Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Ujaran kebencian kelompok teroris kian masif di media sosial

Ujaran kebencian kelompok teroris kian masif di media sosial Ilustrasi Teroris. ©2015 Merdeka.com

Merdeka.com - Fenomena keberadaan Foreign Terrorist Fighter (FTF) dan ujaran kebencian (hate Speech) di dunia maya membuat penanganan tindak pidana terorisme harus ditingkatkan. Untuk itu perlu dibuat rumusan hukum secara komprehensif dalam menangani masalah ini.

Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT, Irjen Arief Dharmawan menilai rumusan hukum dalam menangani FTF dan hate speech sangat penting. Sejauh ini, Indonesia belum punya instrumen untuk melakukan tindakan hukum.

"FTF belum bisa dihukum karena UU nya belum ada. Saat ini sedang berjalan revisi UU Nomor 15 tahun 2003, tapi belum tahu kapan selesainya. Saya berharap revisi cepat selesai dan segera menjadi UU. Jangan sampai kasus bom Thamrin terulang lagi, sementara kita belum memiliki instrumen hukum untuk menanganinya," ujar Arief, Senin (1/12).

Untuk membuat rumusan ini, BNPT melalui Kedeputian Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan telah menggelar Focus Group Discussion (FGD) tentang FTF dan hate speech dalam Penanganan Tindak Pidana Terorisme. FGD diikuti di antaranya dari Komisi III, Densus 88, Kejaksaan Agung, serta perwakilan International Centre For Counter Terrorism (ICCT) Christophe Paulussen, Sangita Jaghai, dan Rene Elkerbout.

Selain FTF, Arief mengungkapkan masih ada bahaya lebih besar yaitu ujaran kebencian. Menurutnya, ujaran kebencian terkait terorisme kini semakin beredar luar di media sosial.

"Hal ini harus disikapi secara tegas, karena banyak aksi terorisme yang diawali dari perkenalan pelaku di dunia maya," tuturnya.

Menurut Arief, rumusan hukum ini merupakan langkah antisipasi arus balik FTF. Apalagi ada seruan pimpinan ISIS kepada pengikutnya untuk melakukan aksi di tempat masing-masing tidak usah pergi ke Irak dan Suriah.

Dia menjelaskan, sebenarnya fenomena FTF ini bukan baru di Indonesia. Sebelumnya, banyak WNI pergi ke Afganistan 1986-1992 untuk melawan Uni Soviet. Ada 10 angkatan WNI yang dikirim Abdullah Sungkar, di antaranya Imam Hambali, Ali Gufron, Imam Samudera, Muklas, Umar Patek, Abdurrahman Ayyub, dan lain-lain.

Saat ini, ada 700 WNI terlibat perang di Irak dan Suriah untuk bergabung dengan ISIS dan Jabat Al Nusra. Jumlah ini memang tidak terlalu banyak dibandingkan dengan Eropa Barat (5.000 orang), Rusia (4.700 orang), Balkan (875 orang), dan Timur Tengah (8.240 orang).

"Meski jumlah tidak banyak, tapi banyaknya WNI yang bergabung ke ISIS tetap sebuah ancaman. Kita punya pengalaman buruk dengan mereka yang pernah bergabung di Afagnistan," tegas mantan Kapolres Temanggung dan Klaten ini.

Persoalan FTF, kata Arief, harus segera dicarikan jalan keluarnya karena bahaya terorisme selalu mengintai. Kondisi tersebut juga telah menjadi persoalan global, sehingga diperlukan sinergi antarnegara dan antarinstitusi tanpa harus saling intervensi antara satu dengan lainnya.

(mdk/did)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Jangan Termakan Hasutan Kelompok Intoleran Jelang Nataru

Jangan Termakan Hasutan Kelompok Intoleran Jelang Nataru

Jangan sampai dimanfaatkan untuk menyebarkan narasi intoleransi, bahkan mengarah pada aksi radikal terorisme.

Baca Selengkapnya
Jadikan Perbedaan Kekuatan Cegah Masuknya Paham Radikal Intoleran

Jadikan Perbedaan Kekuatan Cegah Masuknya Paham Radikal Intoleran

Masyarakat jangan mudah terpapar informasi hoaks dan ujaran kebencian yang dapat memicu konflik.

Baca Selengkapnya
Perangi Radikalisme dan Terorisme dengan Moderasi Beragama

Perangi Radikalisme dan Terorisme dengan Moderasi Beragama

Di tengah upaya membumikan toleransi pada keberagaman, kelompok radikal melakukan framing terhadap moderasi beragama.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Jihad Sering Disalahpahami untuk Kepentingan Politik dan Ekonomi

Jihad Sering Disalahpahami untuk Kepentingan Politik dan Ekonomi

Islamophobia juga bisa disebabkan oleh propaganda media yang bertujuan membuat kerusakan.

Baca Selengkapnya
Mahfud Ajak Kiai Hingga Masyayikh se-Jabar Jaga Persatuan NKRI

Mahfud Ajak Kiai Hingga Masyayikh se-Jabar Jaga Persatuan NKRI

Mahfud mengingatkan pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan masyarakat Indonesia dengan pelbagai sikap perdamaian.

Baca Selengkapnya
Fakta Baru Karyawan KAI Pendukung ISIS: Aktif Sebarkan Konten Propaganda Terorisme

Fakta Baru Karyawan KAI Pendukung ISIS: Aktif Sebarkan Konten Propaganda Terorisme

Kasus pegawai KAI ini menjadi sorotan Densus 88 karena meski ISIS bubar, tapi pendukungnya masih ada

Baca Selengkapnya
MUI: Luar Biasa Kehidupan Toleransi Antar-Agama di Negara Kita

MUI: Luar Biasa Kehidupan Toleransi Antar-Agama di Negara Kita

Penting menjaga keberlangsungan lingkungan masyarakat yang damai dan toleran.

Baca Selengkapnya
Kebiasaan Penyebab Saraf Kejepit, Wajib Tahu dan Ubah

Kebiasaan Penyebab Saraf Kejepit, Wajib Tahu dan Ubah

Saraf kejepit adalah kondisi di mana saraf tertekan oleh jaringan di sekitarnya, seperti otot, tulang, atau ligamen.

Baca Selengkapnya
Penggembala Ternak Jadi Tersangka Usai Bunuh Maling, Kapolres: Ada Kesempatan Minta Tolong

Penggembala Ternak Jadi Tersangka Usai Bunuh Maling, Kapolres: Ada Kesempatan Minta Tolong

Menurut Sofwan pertimbangan perkara tersebut tetap diproses agar status tersangka M memperoleh kepastian hukum yang tetap melalui proses hukum.

Baca Selengkapnya