Pengamat nilai 280 senjata Brimob sudah diketahui TNI, Menlu & Menhub
Merdeka.com - Korps Brimob Polri mendatangkan 280 pucuk senjata dan amunisi granat sebanyak 5.932 butir. Ratusn senjata dan ribuan amunisi itu datang melalui Bandara Soekarno-Hatta.
Pengamat Intelijen dan Militer, Connie Rahakundini Bakrie menilai impor senjata tersebut sudah legal. Ia mengungkapkan seharusnya ratusan senjata dan ribuan amunisi tersebut mendarat di Halim Perdanakusuma.
"Mengapa barang tersebut mengarah ke Cengkareng, karena setahuku tidak pernah boleh diizinkan sebuah cargo membawa barang seperti itu masuk wilayah bandara sipil tapi harus ke Air Force Base dalam hal ini Halim," ujar Connie, Senin (2/10).
Ia menjelaskan ketika ada pesawat memasuki wilayah udara nasional sebuah negara, maka harus ada clearance dari negara tujuan dan itu tidak bisa dilakukan secara mendadak apalagi cargo tersebut contain bahan berbahaya seperti senjata dan lainnya yang beresiko meledak.
"Maka jelas, masuknya barang ini legal dan telah melalui proses air clearance. Jadi sudah diketahui otoritas pemberi air clearance kita yaitu Kemlu (Kementerian Luar Negeri), Kemhub (Kementerian Perhubungan) dan Mabes TNI," ujarnya.
Apalagi, kata Connie, ketika senjata itu tiba di Bandara Soekarno-Hatta disaksikan oleh beberapa satuan baik dari TNI maupun Polri.
"Kalau BAIS bekerja betul harusnya barang itu bukan tiba di Indonesia lalu dibuat ribut, tapi sejak awal akan dibeli, akan dikirim dan akan bergerak menuju Indonesia dari origin place barang tersebut yaitu Bulgaria sudah dapat disetop prosesnya," jelasnya.
Ia mengatakan air clearance dikeluarkan oleh 3 (tiga) departemen lembaga yakni Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan dan Mabes TNI. Maka, jangan menganggap senjata itu ilegal padahal sudah diizinkan masuk ke Indonesia.
"Loh ini berarti Mabes TNI ngapain beri izin masuk, kalau perlu tidak usah diizinkan masuk dari awal. Tapi kalau memang tidak boleh, ya tidak begini caranya, sama sekali tidak begini caranya," katanya.
Ia menambahkan meskipun jelas barang-barang senjata itu kualifikasi militer, tapi pertanyaannya kenapa diizinkan masuk dan diberikan air clearance oleh Mabes TNI, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Luar Negeri serta kenapa keluar APBN untuk senjata tersebut.
"Barang ini pengadaannya sudah melalui lelang umum serta sesuai APBNP 2017, keberadan materiil senjata yang datang dan berada di Gudang Bandara Soetta kalau ingin dianalisa secara jujur tentu sangat rawan dan berbahaya, baik secara politik maupun kelembagaan," tandasnya.
Sebelumnya, Kepala Korps Brimob Polri Irjen Murad Ismail menegaskan bahwa senjata jenis Arsenal Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) yang diimpor Polri, bukanlah senjata mematikan dan berbahaya. Menurut dia, senjata itu hanya akan menimbulkan efek kejut.
(mdk/rhm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Prajurit TNI berhasil kuasai markas KKB hingga temukan barang berbahaya. Simak informasi berikut.
Baca SelengkapnyaJika ke luar negeri dan membawa barang-barang ini maka tidak dikenakan batasan bawaan seperti barang-barang lainnya.
Baca SelengkapnyaPemerintah ingin memastikan agar masyarakat tidak melakukan hal ini setibanya pulang dari luar negeri dengan barang impor.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi memaparkan, proses importasi beras ini masih berasal dari negara-negara langganan Indonesia.
Baca SelengkapnyaSingapura menyandang status sebagai negara maju namun tidak bisa memproduksi bahan pangan sendiri.
Baca SelengkapnyaJika penumpang membawa barang bawaan/bagasi melebihi ketentuan tersebut maka akan dikenakan denda.
Baca SelengkapnyaSalah satu aturan tersebut memberikan kewenangan kepada Bea Cukai untuk melakukan penataan kembali kebijakan impor dengan menggeser pengawasan impor
Baca SelengkapnyaBulog janji penugasan impor beras akan dikelola dengan baik untuk menjaga stabilitas harga beras di pasaran di pasaran.
Baca SelengkapnyaSelain negara di Afrika, pemerintah juga menjajaki peluang impor minyak dari negara di kawasan Amerika Latin.
Baca Selengkapnya