Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Urgensi RUU Kesehatan di Mata Pakar

Urgensi RUU Kesehatan di Mata Pakar Ilustrasi dokter. ©2013 Merdeka.com/Shutterstock/wavebreakmedia

Merdeka.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Kesehatan tengah digodok DPR. RUU ini dinyatakan masuk dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2023 pada akhir 2022.

Pemerintah mendukung penuh pembahasan RUU tersebut. Sementara sejumlah organisasi profesi kesehatan menolak keras.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) misalnya, menilai RUU Omnibus Law Kesehatan mengancam keselamatan masyarakat dan berpotensi memecah belah organisasi profesi.

Berbeda dengan sejumlah organisasi profesi kesehatan, pakar kesehatan menilai ada sisi baik dan urgensi dari RUU Omnibus Law Kesehatan. Lewat RUU ini, semua UU berkaitan dengan sektor kesehatan bisa direview dan diintegrasi.

Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI), Hermawan Saputra menyebut sedikitnya ada 15 UU yang akan direview lewat RUU Omnibus Law Kesehatan. Di antaranya UU Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dan UU Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan.

"Selama ini terkesan fragmentasi dari regulasi itu terjadi. Maka itu kalau ada integrasi itu penting untuk mereview secara keseluruhan," kata Hermawan kepada merdeka.com, Kamis (2/2).

Menurut Hermawan, pembahasan RUU Omnibus Law Kesehatan harus dikawal agar tidak mengabaikan hak-hak dasar masyarakat yang sudah tertuang dalam UUD 1945. Seluruh stakeholder terkait juga perlu dilibatkan dalam perumusan RUU ini.

"Kalau dari IAKMI siap turut serta mengawal, melihat substansi rangkaian perubahan termasuk tetap menjaga kepentingan rakyat, kesehatan masyarakat di atas segalanya," ucapnya.

Hermawan menambahkan, RUU Omnibus Law Kesehatan bukan hanya mengatur distribusi dokter. Melainkan juga menyinkronkan fasilitas kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

"Jadi isu tenaga kesehatan dan khususnya dokter hanya salah satu saja. Banyak yang harus disingkronisasi dan harmonisasi," ujarnya.

Pemerintah Dukung RUU Ombinus Law Kesehatan

Pemerintah melalui Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mendukung penuh RUU Omnibus Law Kesehatan. Budi beralasan, lewat RUU ini pemerintah ingin mengatur masalah kesehatan dan kedokteran di Indonesia.

Mantan Wakil Menteri BUMN ini menyebut, selama ini pemerintah tidak punya kewenangan apapun soal isu kesehatan dan kedokteran di Indonesia. Padahal, isu kesehatan dan kedokteran seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah.

"Kita juga sampaikan ini secara terbuka ke teman-teman di Baleg, organisasi profesi, ke dekan fakultas kedokteran bahwa the goverment has to be able to govern, jadi pemerintah harus bisa memerintah. Sekarang kita enggak bisa lakukan apa-apa, kalau kita kurang produksi dokter emang kita bisa ngatur dokter? Enggak bisa," ujar Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (24/1).

"Kita kurang distribusi dokter? Emang pemerintah bisa ngatur distribusi dokter? Tidak bisa juga. Misalnya ada ramai misalnya rebutan kompetensi penerbitan izin untuk praktik, kita bisa ngatur? Tidak juga," tegasnya.

Budi menerangkan, pemerintah bukannya ingin menguasai isu-isu kesehatan di Indonesia. Tetapi agar bisa mudah mengatur dan mencari solusi tentang kesehatan di dalam negeri.

"Bukannya kita ingin menguasai, tapi kalau kita tidak bisa mengatur maka kejadiannya seperti ini. Kita sama sekali tidak bisa mengatur distribusi dokter, kita enggak bisa mengatur distribusi dokter, kita enggak bisa mengatur harusnya spesialisnya berapa, kompetensinya harusnya tidak rebutan seperti apa, gitu kan, kita akan kesulitan sendiri untuk memastikan bahwa layanan kesehatan di seluruh masyarakat itu cukup," jelasnya.

Budi berharap dengan adanya RUU Omnibus Law Kesehatan ini, pemerintah bisa melakukan transformasi kesehatan di dalam negeri. Niat pemerintah itu sudah disampaikan kepada DPR dalam rapat bersama Baleg.

"Secara resmi sudah kita sampaikan satu bundle mengenai transformasi sistem kesehatan kita. Nah kalau ditanya bapak atau ibu, kita tidak ada, kita landasannya buat pemerintah kalau ditanya ya, nomor satu apapun yang terjadi perubahan undang-undang ini harus bisa meningkatkan pelayanan kesehatan kemasyarakatan," tegasnya.

IDI Protes Keras

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak keras RUU Omnibus Law Kesehatan. Wakil Ketua Umum PB IDI, Slamet Budiarto menilai RUU Kesehatan justru mengancam keselamatan masyarakat.

Selain itu, berpotensi memecah belah organisasi profesi, mempersulit birokrasi tenaga kesehatan, mempermudah masuknya tenaga kesehatan asing, hingga menjadikan Kementerian Kesehatan super power.

"Kesimpulan saya setelah baca RUU Kesehatan mengancam keselamatan masyarakat, kriminalisasi tenaga kesehatan, dan kapitalisme kesehatan," jelasnya kepada merdeka.com, Rabu (1/2).

Slamet juga membantah pernyataan Budi bahwa pemerintah selama ini tidak memiliki kewenangan dalam mendistribusikan dokter. Dia menegaskan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, distribusi dokter berada di tangan pemerintah.

"Itu fitnah semua. (Distribusi dokter) ada di pemerintah pusat dan daerah bukan organisasi profesi," tegasnya.

Dalam Pasal 13 dan 25 UU Nomor 36 Tahun 2014 memang menyebutkan pemerintah wajib memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan untuk menjamin keberlangsungan pembangunan kesehatan.

Berikut bunyi pasalnya:

Pasal 13

Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memenuhi kebutuhan Tenaga Kesehatan, baik dalam jumlah, jenis, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pembangunan kesehatan.

Pasal 25

Pemerintah dalam me meratakan penyebaran Tenaga Kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dapat mewajibkan Tenaga Kesehatan lulusan dari perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah untuk mengikuti seleksi penempatan.

Pasal Kontroversial

Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI) juga menolak RUU Kesehatan. Sekretaris Jenderal ISMKI, Mohammad Alief Iqra membeberkan alasannya.

Dia menilai, penyusunan RUU Kesehatan tidak melibatkan organisasi profesi kesehatan. Padahal, organisasi profesi merupakan representasi dari tenaga-tenaga kesehatan yang ada di Indonesia.

Dia menegaskan, organisasi-organisasi profesi inilah yang terlibat secara langsung untuk menangani permasalahan kesehatan yang ada di Indonesia.

"Dalam proses pembuatan kebijakan kesehatan yang inklusif, terdapat tripartit yang harus dilibatkan, yaitu Pemerintah, penyedia layanan kesehatan (dalam hal ini tenaga kesehatan dan rumah sakit), serta masyarakat sebagai pengguna layanan kesehatan (Paranadipa, 2022)," ujarnya.

"Oleh karena itu, sudah seharusnya representasi tenaga kesehatan dilibatkan dalam proses pembuatan kebijakan," tegasnya.

Selain itu, terdapat beberapa pasal dalam draf RUU Kesehatan yang justru dapat menimbulkan permasalahan baru dalam sistem kesehatan Indonesia.

Alief menyebut, dalam Pasal 235 draf RUU Omnibus Law Kesehatan, disebutkan bahwa tenaga kesehatan tidak lagi memerlukan rekomendasi organisasi profesi untuk mendapatkan Surat Izin Praktik (SIP). Tenaga kesehatan hanya memerlukan bukti pemenuhan kompetensi dan kecukupan satuan kredit profesi yang akan dikelola oleh Menteri.

"Hal ini sangat aneh karena yang paling paham mengenai kompetensi tenaga kesehatan tentunya adalah tenaga kesehatan tersebut sendiri, dalam hal ini direpresentasikan oleh organisasi profesi tenaga kesehatan," jelasnya.

Sementara itu, dalam praktik kesehatan, yang perlu diperhatikan bukan hanya kompetensi, melainkan juga aspek etik dan moral. Pada umumnya, aspek yang dinilai oleh organisasi profesi sebelum menerbitkan surat rekomendasi adalah aspek kompetensi, etika, disiplin, dan hukum kedokteran.

Dengan dihilangkannya surat rekomendasi dari syarat pembuatan SIP dan tidak disebutkannya aspek etika, disiplin, dan hukum kedokteran sebagai syarat mendapatkan SIP, kata Alief, dapat berpotensi mencederai hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari tenaga kesehatan yang memiliki etik dan moral yang baik.

Dia juga menyinggung Pasal 239 yang menyebutkan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) berkedudukan di bawah Menteri. Alief menilai, hal ini menjadi masalah karena dalam praktiknya, pengambilan keputusan di KKI dapat diintervensi oleh Pemerintah.

Seharusnya, KKI merupakan organisasi yang berdiri independen dan diisi dengan orang yang paham di bidang kesehatan sehingga tercipta mekanisme check and balances yang baik.

"RUU Omnibus Law Kesehatan memiliki berbagai masalah, baik secara formal dari proses pembuatannya maupun secara materialnya dari segi substansi dan dampak yang dapat ditimbulkan. Oleh karena itu, sudah seharusnya RUU Omnibus Law Kesehatan dikeluarkan dari Prolegnas Prioritas 2023," tegasnya.

(mdk/tin)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Mulai Banyak Peminatnya, Ternyata Ini Manfaat Beras Porang Buat Tubuh yang Jarang Diketahui

Mulai Banyak Peminatnya, Ternyata Ini Manfaat Beras Porang Buat Tubuh yang Jarang Diketahui

Beragam manfaat beras porang buat kesehatan tubuh yang wajib diketahui.

Baca Selengkapnya
Saran untuk Pemerintah Tengah Susun Aturan Turunan UU Kesehatan, Terutama Soal Produk Tembakau

Saran untuk Pemerintah Tengah Susun Aturan Turunan UU Kesehatan, Terutama Soal Produk Tembakau

Pemerintah disarankan memperbanyak pasal tentang edukasi dan sosialisasi agar penguatan sistem kesehatan nasional dapat dilakukan.

Baca Selengkapnya
IDI Harap RPP Kesehatan Tidak Buru-Buru Disahkan, Ini Alasannya

IDI Harap RPP Kesehatan Tidak Buru-Buru Disahkan, Ini Alasannya

IDI mengimbau Kemenkes tidak terburu-buru mengesahkan RPP Kesehatan

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Anies Bicara Penanganan Kesehatan: Debat Dulu Baru Ambil Keputusan, Bukan Keluar UU Baru Didebatkan

Anies Bicara Penanganan Kesehatan: Debat Dulu Baru Ambil Keputusan, Bukan Keluar UU Baru Didebatkan

Anies mengaku akan mengubah fokus kesehatan dari kuratif menjadi promotif, preventif dan kuratif.

Baca Selengkapnya
Cara Menjaga Kesehatan Mata dengan Langkah Sederhana, Ini Ulasannya

Cara Menjaga Kesehatan Mata dengan Langkah Sederhana, Ini Ulasannya

Jangan abaikan kondisi kesehatan mata Anda! Mulailah menjaganya sedini mungkin.

Baca Selengkapnya
Bisa Sebabkan Masalah dan Penyakit, Ketahui 8 Bagian Tubuh yang Tak Boleh Disentuh Sembarangan

Bisa Sebabkan Masalah dan Penyakit, Ketahui 8 Bagian Tubuh yang Tak Boleh Disentuh Sembarangan

Sejumlah bagian tubuh ternyata tidak boleh kita sentuh sembarangan, terutama dengan kondisi tangan yang belum steril.

Baca Selengkapnya
Menkes Beberkan Data Jumlah Petugas Pemilu 2024 Meninggal Turun Dibanding 2019

Menkes Beberkan Data Jumlah Petugas Pemilu 2024 Meninggal Turun Dibanding 2019

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut, data petugas pemilu 2024 yang meninggal tahun ini turun jauh ketimbang tahun 2019.

Baca Selengkapnya
7 Masalah Kesehatan yang Sebabkan Keringat Berlebih, Salah Satunya karena Gula

7 Masalah Kesehatan yang Sebabkan Keringat Berlebih, Salah Satunya karena Gula

Keringat yang berlebihan ini muncul bukan karena panas matahari atau pakaian Anda yang terlalu tebal, tapi bisa jadi karena masalah pada kesehatan Anda.

Baca Selengkapnya
Sering Berkeringat di Malam Hari? Waspada, Bisa Jadi Tanda 5 Masalah Kesehatan Ini!

Sering Berkeringat di Malam Hari? Waspada, Bisa Jadi Tanda 5 Masalah Kesehatan Ini!

Nggak hanya karena keringat berlebih, ini beberapa masalah kesehatan yang bisa jadi penyebabnya.

Baca Selengkapnya