disodorkan pemerintah Ilustrasi Pemilu. ©2015 Merdeka.com

Merdeka.com - Pemerintah telah mengirim draf Revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD atau UU Pemilu kepada DPR. Draf ini amat penting, sebab menjadi dasar hukum aturan main pada Pemilu 2019 yang akan datang.

Sejumlah aturan main yang tertuang dalam pasal di draf tersebut ditawarkan oleh pemerintah. Banyak yang menjadi sorotan. Terutama soal sistem proporsional terbuka terbatas, dikritik banyak pihak. Padahal, draf tersebut baru saja dikirim pemerintah ke DPR pada Jumat (21/10).

Aturan main dalam draf itu dinilai lebih banyak mudaratnya. Bahkan, diyakini akan menambah kekisruhan politik Tanah Air nantinya.

Beberapa aturan yang dikritik yakni soal sistem proporsional terbuka terbatas. Di mana pemilih hanya memilih partai, jumlah suara pemilih diperuntukkan caleg nomor urut satu. Sementara penentuan nomor urut dilakukan oleh partai.

Kemudian soal konversi dari suara menjadi jumlah kursi di parlemen yang dinilai tidak proporsional. Berikut 4 kritik terhadap draf RUU Pemilu yang disusun oleh pemerintah, dihimpun merdeka.com, Selasa (25/10):

Sekedar iming-imingi pemilih

Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraeni mengaku sudah menerima dan membaca draf RUU Pemilu yang diserahkan pemerintah kepada DPR. Salah satu pasal yang krusial yakni tentang sistem proporsional terbuka terbatas itu.Titi menjelaskan, definisi sistem pemilu terbuka terbatas yakni nama calon ada di surat suara, tapi pemilih tidak boleh memilih calon langsung. Menurut dia, pemilih hanya boleh memilih nomor partai atau gambar partai, dan penentuan calon terpilih berdasarkan nomor urut yang diajukan partai."Jadi sebenarnya sistem ini adalah sistem Proportional party list atau partai proporsional dengan daftar partai (sistem pemilu proporsional tertutup)," jelas Titi kepada merdeka.com, Senin (24/10).Titi menjelaskan lebih dalam, sistem terbuka terbatas tersebut sekedar mengiming-imingi pemilih dengan nama calon yang diletakkan di surat suara namun pemilih sama sekali tidak punya pilihan untuk memilih si calon."Sangat tidak efisien, terkesan sekedar menyenangkan pemilih dan potensial menimbulkan kekisruhan baru berupa meningkatnya suara tidak sah (invalid votes) akibat salah coblos karena pemilih sudah terbiasa memilih calon," terang dia."Sementara dalam RUU Penyelenggaraan Pemilu ini kalau memilih calon tidak dibolehkan dan suara menjadi tidak sah," kata dia.

Timbulkan masalah baru

Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PPP Ahmad Baidowi mengatakan, pemerintah harus menjabarkan maksud dari sistem terbuka terbatas itu. Penjelasan itu diperlukan agar tidak menimbulkan persoalan saat tahapan pemilu dimulai."Nah, yang dimaksud terbuka terbatas itu seperti apa? Harus clear and clean, jangan menimbulkan persoalan teknis di bawah," kata Baidowi saat dihubungi, Senin (24/10).Menurutnya, masih banyak kerancuan dalam RUU tersebut. Semisal, batasan Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) bagi seorang caleg untuk mendapatkan satu kursi di parlemen.Kedua mengenai teknis pencoblosan, apakah bisa memilih nama caleg hanya diminta memilih partai dalam Pemilu Legislatif. Ada pula poin usulan soal suara yang diperoleh, diperuntukkan untuk caleg yang berada di nomor urut satu. Penetapan nomor urut sepenuhnya kewenangan partai."Apakah seperti model 2004? Atau ada batasan tertentu dari BPP dalam penetapan caleg terpilih? Kalau ternyata boleh memilih tanda gambar, lalu juga boleh memilih nama caleg dan penetapan caleg terpilih diserahkan kepada parpol, apakah tidak menimbulkan keruwetan baru?" ujar Baidowi."Lalu bagaimana nasib caleg yang sudah mengumpulkan suara lebih banyak di dapil sementara yang ditetapkan sebagai caleg terpilih oleh parpol adalah caleg nomor urut 1," sambung dia.Dia menyarankan agar sistem pemilihan dikerucutkan menjadi dua, yakni sistem tertutup dengan hanya milih tanda gambar parpol atau terbuka dengan suara terbanyak."Maka sebaiknya, sistem itu pilihannya ada dua saja, tertutup dengan hanya milih tanda gambar parpol atau terbuka dengan suara terbanyak," tutupnya.

Untungkan Partai Golkar

Perludem menyoroti tentang tata cara pembagian kursi DPR RI yang tertuang dalam draf Revisi UU Pemilu yang telah diserahkan pemerintah kepada DPR. Dalam draf itu, pemerintah menggunakan sistem Sainte Lague Modifikasi dengan pembilang 1,4; 3; 5; 7; dan seterusnya yang dikonversi jadi jumlah kursi di DPR.Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraeni menilai, cara seperti ini justru tidak proporsional jika digunakan untuk Pemilu 2019. Dia bahkan sudah menghitung jika pemerintah menggunakan sistem ini, maka yang diuntungkan adalah Partai Golkar."Simulasi yang Perludem lakukan menggunakan metode divisor dengan teknik penghitungan Sainte Lague Modifikasi. Jika pada teknik konversi suara menjadi kursi Sainte Lague jumlah suara dibagi dengan angka ganjil yang di mulai dari angka 1 dan seterusnya. Dalam teknik penghitungan Sainte Lague Modifikasi perolehan suara masing-masing partai politik mulai dibagi dengan angka 1.4, 3, 7 dan seterusnya," kata Titi kepada merdeka.com, Senin (24/10).Berdasarkan hasil hitung teknik ini, kata dia, PDIP masih menjadi partai politik dengan perolehan kursi tertinggi. Tetapi, menjadi partai politik tertinggi kedua setelah Golkar yang meraih surplus kursi."PDIP hanya meraih kursi tambahan sebanyak 17 kursi, sedangkan Golkar meraih 20 kursi tambahan dari penerapan teknik hitung Divisor Sainte Lague Modifikasi yang diikuti oleh Gerindra di posisi tertinggi ketiga dengan jumlah 10 kursi tambahan. Sedangkan, tujuh partai politik lainnya cenderung mengalami pengurangan jumlah kursi," jelas Titi.Titi kembali melanjutkan, perubahan peta sistem kepartaian pun tidak terlalu signifikan dengan hasil hitung indeks ENPP sebesar 7.0 atau terdapat tujuh partai politik yang siginifikan mempengaruhi pola interaksi antar partai. Adapun hasil hitung tingkat proposionalitas suara ialah sebesar 5.9."Metode konversi suara menggunakan sainte lague modifikasi ternyata menciptakan disproporsionalitas yang tinggi yaitu 5,9 dari semula 2,7," kata dia.Merujuk pada semangat yang dibawa oleh pemerintah dari penyusunan naskah UU Pemilu adalah menyederhanakan sistem kepartaian dan memperkuat sistem presidensialisme. Pertanyaannya kemudian ialah, kata dia, apakah dengan memperkuat sistem presidensialisme artinya menghalangi partai menengah-kecil untuk mendapatkan kursi? Atau meningkatkan disproporsionalitas?"Padahal di tengah konteks masyarakat Indonesia yang beragam, maka representasi keragaman tercermin pada partai menengah-kecil dan penyederhanaan partai politik bukankah mengurangi jumlah partai, tetapi menyederhanakan konsentrasi kursi di DPR," tambah Titi."Kalau kami mengusulkannya metode Sainte Lague atau Divisor Webster yang bilangan pembaginya 1; 3; 5; 7," tutup dia.

Bikin gamang partai dan calon anggota legislatif

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraeni menilai, isi draf RUU Pemilu yang diusulkan pemerintah bikin bingung. Khususnya soal aturan sistem proporsional terbuka terbatas. Dimana suara pemilih tidak diperuntukkan untuk caleg, melainkan partai.Singkatnya, pemilih hanya diminta coblos partai, suaranya diperuntukkan untuk caleg nomor urut satu. Sementara nomor urut calon, ditentukan oleh partai politik.Hal ini bisa membuat kekisruhan antar calon anggota legislatif sesama partai. Bisa saja, nanti nomor urut 4 yang bekerja mencari suara, nomor urut 1 tidak bekerja, tapi yang terpilih justru yang tidak lakukan apa-apa."Potensi kekisruhan akan sangat besar kalau sistem ini diberlakukan. Membingungkan dan sangat membuat gamang parpol dan calon," kata Titi.

(mdk/rnd)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Pakar Nilai DPD RI Bentuk Pansus Kecurangan Pemilu Tak Memiliki Landasan Hukum, Ini Dalilnya

Pakar Nilai DPD RI Bentuk Pansus Kecurangan Pemilu Tak Memiliki Landasan Hukum, Ini Dalilnya

Rullyandi menilai, persetujuan pembentukan pansus oleh anggota dan pimpinan DPD RI ini pun melanggar UU MD3.

Baca Selengkapnya
DPR dan Pemerintah Setujui RUU Desa, Masa Jabatan Kepala Desa jadi 8 Tahun 2 Periode

DPR dan Pemerintah Setujui RUU Desa, Masa Jabatan Kepala Desa jadi 8 Tahun 2 Periode

Badan Legislasi (Baleg) DPR dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyetujui Revisi UU Desa.

Baca Selengkapnya
Dasar Hukum Pemilu di Indonesia, Pahami Aturannya

Dasar Hukum Pemilu di Indonesia, Pahami Aturannya

Pemilu di Indonesia diatur dalam undang-undang yang jelas.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
DPR RI Setujui Usulan Pemerintah soal Pilkada Hanya 1 Putaran

DPR RI Setujui Usulan Pemerintah soal Pilkada Hanya 1 Putaran

Ketua Baleg DPR RI, Supratman Andi Agtas menjelaskan pemenang Pilkada tak perlu memperoleh suara 50+1 seperti pada aturan Pilpres.

Baca Selengkapnya
DPR Bakal Bahas RUU DKJ Bersama Pemerintah Pekan Depan

DPR Bakal Bahas RUU DKJ Bersama Pemerintah Pekan Depan

Rapat tersebut DPR direncanakan pada tanggal 13 Maret 2024.

Baca Selengkapnya
Diduga Lakukan Pelanggaran Pemilu, Anggota DPR RI Diproses Polres Batang

Diduga Lakukan Pelanggaran Pemilu, Anggota DPR RI Diproses Polres Batang

Diduga Lakukan Pelanggaran Pemilu, Anggota DPR RI Diproses Polres Batang

Baca Selengkapnya
Penjelasan Lengkap Ditjen Pajak soal Peraturan Terbaru PPh 21

Penjelasan Lengkap Ditjen Pajak soal Peraturan Terbaru PPh 21

Ditjen Pajak menargetkan alat bantu tersebut dapat digunakan mulai pertengahan bulan Januari 2024.

Baca Selengkapnya
15 Januari 1949: Mengenang Peristiwa Situjuah Berdarah, Tewaskan Banyak Pejuang PDRI

15 Januari 1949: Mengenang Peristiwa Situjuah Berdarah, Tewaskan Banyak Pejuang PDRI

74 tahun berlalu, ini kisah Peristiwa Situjuah yang renggut banyak pejuang Pemerintah Darurat RI.

Baca Selengkapnya
DPT Pemilu Adalah Singkatan dari Daftar Pemilih Tetap, Begini Cara Cek Apakah Sudah Terdaftar

DPT Pemilu Adalah Singkatan dari Daftar Pemilih Tetap, Begini Cara Cek Apakah Sudah Terdaftar

Berikut cara cek apakah sudah terdaftar sebagai pemilih dalam Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya