Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Sidang gugatan jabatan wapres, hakim MK tanya apakah JK bersedia maju Pilpres

Sidang gugatan jabatan wapres, hakim MK tanya apakah JK bersedia maju Pilpres Gedung Mahkamah Konstitusi. ©2018 Liputan6.com/Immanuel Antonius

Merdeka.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan gugatan Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Sidang dipimpin Hakim Panel Wahiduddin Adams, kemudian anggotanya Saldi Isra, dan I Dewa Gede Palguna.

Adapun yang diuji salah satunya mengenai frasa presiden atau wakil presiden, serta frasa selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama. Perkara dengan nomor 36/PUU-XVI/2018, diajukan oleh seorang warga negara bernama Muhammad Hafidz, Perkumpulan Rakyat Proletar untuk Konstitusi (Perak), serta Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa (FSPS), yang mempermasalahkan Pasal 169 huruf n, Pasal 270 dan Pasal 227 huruf i.

Dalam persidangan, salah satu kuasa hukumnya, Dorel Armil, menyampaikan, pemohon I, yakni Muhammad Hafidz, memiliki legal standing, karena berpartisipasi memenangkan Jusuf Kalla atau JK sebagai Cawapres periode 2014.

Sedangkan, masih kata dia, pemohon II dan III, jelas merupakan organisasi yang memiliki badan hukum, sehingga juga memiliki legal standing.

"Pemohon I juga telah ikut berpartisipasi dalam memenangkan Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden melalui pemilihnya, untuk memilih Jokowi pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari hak Pemohon I untuk juga dipilih. Dalam hal ini termasuk dipilih secara potensial sebagai Presiden dan Wakil Presiden di masa yang akan datang. Sehingga hak konstitusional tersebut memang diberikan oleh Pasal 28D ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 7," ucap Dorel di persidangan, Jakarta, Senin (14/5).

Dia menuturkan, pemohon menyadari meskipun calon Presiden dan Wakil Presiden diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik.

"Akan tetapi harapan pemohon untuk dapat kembali mengusung Pasangan Calon Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Petahana, Jusuf Kalla, yang memiliki komitmen dan kerja nyata dalam penciptaan lapangan kerja berkelanjutan, dapat terhalangi dengan pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden, sebagaimana dimaksud dalam norma Pasal 169 huruf n dan Pasal 270, Pasal 227 huruf i Undang-Undang Pemilu," jelas Dorel.

Sementara itu, kuasa hukum pemohon yang lain, Dewi Kemala Mirza Andalus, menyatakan, Frasa presiden atau wakil presiden pada Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i Undang-Undang Pemilu, haruslah dinyatakan konstitusional bersyarat dengan Pasal 7 Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Menurut dia, alasan mendasar, lantaran kata 'dan' dalam frasa tersebut memberikan makna, jabatan dua kali baik Presiden maupun Wakil Presiden, itu dilakukan dalam periode yang sama. Berbeda, masih kata Dewi, dengan rumusan norma dalam Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i Undang-Undang Pemilu yang menggunakan kata 'atau'.

"Dengan demikian, frasa Presiden atau Wakil Presiden pada Pasal pada Pasal 169 huruf n dan pasal 227 huruf i Undang-Undang Pemilu, haruslah dinyatakan bertentangan dengan Pasal 7 Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Dan karenanya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai Presiden dan Wakil Presiden," jelasnya.

Dewi juga memandang, keberadaan pasal tersebut, membuat tidak tegasnya aturan. Menurut dia, ini dapat memberikan keragu-raguan, serta mengakibatkan ketidakpastian hukum apabila dipersandingkan dalam Pasal 7 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sepanjang frasa dan sesudahnya dapat dipilih kembali yang bermakna 'berturut-turut'.

"Maka guna meniadakan keragu-raguan dan untuk memberikan kepastian hukum atas masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden, menjadi relevan apabila pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden, sebagaimana dimaksud dalam frasa selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama, dalam Pasal 169 huruf n dan Pasal 227 huruf i Undang-Undang Pemilu, sepanjang tidak dimaknai 'tidak berturut-turut’,' ungkap Dewi.

Tanggapan Hakim Panel

Ketua Hakim Panel, Wahidin, meminta penjelasan kepada pemohon I, yaitu perseorangan. Dia mempertanyakan, kerugian konstitusional apa yang didapatkan oleh Muhammad Hafidz, dan menanyakan apakah memang JK mau maju kembali.

"Ini perlu dipertajam, terkait sebagai penalaran yang wajar kerugian konstitusional dari Saudara, ya. Karena apa? Karena Saudara menyebut statusnya sebagai pendukung. Pendukung perorangan ini harus dipertajam betul dalam konteks apa pendukung ini? Saudara sebutkan. Pendukung dari calon wakil presiden yang mungkin akan maju. Nah, ini ya. Coba nanti diuraikan hal seperti itu," ungkap Wahidin.

Selain itu, hakim Panel I Dewa Gede Palguna, meminta para pemohon, menjelaskan maksud dari menjabat berturut-turut. Dia pun memberi contoh, ini bisa saja menimbulkan presiden seumur hidup.

"Misalnya, saya sekarang jadi wakil presiden atau jadi presiden, pemilu berikutnya. Saya ndak mencalonkan diri lagi, pemilu berikutnya saya mencalonkan diri lagi, sudah, dua kali. Pemilu berikutnya ndak mencalonkan lagi, pemilu berikutnya saya mencalonkan lagi. Berarti, seumur hidup orang bisa menjadi presiden atau wakil presiden sepanjang dia tidak berturut-turut. Kan logikanya begitu? Nah, tolong bantah logika itu dalam argumentasi saudara, kalau memang Saudara mau men-challenge pasal tentang pembatasan masa jabatan ini, gitu. Itu penting untuk disampaikan," ungkap Palguna.

Senada, Hakim panel Saldi Isra, menjelaskan, jika menggunakan logika Bahasa Indonesia yang sederhana, jabatan kedua itu baru ada setelah masa jabatan pertama.

"Itu logika sederhananya. Jadi, jabatan kedua itu baru ada setelah jabatan pertama. Kalau ada orang jadi presiden satu periode kosong, satu periode tiba-tiba jadi presiden atau wakil presiden lagi, lalu kemudian dibenarkan untuk ikut sekali lagi, bagaimana mengatakan bahwa itu satu apa tidak lebih dari dua periode? Nah, tolong itu dicarikan, sehingga, kami Majelis bisa terbantu untuk memahami perkembangan baru dalam melihat ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945, kalau nanti dikaitkan dengan Pasal 169 huruf n dan penjelasannya itu," jelas Saldi.

Usai menyampaikan hal tersebut, Ketua Hakim Panel Wahidin Adams, mengingatkan pemohon untuk menyerahkan perbaikan permohonan paling lambat Senin, 28 Mei 2018, pukul 10.00 WIB, yang diserahkan ke Kepaniteraan. Lepas itu, dia pun menutup jalannya persidangan.

Reporter: Putu Merta Surya PutraSumber: Liputan6.com

(mdk/rzk)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Putuskan Netral dalam Pilpres 2024, Ini Alasan Mantan Wakapolri Syafruddin Kambo
Putuskan Netral dalam Pilpres 2024, Ini Alasan Mantan Wakapolri Syafruddin Kambo

Meski demikian, ia tetap menghargai pilihan politik mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK).

Baca Selengkapnya
Jusuf Kalla Ucapan Selamat ke Prabowo-Gibran: Kita Terima Kenyataan yang Ada
Jusuf Kalla Ucapan Selamat ke Prabowo-Gibran: Kita Terima Kenyataan yang Ada

JK menilai, dengan ucapan selamat menandakan bahwa semua pihak harus menerima kenyataan hasil dari Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya
Jusuf Kalla: Tidak Ada Partai Mau Jadi Oposisi, di Luar Pemerintah adalah Kecelakaan
Jusuf Kalla: Tidak Ada Partai Mau Jadi Oposisi, di Luar Pemerintah adalah Kecelakaan

JK mengatakan, partai politik didirikan sebagai kendaraan politik untuk mendapatkan kekuasaan dan kewenangan.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
JK Soal Rencana Hak Angket Kecurangan Pemilu: Jalani Saja, Tergugat Tidak Usah Khawatir
JK Soal Rencana Hak Angket Kecurangan Pemilu: Jalani Saja, Tergugat Tidak Usah Khawatir

Jusuf Kalla (JK) menyambut baik rencana hak angket atas dugaan kecurangan Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya
Jusuf Kalla Ibaratkan Pemimpin seperti Sopir: Kalau Suka Marah Emosi Bisa Tabrakan
Jusuf Kalla Ibaratkan Pemimpin seperti Sopir: Kalau Suka Marah Emosi Bisa Tabrakan

JK mengatakan seorang calon pemimpin harus bisa membawa rakyatnya menuju kebaikan.

Baca Selengkapnya
Jusuf Kalla Endus Kecurangan Pemilu 2024: Semua Mengindikasikan, Kita Tunggu Hasil Resmi
Jusuf Kalla Endus Kecurangan Pemilu 2024: Semua Mengindikasikan, Kita Tunggu Hasil Resmi

JK mengaku masih menunggu hasil penghitungan suara resmi.

Baca Selengkapnya
JK: Siapa pun Pemerintah Selanjutnya Hadapi Tantangan Berat
JK: Siapa pun Pemerintah Selanjutnya Hadapi Tantangan Berat

Wapres ke-10 dan 12, Jusuf Kalla atau JK memperkirakan, siapa pun yang menggantikan Jokowi akan menghadapi tantangan berat.

Baca Selengkapnya
Resmi Dukung Anies-Cak Imin, Ini Pesan Jusuf Kalla untuk Peserta Pilpres 2024
Resmi Dukung Anies-Cak Imin, Ini Pesan Jusuf Kalla untuk Peserta Pilpres 2024

JK menegaskan sikap politiknya mendukung pasangan capres dan cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) di Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya
JK: Seorang Pejabat Bukan Hanya Presiden Kalau Langgar Sumpah, Kena Sanksi dari Allah dan UUD 1945
JK: Seorang Pejabat Bukan Hanya Presiden Kalau Langgar Sumpah, Kena Sanksi dari Allah dan UUD 1945

Jusuf Kalla mengingatkan semua pejabat termasuk Presiden agar netral dalam politik

Baca Selengkapnya