Revisi UU KPK & Proses Kilat DPR

Merdeka.com - Meski mendapat banyak penolakan dari publik, DPR tetap mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi atau UU KPK pada rapat Paripurna hari ini, Selasa (17/9).
Banyak pihak yang menilai jika pemerintah dan DPR terlalu terburu-buru menyetujui revisi UU KPK. Namun Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas membantah jika pembahasan RUU KPK terburu-buru. Menurut Supratman, pembahasan itu sudah dilakukan sejak lama.
"Bahwa pembahasan RUU KPK ini itu sudah berlangsung lama juga di badan legislasi dulunya. Bahwa dulu pernah ditunda karena momentumnya yang belum begitu bagus akhirnya ditunda," ucapnya.
Benarkan Revisi UU KPK dilakukan terburu-buru? Berikut ulasannya:
Tidak Masuk Prolegnas
Di akhir periode DPR periode 2014-2019, rencana revisi UU KPK kembali muncul. Padahal revisi UU KPK tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2014-2019. Mencuatnya revisi UU KPK banyak mengalami penolakan, terlebih ada beberapa poin yang menjadi sorotan, di antaranya adanya Dewan Pengawas, izin penyadapan, tak ada lagi penyidik independen dan kewenangan menghentikan penyidikan sebuah perkara (SP3).
Komisi Nasional Perempuan heran di akhir pemerintahan Presiden Joko Widodo terkesan serba terburu-buru tetapi tidak sesuai dengan keinginan rakyat. Salah satunya revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Ketua Komnas Perempuan, Azriana, revisi UU KPK tidak ada dalam program legislasi Nasional (Prolegnas) 2014-2019.
"Revisi UU KPK itu yang tidak masuk Prolegnas 2014-2019 ataupun Prolegnas prioritas 2019. Ini tiba-tiba muncul jadi RUU yang dibahas, dan itu hanya 20 hari lagi menjelang berakhirnya anggota DPR periode ini," kata Azriana dalam memperingati hari Demokrasi Internasional di Kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (15/9).
Sementara itu Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, menilai tidak masalah jika Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang UU KPK direvisi. Sebab, kata dia, hal itu perlu dilakukan sebagai check and balances dalam negara demokrasi.
"Sekarang kalau ada amandemen UU KPK dan sebagian kewenangannya dirampas itu enggak ada masalah," kata Fahri di pada wartawan, Minggu (8/9).
Fahri menjelaskan, dalam sistem demokrasi semua lembaga harus memiliki kekuatan yang sama. Maka, lanjutnya, jika ada lembaga yang terlalu kuat harus dilemahkan.
"Dalam teori sistem demokrasi, semua lembaga harus punya kekuatan yang sama dalam konsep check and balances jadi kalau ada lembaga yang terlalu kuat ya memang harus dilemahkan," ujar Fahri Hamzah.
Presiden Setuju Revisi UU KPK
Walau banyak penolakan, Presiden Jokowi dan DPR sepakat untuk revisi UU KPK. Hal ini dibuktikan dengan Surat Presiden Jokowi yang telah dikirim ke DPR terkait revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Surat tersebut kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno sudah diberikan kepada DPR pada Rabu (11/9) untuk segera dimulainya pembahasan.
Tidak perlu waktu lama Presiden Jokowi mempelajari terkait Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dan menyetujui revisi UU KPK. Presiden Jokowi memiliki alasan dirinya tidak butuh waktu banyak untuk menyetujui revisi UU KPK. Padahal, Jokowi mempunyai waktu 60 hari untuk merespons usulan tersebut.
"DIM (Daftar Inventaris Masalah) nya kan hanya 4-5 isu. Cepat kok. Tapi ya itu, kalau sudah di sana, urusannya di sana. Jangan ditanyakan ke saya. Setiap lembaga memiliki kewenangan sendiri-sendiri," tegas Jokowi usai jumpa pers di Istana Negara, Jumat (13/9).
Ada beberapa poin yang disetujui dan ditolak Presiden Jokowi. Beberapa poin disetujui Presiden Jokowi dalam RUU KPK. Di antaranya terkait keberadaan dewan pengawas. Jokowi mengatakan ini perlu karena harus diawasi.
Terkait keberadaan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Jokowi menyetujuinya. Menurutnya hal ini diperlukan karena penegakan hukum juga harus memenuhi prinsip perlindungan HAM dan memberikan kepastian hukum. Presiden Jokowi setuju jika pegawai KPK merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) yaitu PNS. Menurutnya, penyelidik dan penyidik KPK yang masih menjabat tentunya melakukan proses transisi menjadi ASN.
Hanya Dua Kali Rapat Panitia Kerja Baleg dengan Pemerintah
Hanya perlu dua kali rapat Badan Legislasi (Baleg) dengan pemerintah mencapai kesepakatan untuk revisi UU KPK. Tercatat pada hari Jumat, 13 September 2019 dan Senin 16 September 2019. Dalam rapat Baleg pada Senin, 16 September, 10 fraksi memberikan pandangan terkait revisi UU KPK.
Dalam pandangan mini fraksi, PKS dan Gerindra memberikan catatan terhadap revisi UU KPK terutama menyangkut dewan pengawas. PKS tidak setuju dewan pengawas sepenuhnya ditunjuk Presiden. Sementara Gerindra akan menyampaikan catatan dalam paripurna.
Tujuh fraksi; PDIP, Golkar, PKB, Nasdem, PPP, PAN dan Hanura bulat sepakat revisi UU KPK. Sementara, fraksi Demokrat belum bersikap karena masih konsultasi dengan pimpinan fraksi.
Poin yang disepakati, pertama, soal kedudukan KPK sebagai lembaga penegak hukum berada pada rumpun eksekutif dan dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya tetap independen. Kedua, terkait pembentukan dewan pengawas. Ketiga, mengenai pelaksanaan fungsi penyadapan oleh KPK.
Keempat, mekanisme penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) oleh KPK. Kelima, koordinasi kelembagaan KPK dengan aparat penegak hukum yang ada dalam pelaksanaan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Keenam, terkait mekanisme penyitaan dan penggeledahan. Ketujuh, sistem kepegawaian KPK.
Disahkan DPR
Dalam rapat Paripurna pada Selasa (17/9) DPR mengesahkan revisi UU KPK. Pimpinan sidang, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengetuk palu pengesahan setelah anggota dewan menyatakan setuju. Tiga kali Fahri menegaskan persetujuan terhadap revisi UU KPK menjadi undang-undang.
"Apakah pembicaraan tingkat dua pengambilan keputusan terhadap rancangan UU tentang perubahan kedua atas UU 30/2002 tentang KPK, dapat disetujui dan disahkan menjadi UU?" ujar Fahri dalam sidang paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (17/9).
"Setuju," jawab anggota dewan serentak.
Laporan terhadap hasil keputusan tingkat pertama dibacakan oleh Ketua Badan Legislasi Supratman Andi Agtas. Supratman menyebutkan enam poin revisi yang telah dibahas dan disetujui bersama.
Pertama, kedudukan KPK sebagai lembaga hukum berada dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam kewenangan dan tugas bersifat independen dan bebas dari kekuasaan. Kedua, pembentukan dewan pengawas untuk mengawasi kewenangan dan tugas dan tugas KPK agar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dewan pengawas telah disepakati mayoritas fraksi dan pemerintah ditunjuk oleh presiden.
Ketiga, revisi terhadap kewenangan penyadapan oleh KPK di mana komisi meminta izin kepada dewan pengawas. Berikutnya, mekanisme penggeledahan dan penyitaan yang juga harus seizin dewan pengawas. Kelima, mekanisme penghentian dan atau penuntutan kasus Tipikor. Terakhir terkait sistem pegawai KPK di mana pegawai menjadi ASN.
Dalam pengambilan keputusan tingkat pertama, tujuh fraksi; PDIP, Golkar, PPP, Nasdem, PAN, PKB, dan Hanura menerima revisi tanpa catatan. Dua fraksi, Gerindra dan PKS menerima dengan catatan tidak setuju berkaitan pemilihan dewan pengawas yang dipilih tanpa uji kelayakan dan kepatutan di DPR. Terakhir, Demokrat belum memberikan sikap karena menunggu konsultasi pimpinan fraksi.
(mdk/dan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

VIDEO: BEM KM UGM Nobatkan Alumnus Memalukan, Jokowi: Saya Ingatkan Etika dan Sopan Santun
Presiden Jokowi menjawab soal kritikan dari BEM UGM
Baca Selengkapnya

Populi Center: Orang Lihat Jokowi Ada di Belakang Prabowo-Gibran
Elektabilitas Prabowo-Gibran tinggi karena ada gabungan pemilih Jokowi dan pemilih Prabowo.
Baca Selengkapnya

Hasil Survei Populi Centre: 72,2% Responden Bakal Pilih Capres Teruskan Program Jokowi
Responden pun ditanya siapa pasangan calon presiden yang dinilai paling mampu meneruskan program Jokowi.
Baca Selengkapnya

VIDEO: Hasto PDIP Serang Prabowo Blusukan Bukan Joget Gemoy, Jawab Kabar Jokowi Masuk PAN
Hasto juga menyerang tajam Capres Prabowo Subianto yang dianggap tidak bisa blusukan seperti Presiden Jokowi
Baca Selengkapnya

Survei Populi Centre: 76 Persen Masyarakat Puas Kinerja Presiden Jokowi
Tingkat kepuasan kinerja Jokowi terus mengalami kenaikan. Sebelumnya berada di angka 71,6 persen pada survei November 2023.
Baca Selengkapnya

Diresmikan Jokowi, Stasiun Pompa Ancol Sentiong Diklaim Kurangi Banjir Jakarta 62 Persen
Stasiun Pompa Ancol Sentiong, diklaim Jokowi bisa mengurangi banjir DKI Jakarta hingga 62 persen
Baca Selengkapnya

Sidang Praperadilan Eddy Hiariejj Ditunda karena KPK Tak Hadir, Kuasa Hukum: Kami Kecewa
KPK hanya memberikan sebuah surat sebagai pernyataan bahwa pihaknya tidak dapat menghadiri persidangan
Baca Selengkapnya

Jawab Klaim Zulhas soal Gabung PAN, Jokowi: Kita Keluarga
Jokowi tak menjelaskan apakah dirinya sudah menjadi kader PAN.
Baca Selengkapnya

Jokowi soal Pengungsi Rohingya: Kita Tampung Sementara
"Saya sampaikan bahwa sementara, sementara kita tampung, sementara," kata Jokowi
Baca Selengkapnya

Jokowi Ingin Gubernur Jakarta Ditentukan Lewat Pemilihan Langsung
Jokowi mengatakan dirinya ingin gubernur serta wakil gubernur Jakarta ditentukan melalui mekanisme pemilihan langsung.
Baca Selengkapnya

Dinobatkan Alumni Paling Memalukan oleh BEM UGM, Jokowi: Ya Biasa Saja
Jokowi menanggapi santai soal kritikan dari BEM UGM soal dirinya dinobatkan jadi alumni paling memalukan
Baca Selengkapnya

Survei Terbaru Litbang Kompas: Efek Jokowi Angkat Elektabilitas Prabowo-Gibran, Jatuhkan Ganjar-Mahfud
Prabowo banyak mendapat imbas positif dari efek Jokowi.
Baca Selengkapnya