Sengkarut Data Covid-19, Pemerintah Pusat dan Daerah Saling Tunjuk
Merdeka.com - Kasus Covid-19 melonjak tinggi dalam beberapa hari terakhir. Bahkan Kamis (3/12), kasus Covid-19 bertambah sebanyak 8.369 hanya dalam waktu sehari.
Data ini membingungkan publik. Sebab, data yang dilaporkan Kementerian Kesehatan berbeda dengan data yang disajikan pemerintah daerah. Misalnya, Papua, Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2P) Kementerian kesehatan, Budi Hidayat, mengatakan, melonjaknya kasus Covid-19 nasional karena data yang dilaporkan dinas kesehatan daerah ganda. Selain itu, peningkatan terjadi akibat penumpukan data kasus Covid-19.
"Double input (data kasus Covid-19)," katanya saat dihubungi merdeka.com, Jumat (4/12).
Budi mengelak jika peningkatan kasus kasus Covid-19 akibat kesalahan input data di Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Kesehatan. Dia justru menegaskan, data yang diterima Pusdatin telah melalui proses verifikasi berjenjang.
Mulai dari fasilitas kesehatan, dinas kesehatan kabupaten dan kota hingga dinas kesehatan provinsi. Artinya, Budi menilai, peningkatan kasus Covid-19 nasional terjadi akibat kesalahan pelaporan data dari dinas kesehatan daerah.
"Jadi data diinput dari bawah ke atas dan melalui verifikasi," ujarnya.
Budi mengakui tahapan pelaporan data kasus Covid-19 membutuhkan perbaikan. Baik tahapan pelaporan data kasus Covid-19 dari fasilitas kesehatan hingga di tingkat pusat.
"Kami evaluasi perbaikan sistem dari hulu ke hilir," ucap dia.
Pemda Tak Mau Salah
Sementara Pemda tak mau disalahkan. Kepala Dinas Kesehatan Jawa Tengah, Yulianto, mengaku kaget saat melihat data yang disampaikan Kementerian Kesehatan melalui Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Pada data tersebut, kasus Covid-19 menembus 2.036 orang per 29 November 2020.
Padahal data yang tercatat di Dinas Kesehatan Jawa Tengah hanya 844 kasus Covid-19.
"Ini berbeda jauh dari data kami," ujarnya.
Setelah mendapat laporan data kasus Covid-19 dari Kementerian Kesehatan, Yulianto bersama jajaran melakukan penelusuran. Hasilnya, data yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan tidak valid. Terjadi data ganda. Bahkan ada 519 data ganda dalam rilis tersebut.
"Untuk temuan 519 yang ganda data itu, ada satu nama yang ditulis sampai empat hingga lima kali sehingga total data yang ganda sebanyak 694 kasus. Itu hari itu saja, ya saat rilis Jateng tambah 2.036," ujarnya.
Yulianto mencontohkan, data ganda kasus positif Covid-19 terjadi di Kabupaten Kendal. Pada rilis Kementerian Kesehatan tercantum satu nama pasien yang ditulis sampai lima kali.
Tidak hanya data ganda, Dinas Kesehatan Jawa Tengah juga menemukan banyak kasus lama yang dimasukkan dalam rilis Kementerian Kesehatan. Ini menunjukkan, data yang diinput pada 29 November 2020 merupakan data Juni 2020.
"Kasusnya sudah lama, bahkan sudah beberapa bulan yang lalu baru dirilis kemarin," katanya.
Kenapa Tak Dicek?
Sementara itu, Ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Pandu Riono, mengatakan, perbedaan data Covid-19 pemerintah pusat dan daerah sudah terjadi sejak awal pandemi Covid-19. Sengkarut data ini berujung penyajian informasi data Covid-19 tidak valid kepada masyarakat.
"Data yang dikomunikasikan ke masyarakat harus diyakini sudah cek dan ricek, sudah diyakini akurat sehingga masyarakat menerima data yang sudah bersih," katanya saat dihubungi merdeka.com, Jumat (4/12).
Pandu justru menyoroti sikap Satuan Tugas Penanganan Covid-19 dalam persoalan sengkarut data Covid-19 ini. Menurutnya, sengkarut data Covid-19 tidak bisa sepenuhnya dilimpahkan ke Kementerian Kesehatan dan pemerintah daerah.
Seharusnya, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 yang dibentuk Presiden Joko Widodo berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020 tentang Komite Penanganan Corona Virus Desease 2019 (Covid-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional ini mengecek kembali data Covid-19 yang diberikan pemerintah pusat.
"Itu bodohnya Satgas, kenapa dia melaporkan data yang tidak akurat. Seharusnya mereka itu melaporkan data yang sudah diperbaiki. Jadi kesalahannya bukan di masyarakat, bukan di dinas, bukan di Pusdatin (Kementerian Kesehatan), kesalahannya yang menginformasikan data itu tidak pernah mengecek apakah data yang dilaporkan ke masyarakat akurat atau tidak akurat," tegasnya.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menkes Beberkan Data Jumlah Petugas Pemilu 2024 Meninggal Turun Dibanding 2019
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut, data petugas pemilu 2024 yang meninggal tahun ini turun jauh ketimbang tahun 2019.
Baca SelengkapnyaKasus Covid-19 Ditemukan pada 11 Daerah di Jateng
Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) mengungkapkan kenaikan kasus Covid-19 di wilayahnya.
Baca Selengkapnya61 Kasus Positif Covid-19 Ditemukan di DIY
Lonjakan kasus Covid-19 terjadi di DIY. Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY saat ini sudah tercatat 61 kasus positif Covid di provinsi itu.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Menkes Budi: Kasus Covid-19 di Indonesia Jelang Natal dan Tahun Baru 2024 Tak Mengkhawatirkan
Budi juga menganjurkan masyarakat untuk kembali menggunakan masker saat mengakses tempat-tempat yang rawan.
Baca SelengkapnyaKasus Covid-19 Meningkat di 21 Provinsi
Tren kenaikan kasus mingguan Covid-19 nasional per 9 Desember 2023 dilaporkan menyentuh angka 554 kasus positif.
Baca SelengkapnyaKetua TPN Ganjar-Mahfud: Pendukung Mas Ganjar Sabar, Jangan Sedih
TPN Ganjar-Mahfud tengah mengumpulkan dugaan kecurangan selama proses Pemilu 2024 berlangsung.
Baca SelengkapnyaBawaslu Ingatkan Partai Serius Laporkan Dana Kampanye, Ini Sanksinya
Data dari PPATK bisa dijadikan peringatan oleh seluruh peserta Pemilu.
Baca SelengkapnyaKemenkes Sebut 1,8 Juta Anak Belum Diimunisasi
Data ini berdasarkan informasi yang dikumpulkan sejak 2018 sampai 2023.
Baca SelengkapnyaJokowi Bilang Data Pertahanan Bersifat Rahasia, Anies: Jangan Berlindung Dalam Kerahasiaan Ketika Tak Bisa Jelaskan
Menurut Anies, jawaban data itu sebetulnya simpel dan sederhana. Tinggal dibuka saja data yang bisa dibuka atau tidak bisa dibuka ke publik.
Baca Selengkapnya