Merdeka.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan tengah digodok DPR. RUU ini dinyatakan masuk dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2023 pada akhir 2022.
Pemerintah mendukung penuh pembahasan RUU tersebut. Sementara sejumlah organisasi profesi kesehatan menolak keras.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) misalnya, menilai RUU Omnibus Law Kesehatan mengancam keselamatan masyarakat dan berpotensi memecah belah organisasi profesi.
Berbeda dengan sejumlah organisasi profesi kesehatan, pakar kesehatan menilai ada sisi baik dan urgensi dari RUU Omnibus Law Kesehatan. Lewat RUU ini, semua UU berkaitan dengan sektor kesehatan bisa direview dan diintegrasi.
Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra menyebut sedikitnya ada 15 UU yang akan direview lewat RUU Omnibus Law Kesehatan. Di antaranya UU Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan UU Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan.
"Selama ini terkesan fragmentasi dari regulasi itu terjadi. Maka itu kalau ada integrasi itu penting untuk mereview secara keseluruhan," kata Hermawan kepada merdeka.com, Kamis (2/2).
Menurut Hermawan, pembahasan RUU Omnibus Law Kesehatan harus dikawal agar tidak mengabaikan hak-hak dasar masyarakat yang sudah tertuang dalam UUD 1945. Seluruh stakeholder terkait juga perlu dilibatkan dalam perumusan RUU ini.
"Kalau dari IAKMI siap turut serta mengawal, melihat substansi rangkaian perubahan termasuk tetap menjaga kepentingan rakyat, kesehatan masyarakat di atas segalanya," ucapnya.
Hermawan menambahkan, RUU Omnibus Law Kesehatan bukan hanya mengatur distribusi dokter. Melainkan juga menyinkronkan fasilitas kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
"Jadi isu tenaga kesehatan dan khususnya dokter hanya salah satu saja. Banyak yang harus disingkronisasi dan harmonisasi," ujarnya.
Pemerintah melalui Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mendukung penuh RUU Omnibus Law Kesehatan. Budi beralasan, lewat RUU ini pemerintah ingin mengatur masalah kesehatan dan kedokteran di Indonesia.
Mantan Wakil Menteri BUMN ini menyebut, selama ini pemerintah tidak punya kewenangan apapun soal isu kesehatan dan kedokteran di Indonesia. Padahal, isu kesehatan dan kedokteran seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah.
"Kita juga sampaikan ini secara terbuka ke teman-teman di Baleg, organisasi profesi, ke dekan fakultas kedokteran bahwa the goverment has to be able to govern, jadi pemerintah harus bisa memerintah. Sekarang kita enggak bisa lakukan apa-apa, kalau kita kurang produksi dokter emang kita bisa ngatur dokter? Enggak bisa," ujar Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (24/1).
"Kita kurang distribusi dokter? Emang pemerintah bisa ngatur distribusi dokter? Tidak bisa juga. Misalnya ada ramai misalnya rebutan kompetensi penerbitan izin untuk praktik, kita bisa ngatur? Tidak juga," tegasnya.
Budi menerangkan, pemerintah bukannya ingin menguasai isu-isu kesehatan di Indonesia. Tetapi agar bisa mudah mengatur dan mencari solusi tentang kesehatan di dalam negeri.
"Bukannya kita ingin menguasai, tapi kalau kita tidak bisa mengatur maka kejadiannya seperti ini. Kita sama sekali tidak bisa mengatur distribusi dokter, kita enggak bisa mengatur distribusi dokter, kita enggak bisa mengatur harusnya spesialisnya berapa, kompetensinya harusnya tidak rebutan seperti apa, gitu kan, kita akan kesulitan sendiri untuk memastikan bahwa layanan kesehatan di seluruh masyarakat itu cukup," jelasnya.
Budi berharap dengan adanya RUU Omnibus Law Kesehatan ini, pemerintah bisa melakukan transformasi kesehatan di dalam negeri. Niat pemerintah itu sudah disampaikan kepada DPR dalam rapat bersama Baleg.
"Secara resmi sudah kita sampaikan satu bundle mengenai transformasi sistem kesehatan kita. Nah kalau ditanya bapak atau ibu, kita tidak ada, kita landasannya buat pemerintah kalau ditanya ya, nomor satu apapun yang terjadi perubahan undang-undang ini harus bisa meningkatkan pelayanan kesehatan kemasyarakatan," tegasnya.
Advertisement
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak keras RUU Omnibus Law Kesehatan. Wakil Ketua Umum PB IDI, Slamet Budiarto menilai RUU Kesehatan justru mengancam keselamatan masyarakat.
Selain itu, berpotensi memecah belah organisasi profesi, mempersulit birokrasi tenaga kesehatan, mempermudah masuknya tenaga kesehatan asing, hingga menjadikan Kementerian Kesehatan super power.
"Kesimpulan saya setelah baca RUU Kesehatan mengancam keselamatan masyarakat, kriminalisasi tenaga kesehatan, dan kapitalisme kesehatan," jelasnya kepada merdeka.com, Rabu (1/2).
Slamet juga membantah pernyataan Budi bahwa pemerintah selama ini tidak memiliki kewenangan dalam mendistribusikan dokter. Dia menegaskan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, distribusi dokter berada di tangan pemerintah.
"Itu fitnah semua. (Distribusi dokter) ada di pemerintah pusat dan daerah bukan organisasi profesi," tegasnya.
Dalam Pasal 13 dan 25 UU Nomor 36 Tahun 2014 memang menyebutkan pemerintah wajib memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan untuk menjamin keberlangsungan pembangunan kesehatan.
Berikut bunyi pasalnya:
Pasal 13
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memenuhi kebutuhan Tenaga Kesehatan, baik dalam jumlah, jenis, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pembangunan kesehatan.
Pasal 25
Pemerintah dalam me meratakan penyebaran Tenaga Kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dapat mewajibkan Tenaga Kesehatan lulusan dari perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah untuk mengikuti seleksi penempatan.
Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) juga menolak RUU Kesehatan. Sekretaris Jenderal ISMKI, Mohammad Alief Iqra membeberkan alasannya.
Dia menilai, penyusunan RUU Kesehatan tidak melibatkan organisasi profesi kesehatan. Padahal, organisasi profesi merupakan representasi dari tenaga-tenaga kesehatan yang ada di Indonesia.
Dia menegaskan, organisasi-organisasi profesi inilah yang terlibat secara langsung untuk menangani permasalahan kesehatan yang ada di Indonesia.
"Dalam proses pembuatan kebijakan kesehatan yang inklusif, terdapat tripartit yang harus dilibatkan, yaitu Pemerintah, penyedia layanan kesehatan (dalam hal ini tenaga kesehatan dan rumah sakit), serta masyarakat sebagai pengguna layanan kesehatan (Paranadipa, 2022)," ujarnya.
"Oleh karena itu, sudah seharusnya representasi tenaga kesehatan dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan," tegasnya.
Selain itu, terdapat beberapa pasal dalam draf RUU Kesehatan yang justru dapat menimbulkan permasalahan baru dalam sistem kesehatan Indonesia.
Alief menyebut, dalam Pasal 235 draf RUU Omnibus Law Kesehatan, disebutkan bahwa tenaga kesehatan tidak lagi memerlukan rekomendasi organisasi profesi untuk mendapatkan Surat Izin Praktik (SIP). Tenaga kesehatan hanya memerlukan bukti pemenuhan kompetensi dan kecukupan satuan kredit profesi yang akan dikelola oleh Menteri.
"Hal ini sangat aneh karena yang paling paham mengenai kompetensi tenaga kesehatan tentunya adalah tenaga kesehatan tersebut sendiri, dalam hal ini direpresentasikan oleh organisasi profesi tenaga kesehatan," jelasnya.
Sementara itu, dalam praktik kesehatan, yang perlu diperhatikan bukan hanya kompetensi, melainkan juga aspek etik dan moral. Pada umumnya, aspek yang dinilai oleh organisasi profesi sebelum menerbitkan surat rekomendasi adalah aspek kompetensi, etika, disiplin, dan hukum kedokteran.
Dengan dihilangkannya surat rekomendasi dari syarat pembuatan SIP dan tidak disebutkannya aspek etika, disiplin, dan hukum kedokteran sebagai syarat mendapatkan SIP, kata Alief, dapat berpotensi mencederai hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari tenaga kesehatan yang memiliki etik dan moral yang baik.
Dia juga menyinggung Pasal 239 yang menyebutkan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) berkedudukan di bawah Menteri. Alief menilai, hal ini menjadi masalah karena dalam praktiknya, pengambilan keputusan di KKI dapat diintervensi oleh Pemerintah.
Seharusnya, KKI merupakan organisasi yang berdiri independen dan diisi dengan orang yang paham di bidang kesehatan sehingga tercipta mekanisme check and balances yang baik.
"RUU Omnibus Law Kesehatan memiliki berbagai masalah, baik secara formal dari proses pembuatannya maupun secara materialnya dari segi substansi dan dampak yang dapat ditimbulkan. Oleh karena itu, sudah seharusnya RUU Omnibus Law Kesehatan dikeluarkan dari Prolegnas Prioritas 2023," tegasnya. [tin]
Baca juga:
IDI Jawab Menkes: RUU Kesehatan Ancam Keselamatan Rakyat dan Kriminalisasi Nakes
Anggota Komisi IX DPR Sebut RUU Kesehatan 'Titipan' Pemerintah
Alasan Menkes Dukung Omnibus Law RUU Kesehatan
IDI: DPR Ingin Pecah Belah Organisasi Profesi Lewat RUU Kesehatan
PAN Janji Kaji Aspirasi Penolakan RUU Omnibus Law Kesehatan
Beda dengan IDI, PDSI Dukung RUU Kesehatan Omnibus Law
Advertisement
Ini Lokasi Pertandingan PON 2024 Sumut-Aceh
Sekitar 8 Menit yang laluWamenkes Ngaku Sulit Dapat Izin Praktik Dokter, IDI: Sudah Jadi Tapi Enggak Diambil
Sekitar 17 Menit yang laluKetua Bawaslu Larang Parpol Manfaatkan Momen Ramadan untuk Berkampanye
Sekitar 52 Menit yang laluBegini Kondisi Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali usai Hari Raya Nyepi
Sekitar 1 Jam yang laluIDI Blak-Blakan Izin Praktik Dokter Disebut Menkes Raup Untung Ratusan Miliaran
Sekitar 1 Jam yang laluMuncul Aliran Diduga Sesat di Bone, Pengikut Dilarang Salat Jumat
Sekitar 1 Jam yang laluMenkes Ungkap 'Bisnis' Izin Praktik Dokter, Ini Penjelasan IDI soal Mekanisme & Biaya
Sekitar 1 Jam yang laluJokowi Didampingi Prabowo Tanam Jagung dan Tinjau Lumbung Pangan di Papua
Sekitar 1 Jam yang laluBela Jokowi, Faldo Maldini: BEM UI Kayak LSM Didanai Asing
Sekitar 1 Jam yang laluSatu Anggota KKB Tewas dalam Kontak Senjata dengan Polisi di Puncak Papua
Sekitar 1 Jam yang laluPak Polisi Baik Hati Bantu Sopir Truk di Pinggir Jalan, Aksinya Ramai Dipuji
Sekitar 2 Jam yang laluAgar Tak Ada Lagi Suap Masuk Polisi
Sekitar 3 Jam yang laluKeluh Kesah Pengemudi soal Strobo Polisi Terlalu Silau Dibarengi Sirine Melengking
Sekitar 5 Jam yang laluVIDEO: Kapolri Koreksi Pengawalan Pakai Strobo & Sirine "Suaranya Bising Mengganggu!"
Sekitar 6 Jam yang laluVIDEO: Mahfud Duga Sambo Tak Akan Dieksekusi Mati, Hukuman Jadi Seumur Hidup
Sekitar 3 Hari yang laluTeddy Minahasa 'Boyong' Ahli Forensik Pernah Bela Eliezer Sebagai Saksi Meringankan
Sekitar 1 Minggu yang lalu10 Tas Mewah Istri Para Pejabat Indonesia, Mulai Sambo sampai Rafael Alun
Sekitar 1 Minggu yang laluCEK FAKTA: Ferdy Sambo Berlutut dan Mengemis Minta Ampun ke Bharada E?
Sekitar 1 Minggu yang laluLPSK Cabut Perlindungan Richard Eliezer Buntut Wawancara TV, Ini Kata Pengacara
Sekitar 1 Minggu yang laluAlasan LPSK Cabut Perlindungan Bharada Richard Eliezer
Sekitar 1 Minggu yang laluLPSK Cabut Perlindungan Terhadap Bharada Richard Eliezer
Sekitar 1 Minggu yang laluCEK FAKTA: Hoaks Permintaan Terakhir Sambo Satu Sel dengan Putri Sebelum Dihukum Mati
Sekitar 1 Minggu yang laluTOP NEWS: Harta Miliaran Rafael Terbongkar | LPSK Kecewa Berat Eliezer Langgar Aturan
Sekitar 1 Minggu yang laluLPSK Cabut Perlindungan, Bharada E akan Diperlakukan Seperti Ini oleh Polisi
Sekitar 1 Minggu yang laluVIDEO: Duduk Perkara Hingga LPSK Cabut Perlindungan Buntut Eliezer Wawancara di TV
Sekitar 1 Minggu yang laluVaksin IndoVac Sudah Bisa Digunakan Sebagai Booster Kedua Masyarakat 18 Tahun ke Atas
Sekitar 2 Minggu yang laluHoaks, Kemenkes Terbitkan Artikel Pria Tak Vaksinasi Berefek pada Kualitas Sperma
Sekitar 3 Minggu yang laluBRI Liga 1: Ondrej Kudela Menghilang dari Sesi Latihan Persija, Ada Apa?
Sekitar 50 Menit yang laluBRI Liga 1: Ramadan Datang, Aidil Sharin Pastikan Aktivitas Persikabo 1973 Berjalan Normal
Sekitar 7 Jam yang laluAdvertisement
Advertisement
AM Hendropriyono
Guru Besar Sekolah Tinggi Intelijen Negara
Ingatlah untuk menjaga komentar tetap hormat dan mengikuti pedoman komunitas kami