Pengacara Jonru sebut unggahan di media sosial harus diteliti tim digital forensik
Merdeka.com - Pegiat media sosial, Jon Riah Ukur Ginting atau Jonru mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus ujaran kebencian. Dalam gugatan ini, Jonru didampingi 10 pengacara yang menamakan diri Tim Advokasi Muslim Jonru.
Saat digelar sidang dengan jadwal penyampaian permohonan pemohon, 10 pengacara ini bergiliran membacakan 32 lembar surat permohonan. Jonru mengajukan praperadilan karena menilai penetapan tersangkanya tak sesuai prosedur di mana tak dilakukan gelar perkara sebelum penetapan dilakukan.
Jonru dilaporkan Muannas Al Aidid pada akhir Agustus lalu karena sebuah unggahan di laman Facebooknya. Ia diduga menyebarkan ujaran kebencian melalui unggahannya dan dijerat dengan UU ITE. Unggahan Jonru yang dipersoalkan dalam laporan itu salah satunya menyinggung soal Syiah dan salah satu etnis.
Menurut salah satu tim kuasa hukum Jonru, Djudju Purwantoro, seharusnya sebelum penetapan tersangka, penyidik melibatkan tim ahli digital forensik untuk menelaah isi unggahan Jonru. Namun hal itu tak dilakukan dalam kasus ITE yang menjerat kliennya sehingga dinilai penetapan tersangka tidak sah.
"Penetapan tersangkanya itu kurang dari 10 jam. Kami menduga bahwa penetapan tersangkanya itu tidak melalui proses karena yang disangkakan adalah UU ITE Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 itu yang seharusnya dilakukan melalui proses gelar perkara," kata salah satu tim kuasa hukum Jonru, Djudju Purwantoro usai sidang di PN Jakarta Selatan, Senin (13/11).
"Gelar perkara yang juga kami menduga tidak dilakukan sesuai ketentuan karena seharusnya melalui prosedur atau mekanisme pemeriksaan ahli digital forensik. Kami yakin itu tak dilakukan," lanjutnya.
Anggota tim kuasa hukum lainnya, Irfan Iskandar menyampaikan penyitaan laptop milik Jonru dilakukan setelah penetapan tersangka. Hal ini menurutnya terbalik menurut hukum.
"Karena barang bukti dalam perbuatan ITE itu adanya di komputer. Bagaimana bisa tersangkanya dulu baru disita. Seharusnya disita dulu, dianalisa dulu, dilakukan digital forensik dulu. Jika ditemukan bukti baru ditetapkan tersangka," jelasnya.
Jonru juga dijerat dengan sangkaan diskriminasi ras dan etnis. Menurut Irfan diskriminasi ras dan etnis adalah perbuatan fisik yang tak ada kaitannya dengan UU ITE. Sedangkan Jonru hanya mengunggah tulisan di akun Facebooknya. "Jadi enggak ada sangkut pautnya dengan UU diskriminasi tapi itu dijadikan salah satu dasar surat penangkapan dan penahanan," terangnya.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kata pengantar memiliki peran penting dalam memberikan pandangan singkat tentang isi karya yang akan dibaca, sambil memberikan rasa penasaran kepada pembaca.
Baca SelengkapnyaJenderal Bintang Empat tersebut pun mewanti-wanti pentingnya menjaga kerukunan dan perdamaian selama proses pemilu.
Baca SelengkapnyaMedia sosial tengah dihebohkan dengan kabar ulat kucing. Ulat bulu ini disebut-sebut sangat beracun dan mematikan.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Di dalam pesannya terselip larangan untuk menjelek-jelekkan orang. Bahkan Yudo juga memberikan pemahaman tentang adanya kemajuan teknologi media sosial.
Baca SelengkapnyaMenurut Sofwan pertimbangan perkara tersebut tetap diproses agar status tersangka M memperoleh kepastian hukum yang tetap melalui proses hukum.
Baca SelengkapnyaMasyarakat diminta cermat bila menerima surat cinta terkait pembayaran pajak. Pasalnya, Ditjen Pajak tak ingin wajib pajak tertipu oleh modus penipuan.
Baca SelengkapnyaTindak pidana pemilu menjadi ancaman serius yang dapat merusak integritas dan legitimasi demokrasi.
Baca SelengkapnyaSeni rupa adalah alat untuk menyampaikan pesan dan menciptakan dialog dalam masyarakat.
Baca SelengkapnyaTenggang rasa bentuk penghargaan terhadap perasaan, pemikiran, dan kepentingan orang lain.
Baca Selengkapnya