Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Perjalanan Kasus Heru Hidayat, Korupsi Rp12 T Lebih Diganjar Vonis Nihil Hakim

Perjalanan Kasus Heru Hidayat, Korupsi Rp12 T Lebih Diganjar Vonis Nihil Hakim Terdakwa Korupsi Asabri Heru Hidayat. ©2021 Merdeka.com

Merdeka.com - Nama Heru Hidayat kembali menjadi sorotan, selepas lolos dari tuntutan hukuman mati jaksa penuntut umum. Karena mendapatkan vonis hukuman nihil dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, meski terbukti bersalah dalam perkara korupsi asuransi PT. Asabri.

Kasus mega korupsi asuransi pelat merah itu telah merugikan keuangan negara mencapai sebesar Rp 22,788 triliun dari pengelolaan dana PT ASABRI (Persero) serta pencucian uang. Lantas bagaimana awal mulai kasus korupsi ini terjadi?

Korupsi Asabri ini diawali pada awal tahun 2020 dengan temuan yang disampaikan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang menjelaskan jika modal Asabri turun kurang lebih Rp17 triliun. Dengan adanya temuan tersebut, Mahfud meminta kepada pihak kepolisian maupun kejaksaan dapat melakukan pengusutan.

Tetapkan Tersangka Maret 2021

Hingga akhirnya, pada sekitaran Maret 2021, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Komisaris PT Trada Alam Sejahtera, Heru Hidayat sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) perkara korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asabri (Persero).

Dalam kasus ini juga turut terseret delapan orang yang telah diadili, diantaranya mantan Dirut Asabri Adam Rachmat Damiri, Direktur Utama PT Asabri periode 2016-2020 Letjen (Purn) Sonny Widjaja, Kepala Divisi Keuangan dan Investasi PT Asabri periode 2012-2015 Bachtiar Effendi, Direktur Investasi dan Keuangan PT Asabri periode 2013-2019 Hari Setianto.

Kemudian Komisaris PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro, Presiden Direktur PT Prima Jaringan dan Direktur PT Jakarta Emiten Investor Relations Lukman Purnomosidi serta Jimmy Sutopo.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka Kejagung lalu mulai melakukan tindakan penyitaan barang bukti dalam dugaan korupsi di PT ASABRI senilai Rp 23 triliun. Penyitaan dilakukan atas sejumlah aset milik Komisaris Utama PT Trada Minera Tbk Heru Hidayat.

"Terhadap aset Tersangka yang telah disita tersebut, selanjutnya akan dilakukan penaksiran atau taksasi oleh Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) guna diperhitungkan sebagai penyelamatan kerugian keuangan negara didalam proses selanjutnya," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam siaran pers, Rabu (3/3).

Ini Aset Heru Hidayat yang Disita Kejagung:

1. Kapal LNG Aquarius atas nama PT. Hanochem Shipping ;

2. Sebuah mobil Ferrari Tipe F12 Berlinetta warna abu-abu metalik No. Polisi B 15 TRM atas nama Tersangka HH;

3. Lahan Tambang Nikel atas nama PT. Tiga Samudra Perkasa seluas 3.000 Ha;

4. Lahan Tambang Nikel atas nama PT. Mahkota Nikel Indonesia seluas 10.000 Ha;

5. Lahan Tambang Nikel atas nama PT. Tiga Samudra Nikel seluas 10.000 Ha;

Kejagung hingga persidangan bergulir tercatat terus melakukan proses penyitaan aset dari tangan para tersangka, guna menutup kerugian triliunan rupiah akibat kasus korupsi PT. ASABRI.

Naik Ke Persidangan Agustus 2021

Hingga akhirnya, Heru Hidayat bersama para tersangka lainnya naik ke meja persidangan. Dimana mereka didakwa jaksa penuntut umum melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU), dalam kasus pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asabri

"Telah menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain," kata jaksa penuntut umum dalam surat dakwaan saat sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin, (16/8).

Dimana dalam dakwaan Subsidair, jaksa menduga tindakan yang dilakukan ketiga terdakwa diperoleh dari hasil Tindak Pidana dalam pengelolaan investasi saham dan Reksa Dana PT Asabri dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2019, sehingga merugikan negara sebanyak Rp22,78 triliun.

Pencucian uang yang dilakukan ketiga terdakwa pun mulai dari pembelian sejumlah bidang tanah dan bangunan. Lalu, pengambilalihan perusahaan, melakukan pembelian kapal, pembelian saham serta pembelian kendaraan bermotor.

"Dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan," ujar jaksa.

Atas perbuatanya Heru didakwa berdasarkan Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 Undang -Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Lalu, Heru juga dikenakan melanggar Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Tuntutan JPU Desember 2021

Kurang lebih sekitar tiga bulan persidangan berjalan sampai masuk dalam tahap penuntutan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta agar majelis hakim menjatuhkan hukuman mati kepada terdakwa Heru Hidayat atas perkara korupsi PT. Asabri

"Menghukum terdakwa Heru Hidayat dengan pidana mati," kata jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (6/12)

Menurut Jaksa, tuntutan hukuman mati kepada Heru layak diberikan, karena Heru juga terlibat dalam kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya, dengan pidana penjara seumur hidup dalam korupsi di Jiwasraya yang merugikan negara Rp16 triliun lebih," katanya.

Lalu, hukuman itu pantas diberikan ke Heru karena tindakan korupsi masuk dalam kejahatan luar biasa. Dia juga tidak mendukung pemerintah dalam membuat penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Dalam kasusnya, jaksa menilai tidak ada tindakan yang bisa meringankan hukuman Heru. Beberapa hal meringankan yang ada di persidangan ditolak jaksa.

"Meski dalam persidangan ada hal-hal yang meringankan dalam diri terdakwa namun, hal-hal tersebut tidak sebanding dengan kerugian negara yang ditimbulkan akibat dari perbuatan terdakwa. Oleh karena itu hal-hal tersebut patutlah dikesampingkan," tegas jaksa.

Jaksa juga meminta hakim memberikan hukuman pidana pengganti Rp12,64 triliun ke Heru. Hukuman pidana pengganti itu wajib dibayar dalam waktu sebulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap.

Dalam tuntunan ini penuntut umum memakai Pasal 2 Ayat 2 Jo Pasal 18 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Sementara dalam dakwaan memakai Pasal 2 Ayat 1.

Lalu, dia juga dituntut karena melanggar Pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Vonis Nihil

Setelah melalui seluruh tahapan, Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat memutuskan menjatuhkan vonis nihil atau tidak ada hukuman kurungan penjara, terhadap terdakwa Mantan Komisaris PT Trada Alam Sejahtera, Heru Hidayat atas perkara korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT ASABRI.

"Pidana yang dijatuhi dalam perkara a quo adalah nihil," kata Hakim Ketua IG Eko Purwanto saat bacakan amar putusan saat sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (18/1).

Hal itu karena, vonis yang dijatuhkan dalam perkara Korupsi Jiwasraya sudah hukuman maksimal selama seumur hidup. Maka vonis pada perkara korupsi Asabri harus dikesampingkan dan tidak boleh dijatuhi pidana lainnya.

Kecuali, Pencabutan hak-hak tertentu dan pengumuman putusan hakim sebagaimana pasal 67 KUHP. Maka menurut majelis hakim ketentuan tersebut mutlak harus dipedomani.

"Berdasarkan pertimbangan tersebut meski terdakwa dinyatakan terbukti bersalah tapi karena terdakwa telah dijatuhi hukuman seumur hidup dalam perkara Jiwasraya maka pidana yang dijatuhkan dalam perkara a quo adalah nihil," jelasnya.

Adapun untuk Heru, karena sedang menjalani pidana dalam perkara lain dan tidak dilakukan penahanan maka tidak diperlukan perintah penahanan terhadap terdakwa.

Kemudian, dalam pertimbangannya majelis hakim turut mempertimbangkan hal yang memberatkan yakni, perbuatan terdakwa merupakan kejahatan extraordinary crime yang artinya korupsi dapat berdampak pada bangsa dan negara.

Lebih lanjut, perbuatan Heru tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme yang menyebabkan kerugian sebesar Rp22 triliun.

"Sedangkan penyitaan aset hanya Rp2 triliun tidak sebanding dengan perbuatan terdakwa. Terdakwa merupakan terpidana kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya," kata Hakim Anggota.

Sementara hal yang meringankan, meski dalam persidangan terungkap hal-hal yang meringankan. Namun perbuatan tersebut tidak sebanding dng perbuatan terdakwa, keadaan meringankan patut dikesampingkan.

Aset 18 Kapal Heru Dikembalikan

Dalam putusannya, Majelis Hakim juga meminta agar jaksa mengembalikan beberapa barang bukti hasil sitaan dari terdakwa Mantan Komisaris PT Trada Alam Sejahtera, Heru Hidayat atas perkara korupsi PT. ASABRI

"Pertimbangan majelis terkait perampasan barang bukti berupa dokumen, kapal, tanah bangunan kendaraan rumah dan perusahaan yang disita dan terlampir dalam berkas perkara," ujar hakim saat persidangan, di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (18/1).

Dari pertimbangan majelis hakim ini, ada sejumlah barang bukti yang harus dikembalikan jaksa, diantaranya sejumlah perusahaan perseroan terbatas yang karena memiliki badan hukum personifikasi orang. Maka tidak dapat dilakukan penyitaan atau perampasan, dan harus dinyatakan batal.

Kemudian, berupa barang bukti sebidang tanah atau bangunan, sesuai sertifikat seluas 660 m2, yang terletak di kelurahan Benua Melayu Barat, Pontianak, dengan pemegang hak. Lalu satu bidang tanah dan bangunan, di Bangka Belitung

"Terbukti dimiliki jauh sebelum perkara, sehingga bukan hasil tindak pidana dan harus dikembalikan," ujarnya.

Sedangkan untuk sejumlah kapal, hakim menilai kapal-kapal tersebut tidak terbukti dibeli hasil korupsi. Sehingga perlu dikembalikan dimana total kapal yang harus dikembalikan sebanyak 18 unit.

Salah satunya adalah kapal LNG milik PT Hanochem Shipping. Disebut kapal ini dibeli jauh sebelum kasus korupsi Heru terjadi dalam perkara PT. Asabri.

"Menimbang barang bukti berupa kapal LNG Aquarius milik PT Hanochem Shipping, beserta seluruh dokumen kapal terbukti dimiliki PT Hanochem Shipping jauh sebelum tindak pidana korupsi dalam perkara ini, dibeli 3 konsorsium sejak tanggal 14 Desember 2011 harga USD 33 juta," paparnya.

"Sehingga bukan merupakan hasil tindak pidana dan harus dikembalikan," tambah Majelis Hakim.

Selain kapal milik PT Hanochem Shipping, hakim juga meminta jaksa mengembalikan kapal kapal lain milik PT Trada Alam Mineral tbk dan PT Jelajah Bahari Utama.

Rincian kapal-kapal yang harus dikembalikan jaksa, sesuai keputusan hakim:

Kapal milik PT Hanochem Shipping1.Kapal LNG Aquarius

Kapal-kapal milik PT Trada Alam Mineral tbk1. Kapal Pasmar 012. Kapal Taurians one3. Kapal Taurians two4. Kapal Taurians Three

Kapal-kapal milik PT Jelajah Bahari Utama1. Kapal ARK 032. Kapal ARK 013. Kapal ARK 024. Kapal ARK 055. Kapal ARK 066. Kapal Noah 17. Kapal Noah 28. Kapal Noah 39. Kapal Noah 510. Kapal Noah 611. Kapal TBG 30612. Kapal TBG 30113. Kapal TBG 2007

Barang Yang Dirampas

Sementara itu, untuk barang bukti terdakwa Heru yang dirampas untuk mengembalikan kerugian keuangan negara, yaitu beberapa tanah yang akan dirampas untuk kemudian dilelang guna menggantikan kerugian negara.

"Telah terbukti dibelanjakan terdakwa oleh uang hasil tindak pidana korupsi dan akta jual belinya diatasnamakan orang lain oleh karenanya dirampas untuk negara," kata hakim.

Termasuk dua kendaraan kendaraan mobil mewah yang dirampas untuk menggantikan kerugian negara. Diantaranya mobil merek LEXUS Type RX200T F-Sport 4x4 AT dan mobil Ferrari tipe Berlinetta.

"Untuk barang bukti yang ditetapkan dirampas untuk negara, sesudah mempunyai kekuatan hukum tetap kecuali yang merupakan hasil TPPU, semuanya dilelang untuk menutupi uang pengganti," ujar Hakim.

"Dengan ketentuan apabila hasil lelang melebihi uang pengganti tersebut maka sisanya dikembalikan pada terdakwa selaku terpidana," tambahnya.

Lalu, Bahwa hasil lelang terhadap barang bukti tidak mencukupi dan tidak membayar kekurangannya paling lama 1 bulan maka harta benda dapat disita jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti.

Maka, hakim menilai karena terdakwa sudah dijatuhi pidana penjara seumur hidup dalam perkara tindak pidana korupsi PT Asuransi Jiwasraya berdasarkan kekuatan hukum tetap.

Dan Saat ini telah menjalani sebagian pidana penjara maka ketentuan pidana penjara pengganti sebagaimana pasal 18 ayat 3 tidak dapat dikenakan terhadap terdakwa.

JPU Banding

Tak butuh waktu lama meski saat persidangan menyatakan pikir-pikir, Kejaksaan Agung (Kejagung) lantas memerintahkan tim penuntut umum untuk segera mengajukan banding atas vonis nihil Mantan Komisaris PT Trada Alam Sejahtera, Heru Hidayat dalam perkara korupsi asuransi PT Asabri.

"Terhadap Putusan Majelis Hakim tersebut, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus telah memerintahkan Penuntut Umum untuk segera melakukan upaya perlawanan Banding," kata Kapuspenkum Kejagung RI Leonard Eben Ezer dalam keterangannya dikutip Rabu (19/1).

Leonard menjelaskan alasan mengajukan upaya hukum banding, karena tindakan Heru yang dalam dua perkara korupsi terbukti telah merugikan negara sampai Rp39,5 triliun. Terbagi dalam kerugian PT. Asuransi Jiwasraya sebesar Rp16,7 Triliun dan kerugian PT. ASABRI sebesar Rp22,78 Triliun.

"Seharusnya bisa dimanfaatkan bagi kepentingan bangsa dan negara, dimana putusan sebelumnya pada PT. Asuransi Jiwasraya, Terdakwa divonis pidana penjara seumur hidup. Sementara dalam perkara PT. ASABRI yang menimbulkan kerugian negara yang lebih besar, Terdakwa tidak divonis pidana penjara (nihil)," kata Leonard.

Padahal terdakwa yang telah merugikan negara total Rp. 39,5 Triliun dari dua perkara korupsi PT. Asuransi Jiwasraya dan PT. Asabri.

Disatu sisi perihal pertimbangan Hakim dalam perkara PT. Asuransi Jiwasraya yang merugikan keuangan negara sebesar Rp16,7 Triliun dihukum seumur hidup. Sedangkan dalam perkara PT. ASABRI yang merugikan keuangan negara sebesar Rp22,78 Triliun tidak dihukum, memunculkan ketidakkonsistenan dalam putusannya.

"Artinya Majelis Hakim tidak konsisten dalam pertimbangan hakim terhadap Terdakwa yang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi namun tidak diikuti dengan menjatuhkan pidana penjara," kata Leonard.

(mdk/rhm)
ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Diduga Korupsi Rp6,2 Miliar, Kepala Dinas Perkim Rokan Hulu Ditahan

Diduga Korupsi Rp6,2 Miliar, Kepala Dinas Perkim Rokan Hulu Ditahan

Herry ditetapkan sebagai tersangka setelah gelar perkara di Ditreskrimsus Polda Riau, Rabu, 9 Januari 2024.

Baca Selengkapnya
Rincian Upeti Rp44,5 Miliar Diterima SYL Hasil Peras Anak Buah di Kementan

Rincian Upeti Rp44,5 Miliar Diterima SYL Hasil Peras Anak Buah di Kementan

Dari sejumlah uang tersebut ada yang mengalir untuk keperluan pribadi SYL, keluarga dan ke Partai NasDem.

Baca Selengkapnya
Ditagih Utang, Pria di Pelalawan Bunuh Temannya

Ditagih Utang, Pria di Pelalawan Bunuh Temannya

Pelaku memiliki utang sebesar Rp1,2 juta, saat ditagih dia gelap mata dan menusuk temannya.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.
Hati-Hati, Mencoret Uang Rupiah Bisa Kena Denda Rp1 Miliar Hingga Pidana Penjara

Hati-Hati, Mencoret Uang Rupiah Bisa Kena Denda Rp1 Miliar Hingga Pidana Penjara

Perusakan terhadap Rupiah bisa berujung ancaman pidana.

Baca Selengkapnya
Uang Lauk Pauk Prajurit TNI Sudah Naik per 1 Januari 2024, Segini Besarannya

Uang Lauk Pauk Prajurit TNI Sudah Naik per 1 Januari 2024, Segini Besarannya

Kepastian kenaikan tunjangan uang lauk pauk prajurit itu disampaikan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.

Baca Selengkapnya
Kejagung Buka Suara Terkait Sosok HL, Pemilik Rumah di PIK Digeledah Dalam Kasus Korupsi Timah

Kejagung Buka Suara Terkait Sosok HL, Pemilik Rumah di PIK Digeledah Dalam Kasus Korupsi Timah

Kejagung menyatakan banyak pihak yang keliru terkait sosok HL yang rumahnya digeledah penyidik.

Baca Selengkapnya
Usut Dugaan Korupsi Dana Hibah Rp60 Miliar, Kejari Periksa Ketua KONI dan Mantan Kadispora Makassar

Usut Dugaan Korupsi Dana Hibah Rp60 Miliar, Kejari Periksa Ketua KONI dan Mantan Kadispora Makassar

Setidaknya anggaran sekira Rp60 miliar diselidiki Kejari Makassar tahun anggaran 2022 sampai 2023.

Baca Selengkapnya
Pledoi Eks Sekretaris MA Hasbi Hasan: Bantah Terima Suap Rp3 Miliar Hingga Tiga Tas Mewah

Pledoi Eks Sekretaris MA Hasbi Hasan: Bantah Terima Suap Rp3 Miliar Hingga Tiga Tas Mewah

Hasbi Hasan dituntut hukuman 13 tahun dan 8 bulan penjara serta denda Rp1 miliar subsider kurungan pengganti selama 6 bulan.

Baca Selengkapnya
Heboh Korupsi Timah Rugikan Negara Rp271 Triliun, Menko Luhut Pandjaitan Akhirnya Angkat Bicara

Heboh Korupsi Timah Rugikan Negara Rp271 Triliun, Menko Luhut Pandjaitan Akhirnya Angkat Bicara

“Kasus timah ini memang pembelajaran buat kita semua. Jujur, kita mungkin agak terlambat mendigitalisasi,” kata Luhut.

Baca Selengkapnya