Perpres Baru Belum Terbit, Strategi Pemerintah Menambal Defisit Iuran BPJS Kesehatan?
Merdeka.com - Sudah lebih dari sebulan iuran BPJS Kesehatan belum juga turun. Padahal Mahkamah Agung (MA) membatalkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Pemerintah bersama BPJS Kesehatan hingga kini masih terus mengkaji tindaklanjut dari putusan tersebut termasuk menyusun perpres pengganti.
Sebagaimana diketahui, dalam pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres 75/2019, iuran BPJS Kesehatan sebesar Rp160.000 untuk kelas I, Rp110.000 untuk kelas II, dan Rp42.000 untuk kelas III. Dengan pembatalan Perpres 75/2019 oleh MA, BPJS Kesehatan seharusnya mengembalikan iuran ke besaran semula, yaitu kelas I sebesar Rp80.000, kelas II sebesar Rp51.000 dan kelas 3 sebesar Rp25.500.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah mengatakan, pemerintah seharusnya segera mengeluarkan aturan pengganti yang mengembalikan iuran BPJS ke angka yang semula. Belum adanya aturan menunjukkan ketidakpatuhan pemerintah terhadap putusan MA.
“Menurut saya ada ketidakpatuhan terhadap putusan MA. Jadi seharusnya setelah MA memutuskan itu perintah segera merevisi, membuat peraturan baru yang menyatakan kembali ke yang lama. Jadi merujuk kepada putusan MA itu,” kata dia, ketika dihubungi merdeka.com, Kamis (9/4).
Dia enggan menyebut pemerintah lalai. Menurut dia, pemerintah justru sengaja belum mengeluarkan Perpres terkait kembalinya iuran BPJS. “Yang menjadi persoalan kenapa pemerintah nggak mau mengubah sampai sebulan lebih. Jadi ini memang, bukan kelalaian bukan. Ini memang unsur kesengajaan,” urai dia.
Dalam pandangan Trubus, pemerintah sengaja membiarkan iuran BPJS tetap dibayarkan berdasarkan Perpres 75/2019 dengan tujuan membantu keuangan BPJS kesehatan yang tengah tekor.
“Kan kalau hitung-hitungan dulu, dengan naiknya (iuran) paling tidak untuk menutupi kekurangan dari BPJS, utangnya kan banyak. Setelah naik otomatis bisa tertutup, asumsinya begitu. Saya khawatir ini dibiarkan dulu untuk menutup itu dulu, utangnya ini. Kan belum ada solusi itu (penyelesaian defisit keuangan BPJS),” ungkapnya.
Dia menambahkan, dalam aturan yang baru mesti ada sejumlah poin yang harus dimasukkan. Tentu yang penting Perpres yang baru mesti mengembalikan besaran iuran BPJS ke nilai sebelum Perpres 75/2019 diberlakukan.
“Pertama, merevisi Perpres 75, artinya kembali ke yang lama. Kan harus dinyatakan dalam butirnya. Kedua, sisa dari pembayaran itu penggunaannya seperti apa. Kemudian yang ketiga, ke depannya harus bagaimana. Intinya memberi solusi bagi (pendanaan) BPJS, apa mencari mitra atau bagaimana. Jangan semua tergantung pada APBN,” tandas Trubus.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pemerintah Perpanjang Bantuan Sosial Tambahan Hingga Juni
Pemerintah sedang mencari formula terkait kenaikan harga beras di pasaran.
Baca SelengkapnyaSaran untuk Pemerintah Tengah Susun Aturan Turunan UU Kesehatan, Terutama Soal Produk Tembakau
Pemerintah disarankan memperbanyak pasal tentang edukasi dan sosialisasi agar penguatan sistem kesehatan nasional dapat dilakukan.
Baca SelengkapnyaPersaudaraan Jangan Sampai Memudar karena Tidak Bisa Menerima Hasil Pemilu
Masyarakat Indonesia patut bersyukur dan bersuka cita karena telah melewati proses Pemilu 2024
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Menuju Indonesia Adil Makmur, Anies Janjikan Akses Kesehatan Berkualitas
Peran pemangku kepentingan diperlukan agar tidak menciptakan kebijakan yang saling tumpang tindih.
Baca SelengkapnyaPemudik Sakit di Kampung Halaman Bisa Berobat Pakai BPJS Tanpa Pindah Faskes, Begini Cara Urusnya
Hal ini memungkinkan para pemudik untuk tetap mendapatkan perawatan medis yang dibutuhkan tanpa harus beralih ke fasilitas kesehatan baru.
Baca SelengkapnyaJokowi Pastikan Puskesmas Punya Alat USG Kehamilan, Kesehatan Ibu dan Bayi Terjamin!
Pemerintah telah mendistribusikan alat USG kepada 10 ribu puskesmas di seluruh Indonesia.
Baca SelengkapnyaPemerintah Resmi Terapkan Aturan Baru Tarif Efektif PPh 21, Begini Cara Memahaminya
Aturan baru mengenai tarif efektif PPh 21 ini berlaku mulai 1 Januari 2024.
Baca SelengkapnyaPenjelasan Lengkap Ditjen Pajak soal Peraturan Terbaru PPh 21
Ditjen Pajak menargetkan alat bantu tersebut dapat digunakan mulai pertengahan bulan Januari 2024.
Baca SelengkapnyaPemerintah Berencana Setop Sementara Penyaluran Bansos
Pemerintah mempertimbangkan untuk menghentikan sementara penyaluran bantuan pangan beras saat hari tenang hingga pencoblosan pemilu yakni 11-14 Februari 2024.
Baca Selengkapnya