Pekerja Migran Didorong Bawa Kasus Eksploitasi ABK di Kapal Ikan China ke Polisi
Merdeka.com - Direktur Inklusi dan Hak Korban ASEAN-Australia Counter Trafficking Nurul Qoiriah mendorong agar kasus eksploitasi terhadap ABK China dibawa ke jalur hukum. Laporan bisa terkait dugaan terjadinya tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
"Saya sih nggak puas kalau ini hanya diselesaikan dengan Hubla lah, Kemlu lah, Naker lah memanggil agen. Tapi ini harus diprosecute (dituntut) betulan. Gunakan Undang-Undang TPPO.
Dia mendorong organisasi pekerja migran bersama organisasi lain yang prihatin dengan eksploitasi ABK Indonesia di kapal China untuk melaporkan perusahaan perekrut ke Polisi.
"Yang penting ada pelaporan terhadap kepolisian. Misalnya SBMI (Serikat Buruh Migran Indonesia) dengan beberapa koalisi yang ada mungkin jadi pelapor bahwa ini adalah persoalan trafficing maka perusahaan yang merekrut di Indonesia harus bisa dituntut," ujarnya.
"Karena dalam UU TPPO, di situ dijelaskan bahwa pengirim tenaga kerja yang mengakibatkan seseorang mengalami eksploitasi itu sudah pelaku trafficking disitu dan dia bisa dituntut," imbuhnya.
Jika kasus tersebut dibawa ke jalur hukum, lanjut dia, perlu juga diperhatikan aspek perlindungan saksi. Juga keluarga para ABK. "Penting juga untuk perlindungan Keluarga para ABK ini. Kalau ternyata masih ada yang dipekerjakan. Karena seringkali pihak perekrut di Indonesia ini licik ya suka membayar sekian uang pada keluarganya kemudian kasus selesai dan sebagainya," terang dia.
Untuk itu, bisa juga melibatkan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). "Bagaimana ini melibatkan LPSK kalau memang ini dilaporkan ke polisi supaya tidak ada intimidasi terhadap pihak keluarga ketika penuntutan terjadi," tandasnya.
Negara Dinilai Setengah Hati Jalankan Diplomasi Perlindungan Pekerja Migran Indonesia
Ketua Umum Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Hariyanto Suwarno menilai pemerintah Indonesia setengah hati dalam menjalan diplomasi yang terkait dengan perlindungan pekerja migran Indonesia.
"Diplomasi kita yang kami lihat adalah setengah hati. Kita melihat lah bagaimana kemudian apakah ada perjanjian bilateral khusus penempatan yang saat ini misalnya Malaysia, dengan RRT dan sebagainya. Itu minim sekali," kata dia, dalam diskusi virtual, Kamis (7/5).
"Karena itu salah satu yang saya katakan di sini bagaimana negara hadir yang pertama harus melakukan bargaining agreement pada negara-negara yang menerima pekerja Indonesia," imbuhnya.
Dengan adanya perjanjian dengan negara tempat pekerja migran Indonesia ditempatkan, maka ada tanggung jawab serta wewenang masing-masing negara dapat diatur dan memiliki dasar hukumnya.
"Ini penting karena akan diatur kewenangan Anda apa, kewenangan Indonesia apa. Kemudian ketika ada permasalahan negara-negara yang kemudian punya perjanjian bilateral dengan Indonesia kita akan semakin enak, tidak hanya secara moral tapi yang kami inginkan perjanjian yang saat ini harus dilakukan oleh Indonesia misalnya dengan Tiongkok itu mengikat secara hukum legally binding, tidak hanya moral," tegas dia.
Sebab jika ikatan dengan negara penerima pekerja migran hanya dalam tataran moral, maka persoalan seperti eksploitasi ABK Indonesia akan selesai dengan permohonan maaf. "Kalau hanya mengikat secara moral, saat ini dengan viral dengan meminta maaf, selesai. Pertanyaannya itu. Dan berapa kali kemudian meminta maaf, saat ini tidak bisa lagi bicara soal itu. Saat ini kita bicara soal kemanusiaan, bicara soal hak WNI yang harus dipertahankan. Negara hadir di situ," ungkapnya.
"Jangan kemudian kita hanya menggaungkan jargon-jargon negara hadir. tapi kemudian tanpa dibarengi dengan fakta-fakta yang ditampilkan ke kita ya ini momentum saat ini pemerintah harus melakukan itu," tandasnya.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kapal Karam di Laut Aceh, 69 Pengungsi Rohingya Ditemukan Terapung
Seratusan imigran etnis Rohingya tersebut dalam pelayaran menuju Australia.
Baca SelengkapnyaUpaya KKP Lawan Pencurian Ikan dengan Penangkapan Terukur Dapat Dukungan FAO
Program ini salah satu tujuannya untuk memastikan keberlanjutan populasi perikanan.
Baca SelengkapnyaPulang Sosialisasi Pemilu, Polres Rohil Temukan 11 Warga Rohingya Diduga Bakal Dijual ke Malaysia
Anggota Polsek Panipahan menemukan 11 orang Rohingya dan 11 Warga Negara Indonesia (WNI) yang akan menyebrang ke Malaysia secara ilegal.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Penyelundupan Pengungsi Rohingya ke Aceh, Polisi Tetapkan Dua Tersangka Baru
Polisi menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan penyelundupan manusia etnis Rohingya ke Aceh. Dua tersangka itu berinisial MAH (22) dan HB (53).
Baca SelengkapnyaBadan PBB: Kemungkinan Banyak Pengungsi Rohingya Tewas akibat Kapal Terbalik di Laut Aceh Barat
Pengungsi Rohingya yang selamat mengatakan kapal tersebut sebenarnya mengangkut 151 orang, sedangkan yang sudah berhasil diselamatkan baru 75 orang.
Baca SelengkapnyaTNI AU Deteksi Lima Kapal Pengungsi Rohingya di Laut Aceh
TNI Angkatan Udara (AU) melaksanakan Operasi Mata Elang 23 untuk memantau keberadaan kapal pengungsi Rohingya di perairan laut Aceh.
Baca SelengkapnyaMarak Pengungsi Rohingya Masuk RI, TNI AU Patroli Udara di Laut Aceh
Dia menjelaskan letak geografis Provinsi Aceh dimana di sebelah barat berbatasan langsung dengan Samudera Hindia.
Baca SelengkapnyaMomen Personel Gabungan Sigap Sergap Boat Bawa 42 Kg Sabu dari Malaysia untuk Diedarkan di Aceh
Petugas turut mengamankan dua orang inisial AB dan FA di dalam boat itu
Baca SelengkapnyaTiga Mayat Pengungsi Rohingya Korban Kapal Terbalik Ditemukan di Laut Aceh Jaya
Tim SAR gabungan mengevakuasi tiga mayat yang telah teridentifikasi sebagai pengungsi Rohingya
Baca Selengkapnya