ODP Marah Dijemput Petugas Malah Peluk Warga: Saya Peluk Kamu, Jadi ODP Kamu
Merdeka.com - Seorang pasien positif Covid-19 berinisial AR (40) di Kecamatan Tawang, Kota Tasikmalaya, terpaksa dijemput paksa petugas medis menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap pada Jumat (15/5). Aksi penjemputan itu sendiri sempat menimbulkan ketegangan karena pasien sempat menolak dijemput oleh petugas medis.
Proses penjemputan sempat menjadi tontonan warga yang berkumpul di sekitar lokasi. Situasi itu pun menjadikan pasien sempat histeris dan tidak terima. Pasien pun sempat menakut-nakuti warga dengan merangkulnya agar menjadi orang dalam pemantauan (ODP) Covid-19.
Video penjemputan pasien tersebut viral di media sosial dan mendapatkan beragam komentar dari warganet. "Saya peluk kamu, (jadi) ODP kamu," kata dia kepada warga yang berkerumun dalam video yang beredar.
Kepada petugas yang melakukan penjemputan, pasien tersebut menolak dibawa karena merasa dirinya negatif Covid-19, dan ia pun menunjukkan surat keterangan sehat yang dimilikinya. Namun setelah beberapa saat, pasien itu bisa ditenangkan oleh petugas.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya, Uus Supangat membenarkan sempat adanya ketegangan saat menjemput pasien tersebut. Ketegangan itu sendiri menurutnya terjadi karena banyaknya warga yang berkumpul saat petugas hendak menjemput pasien.
"Sempat ngamuk karena pasien histeris banyak warga ikut menjemput. Saya juga kaget datang ke sana malah jadi tontonan padahal berisiko. Alhamdulillah dibantu TNI/Polri evakuasi bisa terselesaikan sesuai harapan," ujarnya, Sabtu (16/5).
Ia mengungkapkan bahwa pasien yang dijemput sebelumnya pernah dirawat di Rumah Sakit Tasik Medika Citratama selama beberapa waktu. Selain itu, pasien pun sempat dites melalui metode swab oleh pihak rumah sakit dan dinyatakan negatif.
"Namun sesuai prosedur, pemeriksaan swab harus dilakukan sebanyak dua kali untuk memastikan pasien negatif Covid-19. Karena hasil tes swab kedua lama, atas pertimbangan dokter penanggung jawab, pasien diizinkan pulang, tapi tetap isolasi mandiri," ungkapnya.
Saat pasien tersebut pulang, hasil tes swab keduanya kemudian keluar dan rupanya hasilnya menunjukan bahwa ia positif Covid-19. Atas dasar hal tersebut, ia pun harus dijemput kembali agar diisolasi di rumah sakit untuk pemeriksaan ulang. Ia berharap agar hasilnya negatif sehingga bisa kembali ke rumah.
"Tetapi kalau masih positif harus dirawat sampai tuntas," katanya.
Sempat Tes Mandiri
Menurut Uus, pasien tersebut memang sempat berinisiatif melakukan tes swab mandiri di Kimia Farma, namun hasilnya belum keluar. Hal tersebut, menurut Uuals memang bisa saja dilakukan sebagai opini pembanding pasien, dan Dinas Kesehatan pun akan menjadikan hasil tes itu sebagai bahan pertimbangan.
Adapun kaitannya dengan penjemputan paksa, Uus mengungkapkan bahwa saat pasien diperbolehkan pulang ke rumahnya, ia harus tetap memenuhi protokol kesehatan, yaitu menerapkan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) dan isolasi mandiri. Namun pihaknya kemudian menerima informasi dari RT/RW setempat yang menyebut bahwa pasien tidak disiplin saat melakukan isolasi mandiri.
"Bahkan informasinya pasien sempat pergi ke tempatnya berusaha. Atas hal itu warga keberatan. Kita juga harus pertimbangan ketentraman warga. Kita khawatir bisa kisruh jadi bahaya," ungkapnya.
Uus menjelaskan bahwa isolasi mandiri adalah suatu kewajiban bagi pasien yang terindikasi positif Covid-19. Meski tes swab pertama menunjukkan hasil negatif, hal itu mesti diperkuat dengan tes swab kedua.
"Namun karena pasien tidak memenuhi kewajibannya, karena itu kita jemput lagi," kata dia.
Saat ini sendiri tidak ada gejala penyakit dalam pasien, namun dikhawatirkan masih ada virus corona di dalam tubuhnya. Dinas Kesehatan sendiri mengambil langkah untuk menjemput paksa bukan hanya demi kepentingan pasien, melainkan juga keluarga dan warga di sekitar rumah pasien.
"Kita sudah mendata warga yang melakukan kontak erat dengan pasien selama di rumahnya. Saya juga sudah koordinasi dengan RT setempat untuk melakukan rapid test beberapa warga di sana," ucapnya.
Tanggapan Wakil Wali Kota
Sementara itu, Wakil Wali Kota Tasikmalaya, Muhammad Yusuf mengatakan bahwa penjemputan itu dilakukan lantaran pasien telah terkonfirmasi positif Covid-19. Namun, di lapangan sempat terjadi penolakan pasien untuk dijemput.
"Jadi kita paksa karena akan riskan untuk masyarakat sekitar jika dibiarkan," kata Yusuf.
Yusuf mengatakan bahwa sebelum dinyatakan positif Covid-19, sebelumnya pasien tersebut sudah menjalani perawatan di rumah sakit selama 20 hari. Namun dari hasil tes swab pertama, pasien dinyatakan negatif dan diperkuat dengan uji cepat atau rapid test yang juga menunjukkan hasil negatif.
Namun, hasil tes swab kedua justru menunjukkan hasil positif setelah pasien diperbolehkan pulang ke rumahnya. Pihaknya pun akan melakukan swab kembali kepada pasien untuk memastikan kondisinya.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Lima Petugas Pemilu di Depok Jatuh Sakit akibat Kelelahan
Baca SelengkapnyaData KPU per Senin 19 Februari 2024 mencatat jumlah petugas Pemilu meninggal dunia mencapai 71 orang.
Baca SelengkapnyaSebanyak 20 orang petugas penyelenggara Pemilu 2024 di Bali jatuh sakit.
Baca Selengkapnyavideo untuk kamu.
Penyebab meninggalnya petugas pemilu di Jatim bervariasi.
Baca SelengkapnyaPenduduk di Perbatasan Skouw RI-PNG ada suku dari berbagai daerah di Indonesia.
Baca SelengkapnyaMenteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut, data petugas pemilu 2024 yang meninggal tahun ini turun jauh ketimbang tahun 2019.
Baca SelengkapnyaRSKD Dadi Makassar merupakan rumah sakit khusus untuk penanganan pasien dengan gangguan kejiwaan.
Baca SelengkapnyaPara pelawak itu bersaing memperebutkan suara dari daerah pemilihan masing-masing dengan kolega satu partai maupun partai politik lain.
Baca SelengkapnyaPDIP juga meminta isu pemakzulan terhadap Jokowi ini bisa segera direspons agar tak menimbulkan gerakan yang lebih besar lagi.
Baca Selengkapnya