Penggugat UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi Bertambah
Merdeka.com - Permohonan pengujian Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang baru disahkan dan belum tercatat dalam lembaran negara ke Mahkamah Konstitusi bertambah.
Dikutip dari laman Mahkamah Konstitusi, para pemohon uji materi UU Cipta Kerja tersebut berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, yakni karyawan swasta bernama Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas, pelajar bernama Novita Widyana serta mahasiswa bernama Elin Dian Sulistiyowati, Alin Septiana dan Ali Sujito.
Dalam permohonan gugatan itu belum mencantumkan nomor undang-undang yang dimintakan untuk diuji. Para pemohon mengajukan permohonan uji formil karena pembentukan UU Cipta Kerja dinilai tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
UU Cipta Kerja didalilkan melanggar sistematika penyusunan peraturan perundang-undangan karena menimbulkan interpretasi tumpang tindih yang menyebabkan kebingungan masyarakat. Selanjutnya, para pemohon mendalilkan pembentukan undang-undang itu tidak dilakukan secara terbuka dan hanya melibatkan sedikit organisasi buruh.
Para pemohon pun mempersoalkan Badan Legislasi mengatakan rancangan Undang-Undang Cipta Kerja sebanyak 905 halaman yang disahkan DPR bersama Presiden pada 5 Oktober 2020 belum final dan sedang difinalisasi.
Kemudian setelah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden, para pemohon menyebut terjadi dua kali perubahan menjadi 1035 halaman dan kemudian menjadi 812 halaman.
"Adanya perubahan substansi terhadap suatu RUU yang telah disetujui bersama DPR dan Presiden adalah melanggar tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan," ujar para pemohon dalam permohonannya. Dilansir Antara, Jumat (16/10).
Untuk itu, Mahkamah Konstitusi diminta menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja tidak memenuhi ketentuan pembentukan UUD 1945 dan membatalkan undang-undang itu seluruhnya.
Ada pun sebelumnya terdapat dua pengajuan uji materi Undang-Undang Cipta Kerja ke MK, yakni diajukan DPP Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa serta diajukan perorangan oleh warga bernama Dewa Putu Reza dan Ayu Putri.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bawaslu: Pemungutan Suara Ulang Tepis Dugaan Pelanggaran Pemilu, Selanjutnya di MK
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Totok Hariyono menyatakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) bagian dari upaya mencari kebenaran.
Baca SelengkapnyaSivitas Akademika Unipdu Jombang Serukan Pemilu Damai dan Tolak Politik Praktis
Mahasiswa juga menyuarakan agar ASN, TNI dan Polri tetap netral dan bekerja sesuai dengan porsinya.
Baca SelengkapnyaRefleksi Akhir Tahun 2023, Fraksi PKB Soroti UU Ciptaker dan IKN Terkesan Dibahas Terburu-buru
Ketua Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal mencatat capaian yang produktif dalam bidang legislasi dengan menyelesaikan sebanyak 21 rancangan undang-undang
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Civitas Akademika UGM Gelar Kampus Menggugat, Serukan Tegaknya Etika dan Konstitusi
Lewat Kampus Menggugat ini, civitas akademika UGM menyerukan untuk bersama-sama mengembalikan etika dan konstitusi di Indonesia.
Baca SelengkapnyaJanji Cawapres Cak Imin Depan Buruh Akan Revisi UU Omnibus Law
Ketua umum PKB ini mengungkap alasan mengapa dulu menyetujui UU Cipta Kerja.
Baca SelengkapnyaSuciwati Bosan Dengar Janji Penyelesaian Kasus Pembunuhan Munir: Segera Bentuk Pengadilan HAM Ad Hoc
Komnas HAM tengah melakukan penyelidikan terhadap kasus pembunuhan Munir.
Baca SelengkapnyaKPU Siapkan Tim Hukum untuk Hadapi Gugatan Sengketa Pemilu 2024 di MK
Proses pendaftaran sengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) akan dilaksanakan dalam jangka waktu 3x24 jam.
Baca SelengkapnyaPengamat Soal Rencana Hak Angket Pemilu: Keliatannya Layu Sebelum Berkembang, akan Diblok Koalisi Pemerintah
"Keliatannya bisa jadi usulan hak angket ini akan layu sebelum berkembang, akan diblok, ya akan di bendung oleh kubu koalisi pemerintahan Jokowi,"
Baca SelengkapnyaAnggota Komisi III Sebut Pengganti Firli Bahuri Harus Lewat Pansel Sesuai UU KPK
Menurutnya, perlu digarisbawahi bahwa pada saat para calon tak terpilih tersebut mengikuti proses pemilihan.
Baca Selengkapnya