Terdakwa Penganiayaan Anak di Daycare Wensen School Hanya Divonis 1 Tahun, Lebih Ringan dari Tuntutan
Terdakwa kasus penganiayaan dua balita di daycare Wensen School Indonesia, Meita Irianty alias Tata hanya divonis 1 tahun dan restitusi Rp300 juta.
Terdakwa kasus penganiayaan dua balita di daycare Wensen School Indonesia, Meita Irianty alias Tata hanya divonis 1 tahun dan restitusi Rp300 juta. Vonis hakim lebih ringan dari tuntutan jaksa yaitu 1 tahun enam bulan dan restitusi untuk kedua korban sebesar Rp652 juta.
Dalam sidang putusan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Depok, Tata tidak hadir. Sidang digelar sacara hybrid. Sidang diketuai oleh Bambang Setyawan sekaligus membacakan putusan.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan Tata secara sah bersalah dalam tindak pidana dalam kekerasan kepada anak.
“Menjatuhkan pidana pada terdakwa, oleh karena itu dengan pidana selama satu tahun,” kata Bambang dalam pembacaan putusan, Rabu (11/12).
Hakim mengatakan, penetapan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Kemudian juga menetapkan terdakwa tetap ditahan.
“Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa untuk membayar restitusi kepada anak korban. Kepada MK (2) sejumlah Rp 150 juta dan kepada anak korban AM (9 bulan) Rp 150 juta dengan ketentuan, bahwa bila terdakwa tidak membayar restitusi diganti dengan pidana kurungan selama lima bulan,” ujarnya.
Barang bukti berupa pakaian korban, satu unit kamera CCTV, gunting agar dimusnakan. Sedangkan dua unit handphone merek Iphone 11 Pro Max dan Iphone 15 Pro dirampas untuk negara. Dua buah flashdisk 16GB warna merah stainless warna hitam dan warna merah tetap terlampir dalam bekas perkara.
“Membebankan terdakwa untuk biaya perkara sejumlah Rp2.000,” tukasnya.
Kuasa Hukum Tata Buka Suara
Kuasa Hukum Tata, Ahmad Suardi mengatakan menerima putusan hakim. Kemudian berdiskusi apakah akan menentukan upaya hukum selanjutnya. Sejauh ini kata dia belum bisa menentukan sepakat atau tidak mengenai keputusan hakim.
“Setelah ini kan ada waktu yang diberikan oleh undang-undang sesuai dengan acara pidana, 7 hari dari sejak keputusan dibacakan, kita berembuk dulu dengan pihak keluarga, apakah akan menentukan upaya hukum selanjutnya,” katanya.
Ditanya mengenai ketidakhadiran Tata di ruang sidang, Ahmad mengatakan pihaknya sudah meminta kliennya untuk datang langsung. Namun karena alasan kondisi kehamilan Tata yang tidak memungkinkan maka kliennya mengikuti sidang secara online.
“Kemarin kita penasehat hukum, sebenarnya minta kalau bisa dia datang langsung. Tapi tetap balik lagi dengan kondisinya ternyata kan hari ini juga nggak memungkinkan. Karena kondisinya terpaksa lah kita telekonfren dari Rutan. Mengenai kondisi kehamilannya seperti perkiraan awal kemarin kalau menurut HPL Itu kan seharusnya di bulan Januari, berhubung ini, kemarin informasi yang kita dapat terakhir kayaknya maju di pertengahan atau akhir desember. Karena berat badan janin juga kurang menurut peeriksaan terakhir kehamilannya,” akunya.
Mengenai kondisi janin yang dikandung Tata, berat badan bayi masih kurang diduga lantaran kondisi kejiwaan Tata yang harus menjalani proses hukum.
“Kemarin sih kurang berat badan ya. Cuma perkiraan dokter itu lebih maju dari HPL, lebih cepat. Yang mungkin dipengaruhi oleh kondisi ibunya juga kan. Stres, apa bagaimana selama menjalani kondisinya. Terlepas dari sepakat atau tidak kan di pledoi maunya hukuman percobaan, vonis ini udah sesuai yg dimau belum,” katanya.
Ahmad mengaku putusan hakim belum sesuai dengan harapan. Karena di pledoi, pihaknya meminta dilakukan percobaan.
“Sebenarnya kalau sesuai harapan nggak ya ya sudah pasti lah. Karena di Pledoi kan kita minta percobaan. Tapi kan ternyata dikasihnya satu tahun. Tapi kan paling nggak ini lebih baik dari Tuntutan jaksa yang awalnya itu minta 1,5 tahun. Makanya nanti setelah ini kita berunding dulu dengan pihak keluarga untuk menentukan langkah selanjutnya,” pungkasnya.