Pro kontra pemberlakuan UU Jaminan Produk Halal
Merdeka.com - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyampaikan temuan ketidaksiapan pemerintah dalam pemberlakuan UU No 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Dalam laporannya Ombudsman menyebut pemerintah belum siap memberlakukan UU tersebut.
Indikasi ketidaksiapan ini bisa dilihat dalam hal infrastruktur kelembagaan, peraturan turunan, dan sumber daya manusia (SDM). Serta aturan lainnya seperti sebagaimana dimaksud Ombudsman adalah persyaratan pendirian Lembaga Produk Halal (LPH) sehingga berpotensi menimbulkan maladministrasi.
Kepala Bidang Standarisasi dan Sertifikasi Kementerian Koperasi dan UKM, Suryanti mengatakan, pemberlakuan UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) memberatkan bagi pelaku usaha kecil dan menengah. UU sertifikasi halal tersebut yang awalnya bersifat voluntary (sukarela) menjadi mandatory (kewajiban) dan hal ini dianggap justru akan memberi dampak negatif bagi pelaku UMKM.
"Kalau pelaku UMKM ini diwajibkan membuat sertifikasi akan memberatkan. Kenapa, karena produk yang mereka jual itu berbentuk keripik atau yang lain. Yang penghasilannya tidak terlalu besar," ujar Suryanti di Gedung ORI, Jalan Rusuna Said, Jakarta Selatan (22/11).
Suryanti mengatakan dalam aturan pembuatan sertifikat halal, biaya yang diperlukan tidak sedikit. Sementara penghasilan pelaku UMKM tidak memadai untuk hal tersebut.
"Memang baik kalau semua makanan diberi sertifikat halal. Namun, harus dilihat juga usaha yang dilakukan seperti apa, pendapatannya berapa. Kan pembuatan sertifikat ini tidak murah," jelasnya.
Dia menambahkan bahan-bahan yang diperoleh oleh pelaku UMKM tidak semuanya menggunakan bahan-bahan bersertifikasi halal. "Hal ini harus menjadi perhatian semua pihak," ujarnya.
Sedangkan kepala bagian perancangan peraturan perundang-undangan Kementerian Agama Imam Syaukani mengatakan, tetap melanjutkan pemberlakuan UU No 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Dia menegaskan, UU ini akan terus berjalan meskipun Ombudsman menemukan berbagai ketidaksiapan pemerintah dalam pelaksanaannya.
"Kami akan terus berusaha memperbaiki berbagai hal, Undang-Undang ini harus tetap berjalan karena ini merupakan undang undang. Siap tidak siap harus dilanjutkan," ujar Imam di Gedung ORI, Jakarta Selatan (22/11).
Terkait kelembagaan, Imam mengatakan BPJPH (Badan Pelaksana Jaminan Produk Halal) sudah terbentuk setelah 1 tahun UU ini di undangkan oleh DPR. Namun diakui oleh Imam sampai saat ini pegawai pengisi setiap jabatan belum dipilih.
"Dari sisi kelembagaan sudah siap tinggal personelnya. Hanya, jabatan-jabatan yang belum terisi harus diisi oleh pimpinan sesuai dengan ASN. Kami harap Januari selesai," ujar Imam.
(mdk/sho)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dia tidak yakin UMKM bisa memiliki sertifikat halal hingga 17 Oktober 2024. Karena saat ini hanya bisa disertifikasi dakam setahun 200 produk.
Baca SelengkapnyaJika sampai tenggat waktu tersebut pelaku UMKM belum mengantongi sertifikasi halal, maka akan dikenai sejumlah sanksi.
Baca SelengkapnyaWapres menyebut sertifikat halal kini menjadi mandatory, sehingga tidak ada istilah menunda melainkan berproses.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Jika sampai tenggat waktu tersebut pelaku UMKM belum mengantongi sertifikasi halal, maka akan dikenai sejumlah sanksi.
Baca SelengkapnyaEdy berpendapat kewajiban sertifikasi halal diharapkan dapat menjadi perlindungan industri mikro lokal terhadap produk impor yang banyak membanjiri pasar lokal.
Baca SelengkapnyaPemerintah mewajibkan PKL dan UMKM memiliki sertifikat halal
Baca SelengkapnyaTerlebih, lanjut Hermawati, para PKL dan UMKM tidak secara cuma-cuma alias gratis untuk memperoleh sertifikat halal.
Baca SelengkapnyaSanksi tersebut diterapkan sesuai dengan ketentuan yang ada di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 tahun 2021.
Baca SelengkapnyaPemerintah akan mulai memberlakukan kewajiban sertifikasi halal pada 18 Oktober 2024 mendatang
Baca Selengkapnya